REKAMAN 29: IMPIAN YANG TERWUJUD

6 4 0
                                    

Hari penentuan telah tiba, Hadi melihat seisi orang yang memenuhi bangku para saksi dan juga juri untuk memberikan kesaksian. Ia sangat berterima kasih atas Bram dan juga Paman Alex yang mambantu banyak dalam mengatur persidangan ini dengan rapi dan sesuai dengan pengaturan yang sesuai dengan peradilan.

Ia melirik para teman-temannya yang mengenakan pakaian rapi dan berada dibangku pengunjung sidang, dan di lain tempat, ia melihat Nanda yang tampak gugup di meja terdakwa, beserta keluarga sudah terlihat sangat ketar-ketir ketakutan semenjak Nanda melangkah ke gedung pengadilan tertutup.

Mungkin, Nanda sudah mulai takut jika ia dijebloskan ke penjara akibat akal busuknya yang dilaksanakan pada kawanan yang bodoh—terkecuali dengan Mei yang sudah mulai membaik dan sudah mulai waras, hingga ia duduk seorang diri di bangku belakang beserta kakaknya.

Sedang Astrid dan Bram duduk di bangku penuntut umum, bersamaan dengan pengacara yang berada di sebelahnya. Bahkan, pengacara yang tunjuk pun juga sangat bagus, berkat bantuan Paman Alex yang membantu keluarga Risa seperti meringankan beban keluarganya.

Tak lama kemudian, Hakim ketua dan para hakim anggota pun memasuki ruangan dan memulai proses persidangan berlangsung. Dari pihak terdakwa seperti Nanda dan pihak penuntut umum yaitu Hadi, pun saling menyerang fakta dengan barang bukti yang konkret.

Sang pengacara dari pihak Nanda pun memberikan fakta yang dipelintirkan, namun berhasil disanggah oleh Ibrahim—selaku pengacara dari pihak Hadi, bisa mengembalikkan keadaan dengan melempar pertanyaan kepada Nanda.

"Terdakwa Nanda, apakah disaat perundungan untuk kali pertama, Anda di lokasi perkara?" tanya Ibrahim, dan Nanda menjawab untuk jujur kali pertamanya.

"Ya, saya ada disana bersama Mei, teman saya yang sebagai saksi." Setelahnya, Hakim ketua menunjuk Mei selaku saksi kunci untuk maju ke meja saksi dan memberikan kesaksian yang ia alami.

Langkah demi langkah, Mei pun kembali pada dendamnya dimulai, ia menyumpahi atas nama Tuhan untuk membuat Nanda dan inilah saatnya untuk menjebloskannya ke penjara. Meski para setan itu selalu membisikkan Mei untuk menutupi kesalahan Nanda dan melupakannya, ia masih berpegang teguh dengan apa yang dipesan oleh Brian.

"Jika kamu ingin membuat dirinya nelangsa, inilah saatnya untuk membalas dendam. Mau sampai kapan lagi perundungan ini akan berakhir kalau bukan kamu yang mengakhirinya?"

Mei pun berdiri dan memberikan kesaksian dengan sangat jujur.

"Terima kasih, yang mulia. Saya akan memberikan kesaksian saya perihal perundungan awal dan kedua yang secara tak langsung melibatkan saya sebagai tersangka dengan terpaksa." Mei pun menceritakan yang ia alami di khalayak umum di persidangan.

Walau matanya berlinang air mata, dan tak kuasa menahan rasa sedih yang ia alami. Ia harus melanjutkan kesaksiannya dalam persidangan ini agar Nanda dihukum dengan sepantas-pantasnya.

Disela Mei memberikan kesaksiannya, teman-teman merasa bahwa Mei lah sosok wanita yang pantas dikatakan pemberani, bahkan berhati besar karena berkatnya yang telah berkata jujur, mampu menyelamatkan seseorang, yaitu Risa.

Ayu, Dewi, Sansan, Ahmad, dan juga Brian terkesan dengan keberanian dari Mei yang sudah berani mengutarakan kesaksiannya tanpa ada kebohongan sedikit pun.

Lalu persidangan ini dilanjuti dengan pemberian kesaksian dari terdakwa, lalu permohonan dari penuntut yang diwakili dengan Astrid yang membaca surat permohonan untuk menimbang dari pihak penuntut umum.

