Selang infusnya bergoyang ketika tangan kanan itu bergerak mengambil kue kering, lalu memasukannya dalam mulut. Terus begitu sampai tangannya pindah mengambil semangkuk bubur hangat.
"Bang,"
Mark menoleh dan berdeham pada Hareza yang duduk di kursi sampingnya. Lalu kembali sibuk memakan bubur.
"Mau gue suapin nggak? Kasihan gue liatnya, ribet gitu ada infusnya deh."
"No, no, no! Thank you. Gue masih bisa sendiri, Har."
Hare mendengus. Dia beranjak duduk disamping Jack yang sedang menyiapkan vitamin untuk Mark. "Bang Jack," bisik Hare.
"Apa?"
"Bang Tio, atau lo, udah hubungin ayahnya bang Leo?"
Jack menoleh pada Hare dengan diam. Dia ikut berbisik, "Nggak. Kita takut Leo marah. Karena dia nggak mau ayahnya ngurusin dia."
"Maksudnya?"
Helaan napas Jack pelan. Dia menatap Mark yang sedang sibuk makan sembari menonton tv ditemani oleh Donni disampingnya. Jack berbisik lagi, "Leo udah lost kontak sama ayahnya dari lama. Dia juga nggak mau ayahnya tiba-tiba dateng, terus ngajak dia ke Kanada. Jadi, lebih baik nggak usah ditelfon. Dia juga udah sembuh kok."
Hare mengangguk-angguk. Dia baru tahu hal ini sekarang. Matanya menatap Mark sendu, seperti ada rasa kasihan yang mendalam pada abangnya itu. Hare kemudian bangkit, menuju Mark dan memeluknya ringan.
"Ngapain woi?" Mark menepuk-nepuk lengan hare yang melingkar di pinggangnya. Dia kini sedang makan apel hasil kupasan Donni.
"Caper, caper. Dari tadi dikacangin sih sama lo."
"Enak aja lo, Bang Donni." Hare mendelik lucu pada Donni. Lalu mendongak menatap Mark, "Meluk lo, Bang. Kasih semangat."
"Anjay dah lu. Sana-sana, berangkat sekolah. Apa gue mintain Karina biar bisa berangkat sama lo?"
Ibu Rona dan Karina pagi ini sudah berpulang akibat suruhan Mark, karena sudah cukup menjaganya dua malam ini. Mark juga sudah ditemani teman-temannya, dan akan berpulang nanti malam mengingat kondisinya lumayan baik.
Hare melepas pelukan. Dia menampilkan raut cemberut yang begitu konyol bagi Mark. "Jahat, Bang Leo. Oke lah, byeee. Gue pergi yaaa. Gue pergi nih!"
Hare berakting seolah-seolah ingin pergi namun tersirat ingin dicegah. Dia melambai, dan berjalan sampai pintu. Mark, Donni, dan Jack, hanya tertawa dan membiarkan lelaki berpakaian seragam itu pergi. Alhasil Hare kembali duduk disamping Jack, tentu dengan wajah muram.
"Dasar bocah," gumam Jack pelan dengan kekehannya.
Jam tiba-tiba saja sudah menunjuk pukul sebelas siang. Teman-teman Mark pun sudah berpulang dari tadi akibat kelas dan sekolahnya. Kini sisa Mark sendiri di ruangan seluas ini. Dia membuka hpnya yang baru saja tercas.
Tidak ada notif apapun. Dia iseng membuka kolom chatnya dengan Yeri. Masih sama dengan dua malam sebelumnya. Jemari tangan Mark bergerak diatas keyboard. Saat sederet kalimat itu sudah siap kirim, dia kembali teringat dengan kejadian Yeri dan Jun.
Apa, mereka sudah berbaikan? Dia tanya pada Donni tadi pun, tidak ada hari dimana Yeri menjenguknya. Tak sadar Mark mendesah, sedikit kecewa terhadap kenyataan ini.
Pintu terbuka. Mark meletakan hpnya begitu seorang dokter masuk dan mengecek dirinya.
"Nak, itu ada temenmu atau siapa, di luar?" tanya pak Dokter.
"Temen saya, Dok?"
Pak Dokter memgangguk. Tak lama dia lalu berpamitan, dan mengingatkan Mark untuk banyak istirahat ketika dirumah nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Fanfiction[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...