REKAMAN 4: SUDAH KUBILANG...

30 14 0
                                    

Sudah satu pekan berlalu, aku sudah melewati hari-hari di sekolah dengan sangat menyenangkan. Aku beserta kelima temanku melalui pekan sekolah yang sangat seru.

Di sekolah ini aku mendapatkan banyak pengalaman baru, bahkan mereka mengajariku apa pun yang aku inginkan. Mulai dari berdandan, berpakaian yang elok dipandang, bahkan mereka mengajakku makan makanan lezat.

Hingga suatu ketika siang hari itu tiba, aku berjalan sendirian di perpustakaan. Tentu karena aku ingin membaca buku di ruangan itu. Ya, teman-temanku tak ingin ke perpustakaan karena mereka tak suka dengan ruangan sepi dan tak suka baca buku.

Ah, aku tak bisa memaksakan kehendak mereka, toh mereka sedang bermain-main di kantin dan di lapangan. Aku tersadar, ada sosok siswa yang duduk di tepi ruangan dan membaca buku hingga mengantuk.

Aku tak sengaja melihat wajahnya yang kini bersembunyi di balik buku yang diberdirikan, kedua telinganya disumpal oleh earphone yang berwarna putih susu itu menghantar dirinya terlelap dalam tidur.

Langkahku pelan melewati pria yang tidur itu dengan pelan, namun entah mengapa ia menarik bajuku dengan pelan. Aku tak mengerti apa maksud siswa yang tertidur itu, aku mencoba untuk melepaskannya, namun ia tetap bersikukuh untuk tidak melepaskannya.

Mau tak mau, aku mencoba mengerang dan melepaskan tangannya sebisaku, dan pria itu terbangun dan mengusap matanya. Ia pun menundukkan kepalanya dan membuka earphone yang disumpalkan pada telinga yang ia miliki.

Setelah ia melepaskan tangannya, ia reflek meminta maaf dalam bahasa isyaratnya.

"Maaf, aku tak sengaja," dalam bahasa isyaratnya, aku tersenyum dan membalas bahasa isyaratnya dengan tanganku.

"Tak apa, kau sudah mahir dalam bahasa isyarat?" tanyaku dalam bahasa isyarat.

"Ah tidak kok, aku hanya mempraktikkannya untuk berbicara dengan kakakku," balas pria itu sambil mengusap belakang lehernya. Aku pun duduk disamping pria itu dan menaruh buku-buku yang kupegang.

"Bolehkah aku duduk disampingmu?" tanyaku dengan bahasa isyarat, ia pun mengangguk pelan.

"Tentu, silakan." Ia pun merapikan beberapa buku yang berantakan di hadapannya. Aku pun merapikan buku dan membuka buku yang ada dihadapanku.

"Omong-omong, Siapa namamu? Aku Risa." Aku menjabatkan tanganku ke arahnya, ia pun melihatku dengan malu.

"Namaku Hadi, omong-omong kau dekat dengan Mei dan teman-temannya. Ya?" tanyanya dengan isyarat untuk memastikan, Aku mengangguk serta membalas pertanyaan pria yang di sampingku.

"Ya! Mereka menyenangkan sekali! Terutama Me—" ditengah aku menceritakan tentang mereka, ia menutup tanganku dan menaruh telunjuknya di depan bibirnya.

"Menjauhlah dari mereka." Hadi menatapku dengan tatapan tajam, ia menggerakkan jari jemarinya dengan cepat seolah-olah ia mengekspresikan dengan penuh amarah.

"Mereka bukan teman yang baik, Risa. Aku akan memperingati dirimu jangan sampai menyesal," tegasnya dalam bahasa isyarat. Aku terperanjat dan mengambil kembali buku-buku yang kutaruh di meja, aku berpikir ulang untuk duduk bersamanya.

Aku memutuskan untuk keluar dari ruangan dan berlari dari kelas, tanpa sadar air mataku menetes dan tumpah begitu saja di pipiku. Banyak yang ku pertanyakan selama ini, entah dari secara tak langsung ketika kedatanganku aku merasa janggal dan tak bersahabat, namun aku merasa takut untuk mencari tahu apa di balik dari semua yang terjadi.

Dimulai dari orang-orang disekitarku menatap aneh ketika aku jalan bersama mereka, dan keberadaanku terasa tak diterima oleh sebagian besar.

SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang