REKAMAN 9: TURNING POINT

13 7 0
                                    

Pagi itu, hari yang tak biasa bagi Astrid. Ia menjadi sosok seseorang menyaksikan Risa yang bertekad untuk bangkit dari keterpurukan, wajah sumringah Risa mampu menandakan dirinya harus menuntaskan apa yang ia rasa. Antara murka, muak, dendam kesumat, tapi Anaknya lebih tahu apa yang harus dia lakukan.

Ibu, aku pamit masuk sekolah dulu, ya. Dalam bahasa isyarat, ibu mengangguk dan memberikan salam pada Risa.

Risa bersama beberapa temannya memutuskan untuk masuk ke dalam gedung sekolah tersebut, ibu hanya berharap anak semata wayangnya itu akan baik-baik saja seraya waktu. Semilir angin menerpa beberapa helai pakaian yang dia kenakan, melihat Risa tertawa dengan beberapa teman baiknya, mengingatkan ia telah berbahagia sebelum perundungan yang rasakan di masa lampau.

Ibu menyalakan mesin motor yang ia kendarai, dengan sesekali menelisik langit yang tampak cerah mengusik batinnya untuk mengubur masa lalunya dalam-dalam. Suara hatinya mencoba untuk mengingat bahwa ia harus memaafkan masa lalu untuk meraih kedamaian yang ingin ia rasakan—namun siapa yang mengira bahwa kenangan itu membuka goresan luka dan masih ternganga dalam diri,

Ia yakin dengan mengirimi anaknya ke SMA Angkasa bisa membuat perubahan menuju harapan bagi masa depan sekolah itu, walau ibu adalah seorang alumni di sekolah itu, ia menganggap banyak generasi saat ini yang perlu diperbaiki, baik moral maupun pembelajaran yang harus dibenah di sekolah itu, meski sekolah SMA Angkasa terbilang sekolah yang Elit di Kota Jakarta—tapi tak sedikit banyak kasus yang makin membuat miris bagi seluruh orangtua di negeri ini, baik kasus pelecehan wanita, perundungan, kekerasan, dan kasus kejahatan lainnya yang kini menjadi ketakutan siapa saja yang mengalaminya.

Ibu mengela napas panjang dan berdo'a agar Risa baik-baik saja di sekolah itu, dan mampu bertahan hingga akhir kelulusannya.

Tuhan, semoga ia diberi keselamatan dan prestasi yang luar biasa di sekolah itu. Do'a dalam hati yang terkalbu di dalam batin ibu.

***

Mentari pagi menjadi saksi bagi para pemuda-pemudi yang berjalan menuju kelas, seluruh murid menyoroti pandangan ke arah Risa dengan lirikan sedikit segan padanya. Tak terherankan, bahwa kejadian yang menimpa dirinya bisa menyebabkan Risa menjadi bahan omongan para murid ataupun para guru di sekolah SMA Angkasa. Sepasang murid melihat mereka dengan tatapan takut, memundurkan langkahnya, dan bahkan tak sedikit mereka yang berbisik mengenai mereka.

Risa yang tuli itu sudah kembali,

Apakah Risa baik-baik saja?

Kenapa Risa didekati oleh geng Ayu? Apa yang dirasukinya?

Banyak dari mereka yang berbisik dan memberi kabar burung mengenai Risa atau geng Ayu yang kini berjalan dengannya. Bagi geng Ayu, mereka sudah tak peduli dengan omongan-omongan yang dipenuhi omong kosong—atau kabar burung yang menerpa mereka.

Mereka mengerti, geng Ayu memang sebagian besar memang dianggap sebagai "orang cupu". Di sekolah SMA Angkasa, namun seluruh anggota geng itu tak peduli dengan memandang siapa pun di sekolah ini, Ayu menganggap bahwa manusia itu selalu ada kekurangan dan kelebihan,

Di pertengahan jalan, Risa yang berjalan di samping Ayu pun mencolek lengannya, dengan tatapan khawatir ia bertanya dengan Ayu.

Mereka kenapa? Tanya Risa dengan menampakkan raut wajah yang sedikit gamang, Ayu membalasnya dengan senyuman dan menjawab pertanyaan dari Risa dengan menyibakkan anak rambut.

Risa, mereka itu sedang membicarakanmu. Abaikan saja mereka, karena ucapan mereka itu sering kali menyakiti. Jadi, kalau butuh apa-apa, seringlah bermain dengan kami. Balas Ayu dengan senyum terbaiknya, Risa yang merasa tersentuh itu refleks memeluk tubuh gadis yang jauh lebih tinggi darinya. Ayu yang terkejut dengan pelukan Risa, ia mengerti bahwa Risa yang merasa kesepian pun butuh ditemani—terlebih lagi dia telah menjadi penyintas perundungan beberapa waktu lalu.

SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang