Beberapa hari terlewati oleh Mark dengan baik. Nilai tugasnya pun tak lagi menurun karena dia kini mempunyai teman yang dapat memabantunya, Yeri Bullan Navia. Meski perempuan itu tidak sepintar Mina, Ron, atau Arin-para mahasiswa pintar-, tapi cukup bisa diajak belajar bersama.
Mark melambaikan tangan pada sesorang yang baru saja dipikirkannya. Perempuan itu melambai balik dari pintu kantin. Mark menepuk-nepuk bangku sebelahnya yang kosong pada Yeri. "Sini," serunya.
"Baru keluar kelas nih. Tugas jurnalis tadi."
Mark teralihkan pada rambut gadis itu yang terkepang dua. Begitu cantik, pikirnya.
"Lo tau, ini bang Sena yang buat. Gitu-gitu dia pinter otak-atik rambut." Yeri memangku kepala dengan kedua tangan pada meja. Dia menatap Mark sembari tersenyum. Bibir pinknya begitu manis, dengan make up tipis, yang sudah menjadi ciri khas seorang Yeri.
"Iya, nggak heran lagi sama bang Sena yang diem-diem bisa apa aja."
Yeri tertawa menyetujui. Tangannya kini sibuk bermain ponsel, menjelajah akun Instagramnya. Akhir-akhir ini dia jadi suka melihat akun fotografer milik kakak tingkatnya, Ten. Yang juga satu organisasi dengan dia di extrakurikuler. Mark melongok sekilas.
"Bang Ten?" tanya Mark.
"Iya. Lo kenal?"
"Cuma tau. Dari bang Tio tuh."
Yeri ber-oh ria. Dia menunjukkan postingan Karina yang lewat beranda pada Mark. Bibirnya tersenyum, "Cantik yaa. Masa kata Jenong dia di selingkuhin sama pacarnya. Gila apa gimana tuh cowoknya, orang sebaik dia kok."
"Emang baik? Lo tau?"
Decakan Yeri terdengar. "Asal lo tau aja, kata Jenong dan gengnya itu, Karina jadi primadona gara-gara sifatnya. Baik, murah senyum, humble, ... gitu deh intinya."
"Oh ya?"
"Ah udahlah. Kalau lo suka sama dia, baru tau rasa."
Mark terbahak puas. Dia rasa Yeri bukan beneran mencoblangkannya dengan Karina, karena perempuan itu saja kini cemberut tak henti-henti. Gemes 'kan jadinya Mark.
"Oh ya, Mark," ucap Yeri seraya menutup ponsel. Mark berdeham. "Gue semalem dengerin podcast tentang putus cinta gitu. Katanya, move on tercepat itu minimal tiga hari. Kalau udah seminggu dan hati kita biasa aja alih-alih sedih, berarti udah bisa dikatakan move on."
Mark mengangguk-angguk, mencoba mencerna baik-baik ucapan Yeri. Dia fokus pada jemarinya yang saling bermain, tanpa sedikit pun menoleh pada lawan bicara.
"Berarti ya, Mark, gue udah move on dong sama kak Jun. Secara, hari ini gue bahagia. Kemarin-kemarin juga gue nggak sedih. Kok bisa ya, Mark. Gue pakai cara apa dah?"
Helaan napas Yeri terdengar. Mark pun tak tau apa sebabnya Yeri bisa move on secepat itu, dari orang yang disuka selama delapan tahun. Apa, karena dirinya yang selalu ada disisi perempuan itu kini?
Mark menggelengkan kepala segera. Dia tidak boleh terlalu percaya diri. Lagian menjalin hubungan dengan orang baru belum tentu BISA mengobati luka di masa lalu. Semua harus kembali pada diri Yeri sendiri yang harus menetapkan untuk move on dan move up.
Yeri menoleh, "Mark?"
Mark terlonjak seketika. "Eh, ya? Kenapa?"
Decakan Yeri terdengar. "Ah, lo nggak dengerin curhatan gue ya?"
"Dengerin kok. Lagi mikir aja apa sebabnya."
"Apa coba? Apa karena gue sibuk nugas? Sibuk belajar? Atau karena gue udah hapus nomor kak Jun?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Fanfiction[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...