Sepulang dari kuliahnya, laki-laki dengan pakaian andalannya yaitu hoodie, langsung melajukan motor menuju tempat kerja. Jam ditangan menunjuk pukul tujuh lebih seperempat malam ketika motornya tiba di halaman kafe Dream. Dia segera masuk, menyampirkan tas pada gantungan, dan mengambil celemek.
"Baru pulang kelas, Mark?" Seorang dengan topi dikepalanya itu menyapa. Dia adalah Candra, tunangan Wendy si pemilik kafe.
Mark tersenyum sopan. "Iya, Bang. Makanya agak telat ini. Tapi udah ijin kak Wendy kok."
Candra mengagguk. Lelaki itu menyerahkan buku catatan pesanan pada Mark, karena lelaki itu sempat menggantikannya. Berhubung Wendy sudah selesai mengecek bahan, mereka langsung pergi.
"Leo. Fighting ya." Wendy menyemangati Mark. Perempuan itu sudah memakai jaketnya dimana menandakan akan ada perjalanan bisnis. Wendy dan Candra, pasangan itu memang begitu sibuk. "Oh ya, Hendry ijin hari ini, jadi lo sendiri. Dibantu Hare sama Jaja paling nanti."
"Iya, Kak. Udah WA kok si Hendry. Hati-hati, Kak Wen, Bang Candra."
Selepas perginya dua sejoli itu, Mark fokus lagi lada tugasnya. Dia mengecek daftar pesanan dan melihat ada satu meja yang belum dibuatkan.
Meja 5: Cappuccino
Mark segera membuatkan. Dia melirik arah meja nomor lima tersebut, dan betapa terkejutnya saat disana ada Karina. Karina yang malam lalu mengirim pesan, namun tak Mark gubris.
Suara lonceng dari pintu terdengar. Mark bernapas lega saat orang yang ditunggunya datang, Hare dan adik bungsunya, Jaja.
"Har, nanti anterin meja nomor 5 ya. Gue masih harus panggang roti buat meja nomor 8 tuh."
Hare terkekeh sambil mengagguk-angguk. "Malu apa nggak siap ketemu? Ada Karina 'kan disana?"
"Apaan sih lo. Gue beneran sibuk. Hari ini gue sendirian, parah dah Hendry absen mulu."
"Gue aja, Bang, sini. Bang Hare emang nyebelin."
Mark mendekat pada Jaja. Dia mengelus puncak kepala cowok itu gemas. "Adik baik. Jangan tiru kakak Hare ya!"
"Sialan lo, Bang. Udah nggak usah, Ja, biar abang gans ini aja."
Tak lama pesanan yang dibuat Mark siap. Hare dengan segera membawanya pada meja Karina. Mark melihat dari tempatnya dimana Karina mengajak Hare ngobrol. Lima menit kira-kira, Hare baru saja kembali.
"Bang, lo nggak save nomor Karina?"
Mark menoleh pada Hare yang tengah berbisik. "Nggak lah. Nggak perlu."
"Holy shit! Dia bukan mau ngedeketin lo, Bang. Dia mau jadiin lo narasumbernya, karena ada tugas praktek bahasa."
Mulut Mark terbuka sedikit, matanya melebar seraya mengerling. "Dia nggak bilang apa-apa kok."
"Iyalah. Lo-nya aja nggak bales chatnya."
Mark kini bingung menatap arah meja Karina dan Hare bergantian. Apa dia harus percaya pada Hare soal ini? Secara, meski Mark anaknya cuek, bukan berarti mengabaikan suatu permintaan tolong. Dia tidak mau dicap sombong seperti yang Yeri sering ucapkan.
Alhasil ketika Mark sudah selesai kerjaannya, dan jam sudah menunjuk pukul sepuluh lebih lima dini hari, dia membalas chat dari Karina. Tentu menyimpannya juga dengan nama, Karina SMA 89. Begitu realistis dimana mereka memang sebatas kenal tiba-tiba, dan hanya itu yang Mark tau tentang Karina.
"Gitu dong, Bang! Lega gue liatnya." Hare kembali meledek. Kini Jaja juga tertawa meski remaja itu tidak terlalu paham.
"Awas yah lo kalau sampai bohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Hayran Kurgu[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...