"Mark gue ngantuk banget," kata Yeri lirih begitu mereka melajukan motor.
Angin jam sebelas malam ini cukup kencang, membuat Mark khawatir pada Yeri yang hanya memakai blouse. Dia arahkan motornya menuju apartmentnya berniat mengambil hoodie dan memberikan ke Yeri sebelum pulang.
Dia pasrah selama perjalanan dari parkiran ke apartmentnya, kepala Yeri bersender pada pundaknya dan tangan yang memegang lengannya. Mark tak tau, ternyata Yeri bisa sebegitunya kalau sudah ngantuk.
"Ri, duduk dulu sini."
"Ini dimana sih?" Yeri duduk pada sofa depan tv. Begitu lampu dinyalakan, Yeri dapat menangkap kalau ini di apartment Mark. "Ningning sama Zeynle udah tidur?"
Mark kembali dengan hoodie hitam ditangannya. Dia duduk disamping Yeri sembari mengangguk. "Di kamar itu berdua. Nih pakai, nanti masuk angin lagi."
Yeri selesai memakainya, karena jujur tadi sangat dingin. Tiba-tiba kantuknya hadir lagi, dia menyandarkan kepala pada sandaran sofa, lantas menarik kakinya bersila. "Mark."
"Hm?"
"Gue boleh disini aja nggak? Gak mau pulang. Udah ngantuk."
Mata Mark terbuka lebar. Dia hendak menolak namun kedua mata Yeri sudah terpejam. Akhirnya dengan helaan napas, dia mengiyakan. "Jangan tidur sini, Ri. Pindah kamar sana. Biar gue disini."
"Ri?"
Mark menepuk pelan pipi Yeri. Dia terkekeh saat tidak ada respon apapun, dimana artinya Yeri sudah tertidur. Bisa banget tidur secepat itu, Mark terheran. Dia merapikan kaki Yeri agar berselonjor diatas meja, dan mengambilkan bantal di kamarnya.
"Mark."
"Hm? Kok bangun lagi?"
Mark kembali duduk disamping Yeri. Kedua mata perempuan itu terbuka lantas bangkit dan memeluk Mark. Meski sempat kaget Mark mencoba untuk tetap tenang. Ah, Yeri lama-lama bisa buat dia jantungan mendadak kalau begini.
"Makasih udah baik ke gue, Mark. Gue bahkan udah nyakitin lo. Maafin gue ya."
Kepala Mark menggeleng. Dia merasa Yeri tidak menyakitinya. Sedetik kemudian, Yeri melepas pelukan mereka. Dia menangkup wajah Mark dan menatapnya dalam-dalam. "Makasih dan maaf, sekali lagi."
Sesaat mereka hanya diam dengan tatapan saling menjurus. Dada Mark serasa bergemuruh. Dia ingin sekali jujur akan perasaannya, namun, ada hal yang perlu dipastikan terlebih dahulu.
"Ri," Mark melepaskan diri dari aksi tatapan, dan menghadap arah tv yang mati. "Hubungan lo sama kak Jun apa sih sekarang?"
Yeri menatap Mark dengan alis terangkat. Menjelajah wajah Mark dan berakhir bertatapan dimana Yeri dapat tau Mark serius menanyakan hal ini.
"Mark, kata tante Airin yah kalau ada yang tanya hubungan kita sama orang lain apa, penanya itu berarti sedang gelisah. Soalnya 'kan kalau nggak bersangkutan ngapain nanya-nanya?"
"Iya. Terus?"
"Berarti ... sekarang lo lagi gelisah dong? Lebih singkatnya sih, lo lagi cemburu ya Mark?"
"HEH! Enggak! Cuma nanya doang kok. Ya- ya udah nggak jawab juga nggak papa kali, Ri." Tawanya sumbang dengan sesekali mengusap wajah.
Yeri terbahak sampai memegang perutnya. Lucu banget sih wajah memerah Mark. Jujur saja, Yeri baru kali ini melihat seorang lelaki malu-malu kecuali abang dan adiknya. Lucu juga ternyata.
"Udah dong, Ri! Gue mau tidur aja lah. Terserah lo mau tidur dimana."
Ditahannya tangan Mark yang hendak pergi. "Iya, iya, nggak ngeledek lagi nih. Mau tau nggak jawabannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Fanfiction[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...