7 - What's the secret?

104 24 9
                                    

an: Lagu di mulmed boleh diputar setelah baca ya. Ada konten nyanyi2 nih dibawah😃

Jangan lupa follow Ig: @taleofus.4

.....

Sudah dua jam lebih kiranya Mark membuat tugas iklan bersama dengan Jun Jaelani, dan empat kawan lainnya. Jun disini ditugaskan membantu dan menjelaskan hal-hal yang belum pak Suro berikan. Bisa dibilang sih seperti asisten dosen.

Mark fokus mendengarkan temannya yang sedang menjelaskan langkah akhir tugas mereka. Meski belum sepenuhnya selesai karena hari kini makin gelap.

Lelaki berpakaian hoodie itu melirik ke arah Jun yang sibuk dengan ponselnya. Sebuah deringan terdengar dan laki-laki tinggi itu langsung menjauh lantas mengangkat si penelepon. Mark kembali memandang depan dan sesekali ikut memberi komentar pada tugas mereka.

"Mark sama Lucas bagian dokumentasi ya. Gue, Lami, sama Hani nanti nerusin naskahnya," ucap Mina sambil menyodorkan sebuah flashdisk yang berisi salinan tugas.

Lucas menerima benda kecil itu sambil melirik Mark, lalu memainkan kedua alisnya. "Malam ini sabi kali? Biar besok beban tugas berkurang."

Mark mengangguk sekali. "Ok! Di kos gue aja."

"Eh, kak Jun kemana? Masa kita tinggal balik tanpa kabar?" Lami menyadari Jun yang tidak ada. Memang, sudah sepuluh menit lebih orang itu tidak balik-balik.

"Kalian cowok-cowok cari sana," Mina menyaut. "Biar kita beres-beres."

Mark mengagguk patuh lalu menyusul Jun bersama dengan Lucas. Teman Mark satu itu tak bisa diam selama berjalan, selalu memainkan rambut, dan bergaya apabila melewati kaca-kaca ruangan. Hadeh, terlampau percaya diri kadang itu baik, kadang juga enggak.

"Mark, gue baru kali ini loh ngobrol sama lo. Gak seburuk yang gue pikirin sih." Lucas menjejeri Mark, saat dirasa perjalanan mereka begitu sepi.

"Maksud lo? Berarti gue sebelumnya buruk gitu?"

Tawa Lucas berderai ringan. Dalam koridor yang lumayan sepi ini, suara langkah keduanya terdengar jelas. Bahkan suara Jun dari balik dinding depan sudah dapat tertangkap.

"Lagian lo kenapa sih, kadang suka marah-marah ke sivitas akademika. Bahkan dosen kadang lo tatapin tajam. Duh, berani sih lo."

Mark berhenti jalan. Dia menatap Lucas dengan kepala miring, tanda sedang berpikir. Dia menepuk bahu Lucas sekali, "Coba deh, lo kalau diintimidasi atau diomongi hal-hal ambigu, risih nggak?"

"Ya, risih lah. Jadi objek gitu, kan?"

Mark mengagguk. "Nah, terlepas dari lo pernah atau nggaknya, kalau ada hal seperti itu, namanya udah nggak baik. Meski bukan ke kita, tapi bukan berarti kita mengabaikan dan nggak menegur si pelaku."

Lelaki itu kembali melangkah. Dia tidak memikirkan bagaimana teman kelasnya itu akan menyimpulkan argumennya. Mark hanya ingin memberi tau singkat saja, agar orang lain tidak banyak tanya. Karena seharusnya hal seperti itu sudah dipahami oleh remaja dewasa seperti mereka.

"Tapi kan, kadang mereka cuma muji. Dan juga-" ucapan Lucas terhenti kala Mark membungkam mulutnya tiba-tiba.

"Diem, Kas. Bentar," katanya. Lucas menurut meski ingin sekali mengomeli teman ngeselinnya ini.

Di balik dinding itu terdapat seseorang yang sedang menelfon. Mark terdiam begitu tadi dia mendengar nama seseorang disebut. Telinga Mark menempel pada dinding sesekali mengintip melihat Jun, yang sedang menelfon itu.

"Saya udah bilang, Ayah, nggak suka sama Yeri. Saya nggak mau ngecewain dia terus-terusan."

Mark menggigit bibir bawahnya mendengar kalimat demi kalimat itu.

Tale Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang