warning: harshwords
---
ANGIN berhembus kencang. Udara dingin khas malam hari seakan menusuk sampai ke tulang. Orang-orang memilih untuk menarik selimut dan tidur setelah hari panjang yang melelahkan.
Namun berbeda dengan dua bocah laki-laki yang duduk berhadapan di kursi depan Indomaret 24 jam. Menyaksikan kendaraan yang berlalu lalang pada pukul sebelas malam. Salah satunya menghisap rokok yang baru saja dinyalakan. Sedangkan yang lainnya menunduk fokus memainkan game online.
"Walah, anjrit. Itu musuh depan lo, bangsat!"
Jaka menoleh sekilas, namun tak begitu mempedulikan. Pandangannya tertuju pada jalanan yang ramai. "Kapan ya kita sekolah lagi?"
"Tiap hari kita sekolah, bro."
"Maksud gue tuh ya ke sekolah, anjir. Bukan cuma duduk-duduk doang di rumah. Nolep bener gua najis." Jaka kembali menghisap rokoknya.
"Ternyata daring gak seenak itu ya? Goblok banget dulu gue mikir sekolah online bakalan enak. Nyatanya, sama aja kek sekolah biasa. Mana tugas datang keroyokan lagi kek ngajak gelut, anying," umpat Miguel, walau matanya masih fokus pada layar ponselnya.
Jaka tertawa sebentar. "Dipikir-pikir miris juga gue ngeliat lo."
"Napa dah?"
"Masih awal jadian tapi cobaan lo udah banyak banget," jawab Jaka sekenanya, Miguel mengumpat.
"Udah mau dua bulan anjir, sembarangan," protes Miguel. "Keren juga ya gue bisa awet gini. Tapi iya sih, gue jadi gak bisa apel, njing, gara-gara pandemi."
"Elonya aja bego, gak bisa ngatur waktu."
"Gak gitu anjir. Ni masalahnya tiap gue ke rumah Mina pasti kudu semprot disinfektan dulu. Bayangin aja gue yang udah dandan rapi tiba-tiba disembur kek gitu. Belum aja tu petugas gue semprot balik pake gas air mata," kata Miguel jadi emosi sendiri.
"Yaelah, padahal lo bisa mengendap-endap kayak rampok. Kan lo dah ahli, nyet," ucap Jaka dengan tawanya.
"Ahli ngerampok maksud lo?"
"Gak gitu maksudnya bege. Sama aja kan kayak pas kita bolos sekolah dulu?" Jaka menarik sudut bibirnya.
"Gampang bener tuh mulut kalo ngomong," cela Miguel hampir saja khilaf menabok temannya itu. "Ini kalo tiap hari disemprot terus, bukan virusnya yang mati tapi gue yang mati, anjeng."
Jaka sukses terbahak saat itu juga. Sementara Miguel yang sudah meninggalkan permainannya, kini malah asik nimbrung di grup kelasnya yang sedang ramai bukan main karena berita terpilihnya Jehan menjadi wakil ketua OSIS sudah melebar sampai ke anak kelas.
"Lah, si Jehan lagi main di rumah Enu," celetuk Miguel.
"Ngapain dah tumben amat tu bocah."
"Lagi curhat katanya."
"Buset. Tempat curhat dah ganti posisi ke Ennu sekarang?" tanya Jaka spontan. Memang, di MIPA 4 ini tempat pelarian anak-anak selain Jehan ya pasti Zihao. Kalau ceweknya enggak jauh dari Rosie dan Mina.
Miguel mengedikan bahunya tak peduli. "Feeling gue si Jepri gagal move on euy," ucapnya.
"Sok tahu."
"Eh, bener njir. Gak tau aja lo tiap hari dia curhat ke gue nanyain tentang 'bagaimana cara menyapa mantan yang baik'." Lalu berikutnya Miguel tertawa keras. Jaka yang merasa jengkel lantas tak tanggung-tanggung menabok wajah pemuda itu.
"Ketawanya jangan gede-gede, anjing. Diliatin orang-orang gak malu lo?" protes Jaka.
"Lah bodoamat. Eh, eh, gimana si Lissa? Mau gue bantuin gak cara pepetnya gimana? Gue nih dah pengalaman loh, sob." Miguel menaik-turunkan alis dengan seringaian lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
quarantine, 97 ✔
Fiksi Remajaft. 97line Kelas yang semua orang pikir sempurna, sama sekali tak lebih dari sekumpulan manusia biasa yang sejatinya menginginkan kehidupan baik-baik saja. Ini tentang 11 MIPA 4. Juga tentang kehidupan di tengah merebaknya pandemi, dengan masing-ma...