Hari sudah menuju menggelap, dan mentari sudah berganti menjadi rembulan yang telah menampakkan siluet cahaya menghangatkan suasana gelap sepanjang jalan yang Hadi tempuh.
Sejak ia memutuskan untuk pulang dan kembali ke rumahnya, entah apa yang dipikirkan pria yang dari tadi menyetirkan mobil hatchback yang berwarna hitam legam itu. sepanjang jalan ia menyetirkan dengan teringat dengan perkataan-yang-penuh-nista itu pada Risa yang masih lugu itu.
Sial, kenapa aku bisa kelepasan seperti itu? Runtuknya dalam hati dengan menepukkan dahinya. Di sisi lain dari yang ia lakukan, Hadi tak berhenti tersenyum melihat Risa yang kini sudah tak sedih lagi. Berkat apa yang ia lakukan, Hadi mampu menemukan senyuman Risa yang untungnya yang hanya bisa dilihat oleh dia seorang—bukan seorang buaya darat seperti Brian, bukan seorang yang cepat mimisan seperti Sansan, atau yang pendiam dan membatu seperti Ahmad.
Kapan lagi Hadi bisa mendapatkan untung bandar? Sudah disenyumi oleh gadis yang menarik perhatiannya dari hari pertama Risa datang ke sekolah, bisa bertukar informasi dengan Tante Astrid dan diterima oleh keluarga Risa dengan hangat.
"Semua ini terasa seperti mimpi...," gumam Hadi yang sambil menyetirkan mobilnya, di sela ia mengendarai, ia menyetelkan radio yang berputar untuk menemani dirinya yang kesepian saat ini.
Senandung lagu yang mensyahdukan dirinya dan ditemani beberapa secercah cahaya yang menerangi jalanan sunyi nan menunjukkan satu arah, ia tak mengira bahwa Risa seorang gadis disabilitas yang sederhana. Tapi sejak kunjungannya, Hadi mendapatkan pelajaran yang menjawab satu persatu atas pertanyaan hidupnya.
Dengan menundukkan kepala, Hadi merasakan seseorang yang tak seberuntung dirinya. Cukup melihat sekitar, Hadi melihat sosok keluarga yang berkecukupan dan membuat dirinya tertampar dengan jawaban yang ia peroleh—yakni, sebuah kesyukuran pada hidup. Ia melihat kondisi Risa yang sederhana namun dipenuhi dengan kehangatan rumah tangga.
Hadi bersumpah pada Tuhan, ia sangat mengiri dengan apa yang Risa rasakan, ia tahu dia mendapatkan kekayaan yang mencukupi dirinya untuk hidup. Ia merasa tak kesusahan jabatan apa yang ia dapat—karena dia seorang anak dari presdir perusahaan pertambangan, namun ia tak dapat perlakuan hangat dari keluarga.
Entah kepada ia harus berharap dan bersimpuh, dari kecil ia merasa kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ayah yang pergi ke luar negeri itu tanpa ada kabar sedikitpun dengan Hadi mampu membuat dirinya kehilangan kasih sayang, bahkan cintanya kepada orang tua pun telah pupus karena tangis tak mampu membuat dirinya teguh.
Segala harap yang ia miliki telah sirna—dan tenggelam dalam jiwanya yang sunyi, anak yang kehilangan jejak ayah setelah kematian ibu mampu membuat hatinya mengais-ngais hingga tercabik-baik dalam luka yang begitu dalam dan tak bertepi.
Netranya yang masih menatap fokus menghadap ke arah di depannya, rintik hujan mala mini sudah mulai jatuh ke atas tanah dan membasahi kaca mobil. Fragmen-fragmen yang ia miliki, sudah mulai meluap dan memicu matanya untuk mengeluarkan cairan bening hingga tak terasa membasahi tulang pipinya.
Kini, hanya Hadi seorang yang bisa merasakan pahitnya hidup. Hatinya yang dingin itu meleleh melihat keirian yang ia lihat. Hadi ingin kembali ke masa lalu—ingin melihat keluarganya yang saling mendekap dan selalu bersama satu sama lain, namun takdir memang tak mudah bagi Hadi. Ia harus melebarkan rasa sabar yang ia miliki untuk menerima selalu keadaan yang tak adil.
Ia menepikan mobil di pinggir jalan, tanpa mempedulikan kondisi perut yang sudah bergejolak untuk meminta makan, rasa sedihnya kini mengalahkan segalanya termasuk dengan rasa lapar yang ia rasa, Hadi memukul pelan Steer Mobil dan berkata, "Tuhan, mengapa aku dibesarkan oleh keluarga yang tak mengenal kasih sayang? Lalu dimanakah engkau yang kata orang itu Maha Pengasih? Mengapa aku tak memiliki itu?" rengek Hadi dengan menumpahkan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]
CasualeKepada Yth: Siapa pun membaca surat ini. Ia tak bersuara bukan berarti bisa kau semena-menakan, Ia tak mendengar bukan berarti dengan mudahnya kau hina. Ia terdiam bisa jadi mengingat semua perbuatan kejimu, Dan membalas semua perbuatanmu dalam d...