REKAMAN 14: CAHAYA TIMUR

8 5 0
                                    

Sepanjang perjalanan mereka lalui, germerlap cahaya lampion yang berjajar rapi di atas kabel yang melintang sepanjang pintasan jalan Taman Kota Jakarta yang menyedapkan mata. Mata Risa masih berbinar-binar melihat kemeriahan festival yang ia datangi. Tak hanya itu, ia mencium aneka aroma makanan yang membuat dirinya terasa lapar sekaligus haus karena keinginannya kini kian besar untuk membeli segala makan dan minum yang terlihat lezat di depan pandangannya.

Akan tetapi, Risa hanya bisa mengurung keinginan—karena baginya sungguh tak bijak jika ia membelanjakan banyak uang demi netra yang lapar dan hati yang impulsif—hanya kalap dalam angan semata, ditambah lagi, pasti dia akan merepotkan beberapa temannya untuk menuruti keinginannya. Risa tak ingin merepotkan mereka, karena ia sungguh tau diri.

Risa dan Hadi berjalan seirama menyusul ke tempat teman-temannya berkumpul, Hadi dari tadi melihat tangan Risa yang selalu menggosok ke kedua tangannya. Kedua pelupuk mata Hadi melirik Risa yang tampak cantik jelita hari ini, ditambah pakaian yang ia kenakan mampu matanya tak bisa berpaling dari gadis itu.

Dari sepanjang memandang, Akhirnya mereka menemukan beberapa temannya yang terlihat dari tadi menunggu di tempat bangku. Risa bertemu kembali dengan beberapa temannya, setidaknya dia bisa mengalihkan pikiran dan pandang agar ia bisa menenangkan setelah apa yang ia alami sepanjang jalan.

Meski begitu, sepanjang jalan hatinya masih ada getaran-getaran yang tak tahu arah dan merasa ada yang menghinggapi—seperti perasaan yang tak biasa dalam sekejap, lebih tepatnya sesuatu yang menggelitik hati.

Matahari sudah kembali dari awan yang berkabut gelap, seberkas cahaya telah menghangatkan kembali suasana di bawah Taman Kota Jakarta. Dalam terangnya, mampu mencairkan suasana yang kikuk antara kedua insan yang berjalan seirama dengan beberapa teman bersama mereka.

Risa pun mengalihkan pandangan ke arah stand bazar makanan, begitu juga Hadi yang sibuk menggunakan earphone dan mencoloknya di gawainya. Tentu, suasana festival kini terasa kembali ramai. Seiring redanya hujan, semua pengunjung kembali meramaikan festival yang diadakan di Taman Kota yang mereka kunjungi. Begitu juga mereka yang sedang berkeliling melihat keseruan yang ada di dalam festival tersebut, dimulai dari atraksi sulap di panggung, pertunjukkan musik, hingga riuhnya festival budaya Betawi dipertunjukkan di sepanjang area Taman Kota Jakarta.

Banyak pengunjung yang berdesak-desakkan untuk berlalu-lalang melihat bazaar yang disuguhkan, tak terkecuali dengan Sansan dan Dewi yang tergiur dengan pertunjukkan musik indie yang memutarkan lantunan lagu akustik, semua terhibur begitu juga dengan Risa walau ia tak bisa mendengarkannya, namun yang pasti getaran sinyal halus kini menangkap syaraf kedua telinganya yang menandakan itu adalah lantunan lagu yang menenangkan.

Walau ia tak bisa mendengar, Risa memilih untuk mengalihkan pandangan ke arah dekorasi festival yang sangat bagus untuk dipandang. Bahkan, susunan warna dan hiasannya saling bersatu padu dengan indah.

***

Tanpa terasa, bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang, yang rupanya Brian ingin berjalan bersama dengan Risa.

Ris, kamu tadi enggak di apa-apain, 'kan sama Hadi? tutur Brian dengan bahasa isyarat, Risa pun menjawab dengan bahasa ibu yang ia gunakan.

Enggak apa-apa kok, Brian. Omong-omong yang lain kemana? aku baru sadar... tanya Risa dengan menggunakan bahasa isyarat, tanpa sadar tingkah Risa mampu membuat orang lain yang berlalu lalang melihat kepadanya, dan sepasang orang yang tak dikenal pun mengata-ngatai Risa dengan kelakar yang tak tahu diri.

"Ih, ada orang bisu, ngapain dia jalan disini?" nyinyir salah satu wanita yang tak dikenal. Sepasang orang itu saling bergelak tawa dan menertawakan Risa, walau Risa tak mengerti apa yang mereka katakan, namun ia mengerti tawa itu bukan sebuah bahan guyonan—melainkan sebuah penghinaan dengan unsur kesengajaan.

SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang