warning: violence, mentioned of self harm---
JERITAN nyaring itu memaksa masuk ke pendengarannya layaknya mimpi buruk. Tak salah lagi suara itu berasal dari kamar sebelah, kamar sang Ibu lebih tepatnya.
Sabin yang tengah mengedit video di laptopnya untuk ia unggah ke platform YouTube awalnya ingin acuh. Namun entah kenapa otak dan hatinya kadang tidak pernah sinkron. Gadis itu berlari ke kamar ibunya dan menemukan ruangan itu yang sudah kacau balau.
Bibirnya bergetar tatkala tatapannya jatuh pada gundukan selimut di lantai, disertai darah segar yang berceceran di sekitarnya.
"IBU?!"
Sabin menyingkirkan selimut dari tubuh wanita itu. Beberapa bagian di tangannya terluka karena terkena pecahan gelas. Tubuh wanita itu gemetar dengan wajah yang sudah pucat pasi. Sabin langsung mengulurkan tangan untuk membopong ibunya ke kasur.
Namun ketika berdiri, wanita itu tiba-tiba mencekik Sabin dan mendorongnya sampai terbentur ke tembok. "MATI AJA KAMU! SEMUA INI GARA-GARA KAMU!" teriaknya histeris.
Dengan sekuat tenaga Sabin melepaskan cengkraman itu, namun nihil. Napasnya sudah hampir habis. Sabin meronta-ronta saat ibunya menekan pangkal lehernya kuat-kuat. Kepalanya dibenturkan beberapa kali dengan keras, dan ia berteriak kesakitan.
"Bu.. sakit..." Suaranya tercekat.
Akhirnya Ibu berhenti. Tatapannya berubah saat melihat putrinya terluka. Lalu dengan sempoyongan wanita itu melangkah ke pinggir kasur dan duduk dengan pandangan menerawang jauh.
Meninggalkan Sabin yang terbatuk-batuk seraya memegangi lehernya yang memerah. Bekas luka sayatan di sekitar nadinya yang sudah hampir hilang pun kembali terasa sakit.
"Bu.. aku mohon lupain ayah. Aku gak mau liat Ibu terus-terusan kayak gini." Nada suaranya bergetar, terdengar penuh luka. "Sadar, Bu. Sadar kalo ayah udah khianatin ibu!"
"DIAM KAMU, BODOH!" Ibu kembali menyerang Sabin, kali ini menggunakan vas bunga di dekatnya.
Gadis malang itu menjerit keras saat benda tersebut mengenai tulang selangkanya. Ia tak bisa lagi menahan diri.
"BU, AKU SABINA, BUKAN AYAH! AKU ANAK IBU!" teriaknya meradang.
Ibu kemudian meraung-raung. Dengan seprai yang sudah tertarik sana sini. "LAKI-LAKI BRENGSEK! AYAH KAMU ITU BRENGSEK! BAJINGAN!"
Dan akhirnya Sabin menangis. Dunianya kembali hancur untuk yang kesekian kalinya.
Gadis itu beringsut, menahan nyeri yang menjalari seluruh tubuhnya. Lalu bergegas mencari kotak P3K. Tak lama ia kembali dan langsung mengobati luka pada tangan ibunya.
Sabin memperhatikan wanita di sebelahnya yang masih diam tak bergeming, lalu kemudian ia memeluknya erat. "Aku sayang Ibu. Aku gak mau kehilangan Ibu."
Sementara itu Ibu masih diam, tak membalas langsung pelukan sang anak. Walau ia sadar, setetes air mata baru saja jatuh dari ujung matanya.
"Aku janji, aku enggak akan tinggalin Ibu. Aku bakalan tetep ada di samping Ibu." Sabin semakin mendekap tubuh ibunya yang tak bergerak barang sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
quarantine, 97 ✔
أدب المراهقينft. 97line Kelas yang semua orang pikir sempurna, sama sekali tak lebih dari sekumpulan manusia biasa yang sejatinya menginginkan kehidupan baik-baik saja. Ini tentang 11 MIPA 4. Juga tentang kehidupan di tengah merebaknya pandemi, dengan masing-ma...