48. Stories of Pandemic

645 89 16
                                    

"BENERAN gak mau mampir dulu?"

Ejay yang masih duduk di motornya menggeleng kecil. "Udah sore, takut kamu mau istirahat juga."

Gadis yang tengah berdiri di depan pagar rumahnya mencuatkan bibir kecewa. "Yaudah deh. Padahal aku masih pengen banyakin momen bareng kak Jay. Udah lama loh kita gak ketemuan kayak gini."

"Aish.. Besok lagi kan bisa?" Ejay memajukan tubuh dan mengacak sesaat rambut si gadis. "Udah sana masuk, istirahat. Salamin ke Mama dan Papa ya."

Lawan bicaranya mengangguk dengan bibir yang masih mencuat kecil. "Hati-hati, kak!" ucapnya kemudian.

"Aku pulang ya," pamit Ejay lantas menjalankan motornya pergi. Dengan senyum lebar yang masih terpancar jelas di figur tampannya.

Ngomong-ngomong, hari ini adalah kali pertamanya ia dapat bertemu kembali dan menghabiskan waktu dengan si adik kelas. Setelah beberapa bulan tepatnya mereka sama-sama memutuskan untuk menjalin hubungan jarak jauh karena pandemi.

Walau Ejay akui ia memang belum memiliki hubungan khusus dengan gadis itu. Tapi entah kenapa rasanya benar-benar sulit dan menyiksa saat tengah menjalaninya dulu.

Ada rasa rindu yang menggebu namun tak pernah sesekali bertemu. Betapa beratnya jarak yang tercipta saat keduanya menahan hasrat ingin bersua yang kian membuncah seiring berjalannya waktu.

Karena selama ini Ejay hanya bisa menatap paras cantik itu melalui layar virtualnya saja.

Namun Ejay sendiri tak pernah putus asa. Penantian itu tak sia-sia belaka. Hari ini, satu Minggu setelah selesainya penilaian akhir semester ganjil, keduanya kembali dipertemukan.

Dengan perasaan bahagia dan berdebar-debar yang muncul, seiring dengan hilangnya penantian dan kerinduan individu yang tumbuh dalam diri laki-laki itu.

Koridor sekolah benar-benar hening dan mencekam pada pukul empat sore. Lagipula siapa juga yang ingin repot-repot datang ke tempat ini jika tak ada keperluan?

Sama halnya dengan dua orang remaja yang tengah melangkah berbarengan menyusuri koridor sekolah yang benar-benar sepi tak berpenghuni.

"Sumpah gue berasa lagi jurit malam tau gak. Lagian ini ide siapa sih tiba-tiba banget mau mulai siaran radio lagi?" sungut gadis berambut bob itu alias Eluna Maharani.

Bersama Jacob si anak kelas 11 IPS 1, Luna menjadi anggota klub radio sekolah yang lumayan aktif melakukan siaran bersama para senior maupun junior semasa sekolah normal dulu.

Dan entah kenapa hari ini klub radio itu tiba-tiba kembali dibuka setelah beberapa bulan lamanya hiatus dan tak lagi menyapa para pendengar karena pandemi.

"Tau njir, gue aja udah lupa cara nyapa orang gimana gara-gara keseringan dekem di kamar," kata Jacob seraya menoleh kanan-kiri memperhatikan keadaan sekitar.

Luna menghela napas. Kembali diam menikmati suasana hening yang menyelimuti dua orang itu. Sampai suara panggilan dari belakang membuat Luna refleks menoleh dan mendapati sosok laki-laki tinggi yang melangkah ke arahnya.

"Jehan? Lo ngapain di sini?" tanya Luna.

"Biasalah," jawab Jehan seraya mengacungkan beberapa berkas OSIS. "Lo sendiri ngapain di sini? Bareng ni curut lagi," sambungnya menunjuk Jacob.

quarantine, 97 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang