REKAMAN 24: SEKUTU DALAM MUSIBAH

8 5 0
                                    


"Kamu yakin mau menindak lanjuti ini ke pihak kepolisian?" tanya Razak yang berusaha meyakini apa yang Hadi ucapkan, perihal ingin mengusut hal perkara ketidak adilan yang dialami oleh Risa.

"Saya yakin, Om," tegas Hadi dengan menyerumput kopi susu yang hangat dalam genggamannya.

"Lalu, mengapa kamu terlalu terlibat dengan kasus Risa? Apa kau tak merasa bahwa kamu itu ikut campur dengan urusan gadis itu?" tanya Razak yang berkali-kali mengkonfirmasi agar ia tak salah dengar dengan apa yang diucap oleh Hadi.

"Om, apa om tidak terlalu menutup hati, jika om tak mau membantu orang lain yang kesusahan—coba om pikir, jika om punya orang terdekat om dan harga dirinya diinjak-injak? Apa om tidak merasa sakit jika orang itu org yang om kasihi?" tanya Hadi dengan menatap nanar lawan bicaranya dengan serius.

"Tapi kan, Dik Hadi, itu kan bukan urusan kamu, sudahlah. Jangan persulit hidupmu dengan temanmu itu, kau kan bisa mengabaikan dia—" putus nya dengan santai, mendengarkan ucapan yang merendahkan harga diri dan juga perasaan nya, Hadi pun bertindak tegas kepada Razak.

"Saya sebenarnya bisa membiarkan dia begitu saja—nyaris mati diperkosa dengan pria yang tak bertanggung jawab. Tapi karena saya sayang dengan almarhum ibu, dan ibu saya adalah wanita, saya tak membiarkan satu pun teman saya—khususnya wanita itu dirundungi dan mati diperkosa dengan pria bejat seperti mereka!" ungkap Hadi dengan penuh rasa emosi hingga tak terasa membuat mereka menarik perhatian banyak orang di dalam Coffee shop.

"Tenanglah sedikit, Dik, dengarkan saya dulu!" desis Razak yang terlihat panik kepada Hadi yang terlihat sangat emosional saat ini. Hadi melirik sinis kepada Razak yang terlihat meremehkan dirinya yang sedang sangat teramat emosional.

"Perlu tenang seperti apa, Om? Om seperti meremehkan kasus ini, berarti Om juga meremehkan saya dan beberapa korban diluar sana yang sedang direnggut rasa amannya! Sudah om, tak perlu penjelasan lagi, permisi," ungkap Hadi yang angkat kaki dari Coffee Shop—meski ia seorang bocah ingusan, Hadi mengerti dengan apa kata banyak orang bahwa penegak hukum saat ini sudah tumpul, dan banyak ketimpangan yang terjadi di realita, Hadi sudah tahu menahu tentang apa yang terjadi di realita.

Dalam perjalanannya, ia merasa sangat kecewa dengan ucapan yang dilontarkan oleh Razak, dan beserta para orang-orang yang zalim terjadi pada sore ini.

Aku sudah kecewa dengan semuanya. Ungkap Hadi dalam hati.

***

Sudah beberapa pekan berlalu, dan kondisi Risa masih belum berujung baik. Meski mereka saling bergantian untuk besuk, semua teman Risa merasa sangat kehilangan.

Hampa, sunyi, senyap, bagai kesepian itu melanda pada mereka masing-masing, tidak ada senyum yang cerah menyinari hari mereka. Meski sekolah SMA Angkasa itu terlihat baik-baik saja, namun tidak dengan hati mereka yang telah dihibur dan ditolong banyak oleh Risa baik materi dan juga moril yang disimpan.

Meski langit terlihat cerah, namun bayang-bayang kejadian beberapa waktu lalu masih terasa dan membekas kepada mereka—terlebih khusus adalah Hadi yang sekarang melewati lorong Gedung Aula dan pria itu berdiri di depan gedung tersebut.

Suara-suara tangisan Risa masih terekam jelas dalam otaknya hingga alam bawah sadarnya, banyak malam-malam kesunyian itu masih terhadirkan dalam mimpinya, ketika hati Hadi mendamba sosok gadis yang tersenyum, sejujurnya, Hadi masih mencintai gadis itu karena sosoknya yang sangat sudah pantas untuk dikatakan wanita kuat.

Kehadiran Risa yang ia tunggu, ia memanjang harap dan memupuk ketabahan yang ia simpan dalam detik, menit, hari, bahkan berminggu-minggu lamanya, ia masih setia menemani Risa hingga gadis itu sadar dan membaik.

SURAT TERBUKA DARI YANG TERBUNGKAM [✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang