Mark memandang dua lelaki didepannya bergantian. Ada Sena, dan ada Bekyu, tetangga keluarga Suro. Dia terdiam dengan mulut melipat dan kedua tangan bersedekap.
Bekyu bersuara, "Kalo gue, Le, hiburnya dengan beliin coklat, eskrim, atau kesukaan lainnya."
"Jadi gue harus beli dulu nih?"
"Ya iyalah. Emang lo punya?"
Mark menggeleng. Dia melirik arah Sena yang masih mematung di depan pintu putih bertuliskan pada gantungan, YR's room. "Makanan kesukaan Yeri apa, Bang Sena?"
"Es krim," jawab Sena singkat. Dia sesekali mengetuk pintu Yeri yang sangat nihil untuk dibuka.
Pagi lalu saat Mark disuruh datang, adalah untuk membujuk Yeri yang tiba-tiba sepulang jogging ngambek sampai siang ini. Sena yang kebetulan berangkat kuliah siang, mendadak panik akibat tangis Yeri yang begitu kuat pagi itu. Sena bingung harus bagaimana, alhasil dia menelfon Mark, karena pikirnya, Mark adalah gebetan Yeri secara tidak langsung.
"Bang Bek, ada cara lain nggak?" Mark menatap lelaki berumur seperempat abad itu putus asa. Entah ada apa dalam dirinya, kenapa begitu antusias ingin membujuk Yeri. Dan, ingin melihat Yeri hari ini juga. Sepertinya memang hati Mark sudah terbuka dua puluh persen.
"Beliin es krim aja itu. Udah sana buru! Market deket kok, di ujung jalan." Bekyu mendorong punggung Mark untuk segera pergi, lantas melirik Sena yang masih saja diam.
"Sen! Mending lo siap-siap aja sana bimbingan. Urusan Yeri biar gue sama Leo. Gak ada gunanya lu diem aja dari tadi!"
Omelan Bekyu tak cukup membuat Sena bergerak. Bekyu hanya mendengkus kasar dan berlalu menuju ruang tv, kembali menonton film kesukaannya.
Mark tak bisa bayangkan memiliki saudara semacam Bekyu. Sewot dan blak-blakannya membuat Mark merinding.
.....
Sudah setengah jam sepulang dari market, Yeri masih tak membuka pintu untuk Mark. Mark mencoba mengetuk lewat jendela samping yang tertutup tirai, namun tetap nihil. Dia mengelap keringat pada dahinya, lantas mengambil sebungkus eskrim dan memakannya. Es krim rasa cokelat adalah kesukaannya, maka sedikit bisa menghilang lelahnya menunggu Yeri.
Bekyu mendatangi Mark, dia memberikan satu kunci, lalu dagunya bergerak menunjuk pintu kamar Yeri. "Buka nih. Gue kan kepercayaannya om Suro. Jadi semua kunci cadangan gue tau letaknya."
Mark melongo sambil mengerjapkan mata melihat Bekyu yang kini tersenyum. "Gue buka aja nih, Bang? Takut nggak sopan deh."
"Buka aja. Yeri paling lagi pake headset, nonton film, sama ngemil. Bye, gue mau ke ladang. Oh ya, jangan lupa tanyain ada masalah apa dia." Dikedipkan sebelah matanya lantas berlalu dengan langkah jenjang.
Mark mengangguk setengah yakin. Dia kini bingung menatap kunci dan pintu kamar bergantian. Dia baru tersadar, kenapa tidak sedari tadi Bekyu memberikannya kunci? Kenapa dia harus datang dan membeli snack di market sejauh lima ratus meter? Mana jalan kaki pula. Dan kenapa, Sena sang kakak, tidak mengetahui ada kunci cadangan?
Ah, sungguh! Keluarga aneh.
Dilahapnya sisa es krim sekaligus. Mark membuang wadahnya pada tong sampah secara kasar, lalu segera membuka kamar Yeri.
Klek!
Pintu terbuka perlahan.
"Yeri? Gue Mark."
Mark menutup kembali pintunya. Dia memandang sekitar melihat seisi kamar Yeri yang didominasi warna ungu. "Ri?" Panggilnya lagi.
Mark berjalan menuju meja belajar saat melihat tangan Yeri terjulur. Meja dengan kursi gaming yang tinggi membuat perempuan itu tidak terlihat dari belakang. Mark terkekeh saat mendapati Yeri yang tertidur dengan headset di kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Fanfiction[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...