Kepadamu,
Dari seseorang yang telah menyerah menyimpan rasa padamu.
Halo, Kamu.
Ingatkah engkau pada malam-malam penuh rindu di bawah sinar rembulan?
Engkau yang mendatangiku dengan menawarkan sebuah janji,
Katamu, "Maukah engkau menjadi teman sebangkumu?"
Awalnya, aku tak mengira, itu akan menjadi sebuah pertanda,
Tanda tanya besar dalam benakku.
Apakah ini sebuah ajakan sebagai teman?
Tapi mengapa engkau seperti melamar seorang gadis perawan
Yang hendak dinikahi oleh pria?
Ah, tidak.
Aku sudah terlalu banyak dalam harap,
Sudah terlalu banyak luka untuk dibagi,
Anganku kini sudah sirna,
Bagai angin yang menyapu debu,
Hilang, lenyap, dan pergi begitu saja,
Seperti manusia yang tak tahu
Jalan menuju pulang.
***
Pada hari yang sama, aku menelusuri dalam perjalanan yang cukup panjang. Dari Jakarta pusat hingga ke arah timur, aku lalui yang disaksikan oleh matahari sore yang beranjak pergi dari langit.
Aku mengerti mengapa gadis di sampingku itu tertidur pulas—dengan napasnya yang ia hembuskan setiap detik. Netranya yang masih tersembap itu, aku mengira bahwa hatinya kini telah remuk diinjak realita yang brengsek, bejat yang seolah-olah dipaksa untuk menikmatinya.
Memang, kemunafikan yang jahat itu mengajarkanku akan berharganya nilai kejujuran dan tak mendewakan harapan—serta percaya akan janji yang mungkin suatu hari akan berubah menjadi ingkar, dan memandangnya dengan kekecewaan yang begitu mendalam.
Sungguh kuat dirimu, Risa. Padahal, kebahagiaanmu sudah diambil oleh para tirani, hak dalam hidupmu juga ditiadakan, hingga perasaan yang seperti dimiliki oleh manusia saja dirampas oleh mereka yang sok borjuis dan congkak yang tak haus dengan menghancurkan hidupmu.
Meski aku memang tak tahu, apa hubunganmu dengan pria munafik seperti Hadi, aku mengerti betapa engkau kecewa dengan apa yang kau lihat. Aku juga tak menyangka, mengapa pria itu bertekuk lutut dengan wanita penyihir yang tak tahu diri—amoral dan dibenci banyak orang dalam diam.
Bukan salahku, jika suatu kelak aku ingin menghabisi pria itu untukmu? Jangan salahkan aku jika aku turut ikut berduka perihal kepatah hatian yang memberangus semua rasa cintamu padanya,
Aku tak tahu seberapa jauh hatimu telah bertaut pada pria yang terlihat apatis—yang mengejutkan aku, kau dan beberapa teman dari kita yang menyadari bahwa ia memiliki sisi yang berbeda. Sudahlah, makin lama aku membahas dia, suasana hatiku kini ikut marah dan tak kuasa untuk mengamuk.
Ya, tentu aku akan menggantikanmu untuk menghibur hati gadis disampingku. Sudah saatnya takdir mempertemukanku dengan gadis itu, untuk memberikan kebahagiaan dan menjagamu dari kelakar Hadi yang telah merusak hatimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]
DiversosKepada Yth: Siapa pun membaca surat ini. Ia tak bersuara bukan berarti bisa kau semena-menakan, Ia tak mendengar bukan berarti dengan mudahnya kau hina. Ia terdiam bisa jadi mengingat semua perbuatan kejimu, Dan membalas semua perbuatanmu dalam d...