"Yang Mulia, izinkan saya untuk membacakan permohonan dari anak saya, Risa selaku korban yang tak hadir dalam persidangan ini." Lalu Hakim ketua mempersilakan untuk melanjutkan pembacaan permohonan dari Risa, sang korban yang berisikan untuk menuntut tersangka siapa pun itu dengan hukuman yang setimpal, lalu mendesak fasilitas disabilitas di sekolah SMA Angkasa, dan juga mengusut tuntas perihal penyuapan terhadap guru.

Ketika sang Hakim anggota mendengar terkait penyuapan, Hakim ketua ingin melakukan pemeriksaan terkait barang bukti yang menguatkan fakta temuan yang menyatakan "penyuapan". Yang diucap oleh Astrid, lalu sang panitera pun meminta izin untuk menyalakan dua rekaman yang tersimpan di dalam flashdisk berwarna hitam.

Selanjutnya seluruh mata tertuju pada rekaman pertama yang memperlihatkan rekaman video—terdapat Pak Rizal dan Pak Gunawan saling menyuapkan satu sama lain dan celakanya, Pak Rizal membawa nama Risa untuk dibungkam. Begitu pula dengan video rekaman kedua yang memperlihatkan Pak Gunawan bersekongkol dengan Rakha yang telah resmi menjadi tahanan lapas remaja.

Tak lama, para anggota KPK beserta kepolisian menyeret Pak Rizal untuk melakukan pengamanan kepada Pak Rizal yang menghadiri pengadilan anaknya dengan berakhir pasrah dan baik-baik saja.

Tak lama kemudian, bukti terakhir yang ditampakan yaitu bukti buku catatan Risa, yang tertera ancaman bagi Risa dari Nanda, Rakha dan Ray, mampu memvalidasi bukti yang diperkuat foto hasil visum Risa dan diperlihatkan alat bantu dengarnya yang terdapat bercak darah.

Setelahnya persidangan dilanjutkan beberapa pekan lagi untuk mengetahui sidang hasil beberapa hari kedepan.

***

Setelah satu pekan pasca sidang pertama berlangsung, dan sudah melalui pengajuan banding, sekarang sudah penantian panjang telah tiba, yaitu babak penantian sidang akhir. Sudah sepekan dalam penantian banyak pihak ingin menunggu hasil dari pengadilan yang membuat geger media massa menunggu di luar gedung.

Sang hakim ketua memakai kacamatanya yang berada dalam genggamnya yang berasa di altarnya dan membuka hasil putusan pengadilan yang akan diikrarkan, sang hakim pun memutuskan dengan adil.

"Dengan ini putusan pengadilan ini dimenangkan oleh pihak penuntut umum, sedangkan untuk terdakwa, yaitu Nanda Sheila Puspita, dikenakan vonis delapan tahun penjara, dengan menimbangkan sang terdakwa, yaitu Nanda, telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang terkandung dalam pasal 354 KUHP termuat pada pasal tentang penganiayaan yang diatur dan mengancam nyawa korban."

Semua dari pihak Risa menangis bahagia terlebih khusus kepada sang ibu yang berbahagia bahwa cita-cita Risa tercapai dengan baik, dan Nanda diadili dan resmi menjadi tahanan lapas mulai dari detik ini.

Ketika para anggota majelis hakim beserta jaksa, panitera, dan anggota majelis hakim lainnya keluar dari ruangan. Nyoman hanya bisa berpasrah seorang diri dan harus menelan realita pahit, bahwa suaminya akan ditindak lanjuti pada pihak komisi pemberantasan korupsi yang ia ketahui menyuap beberapa anggota pemerintah tak terkecuali dengan kepala sekolah SMA Angkasa, di tambah anaknya yang masuk ke dalam jeruji besi nan dingin menghantui Nanda.

"Sudah naas nasibku ...," lirih Nyoman yang pasrah dengan keadaan yang ia alami.

***

Seusai pengadilan itu dilaksanakan, Hadi membuka panggilan telepon yang berupa video call dari Risa. Risa pun bertanya dengan Hadi dengan tersenyum lemas.

Bagaimana hasil dari persidangannya? tanya Risa dengan menggerakan tangannya yang lemas. Hadi pun tersenyum sumringah pada wajahnya.

Risa, semua cita-citamu terwujud. Ungkap Hadi dengan tersenyum manis. Dan mereka berdua berakhir dengan suka cita, baik dari kedua orang tua Risa, teman-teman Hadi, dan juga para teman-teman disabilitas yang tengah berjuang di muka bumi ini. 

SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang