Di sore itu, sosok siswa yang melihat Risa menangis seunggukkan dengan posisi meringkuk kesakitan. Brian tak bisa melihat seseorang menangis sesenggukan di hadapannya, bau busuk di pakaian Risa kini membuat pria itu merasa makin sedih melihat kondisi yang menimpanya.
Brian pun kini melepaskan jaket OSIS demi Risa tak merasa kedinginan akibat disiram oleh Rakha dengan cairan bau nan dingin yang mampu membuat kulitnya menggigil. Ditambah lagi, sore ini hujan turun dengan deras di langit SMA Angkasa.
"Pakai ini," ujarnya yang menaruh jaket osisnya dengan pelan, dan Brian pun duduk disamping Risa tanpa mementingkan seberapa menjijikannya Risa saat ini. Risa yang matanya sembab akibat tangisannya, kini melihat Brian dengan tatapan yang penuh nanar.
Jarinya kini merogoh pensil dan buku yang setengah basah akibat siraman yang diberikan oleh komplotan Rakha dengan arogan. Matanya yang tak henti-hentinya menangis meratapi kondisinya yang terlihat jelas oleh sosok yang tak dikenal Risa.
Di tengah ia mencoba mencari buku yang kering untuk dicoret, Brian mendekapi Risa dengan hangat dan lembut, ia tak peduli Risa kini sangat bau busuk atau sudah tak elok lagi di hadapannya.
Brian memeluk Risa dengan tulus, Brian mengerti betul rasanya dirundungi seperti Risa. Hati pria itu terasa tercabik-cabik ketika ia melihat kondisi Risa yang menyayatkan hati nan memilukan bagi seorang yang melihatnya.
Dengan sigap, Risa melepaskan pelukannya, menyeka mata dan berbicara dengan bahasa isyarat.
"Aku tak tahu Kamu bisa berbahasa isyarat atau tidak, tapi terima kasih atas perhatianmu, sungguh. Aku tak apa-apa," yakin Risa dengan bahasa isyarat yang ditampakan.
Brian pun tersenyum dan mengangguk, ia membalasnya dengan bahasa isyarat di tangan kanannya.
"Tentu bisa, Adikku seorang disabilitas yang sama sepertimu," balas Brian dengan menggunakan bahasa isyarat yang cukup mahir dan jelas. Risa pun terdiam dan menyadari bahwa ia tak sendiri, ia mengetahui bahwa adik dari Brian dan kakak dari Hadi juga seorang disabilitas.
Rasa sedihnya kini kian mereda seiring waktu, Brian menghiburnya dengan baik. Dengan menghabiskan banyak waktu, mereka saling memberikan curahan hatinya satu sama lain. Perihal tentang keresahan yang dirasakan oleh Risa mengenai sekolah ini, komplotan Rakha, hingga cerita tentang perkumpulan Ayu dan juga Hadi yang tak menganggap disabilitas itu sebuah kekurangan, karena salah satu kerabat di perkumpulan Ayu dan Hadi itu memiliki kerabat yang disabilitas.
"Omong-omong, apa Kau ingin bergabung di kelompok Kami? Tenang, Kami tak sepicik komplotan Rakha. Jika Kau ingin membutuhkan waktu, tak apa. Kami tetap menunggumu," celetuk Brian dengan menggunakan bahasa isyarat. Namun, Risa masih trauma dengan pertemanan yang berkelompok, perihal ia baru saja dijahati oleh komplotan Rakha yang berbuat semena-mena padanya.
Akan tetapi, ia tak ingin kehilangan sosok yang tulis seperti Brian lagi di hadapannya, ia menulis beberapa kalimat di dalam catatannya.
"Bolehkah aku bertukar nomor ponsel denganmu? Aku ingin berbicara lebih banyak padamu!" seru Risa dalam tulisannya, ia tersenyum sambil menunjukkan mata Risa yang sembab.
Ugh, terlalu imut! Dalam hati Brian.
Tanpa keraguan, ia menulis beberapa nomor dan tak sadar wajah Brian terlihat merah merona melihat keimutan yang ditampakkan oleh Risa. Brian itu tersenyum pada Risa dan bangkit dari duduknya mendengar bel jam sekolah sudah selesai yang berarti menunjukkan sekolah sudah usai.
![](https://img.wattpad.com/cover/295343421-288-k964221.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]
AcakKepada Yth: Siapa pun membaca surat ini. Ia tak bersuara bukan berarti bisa kau semena-menakan, Ia tak mendengar bukan berarti dengan mudahnya kau hina. Ia terdiam bisa jadi mengingat semua perbuatan kejimu, Dan membalas semua perbuatanmu dalam d...