Bau obat-obatan menjadi ciri khas sebuah rumah sakit, ditambah kain-kain putih pada ranjang pasien. Karina baru saja membeli makanan, dan kembali melangkah pada ruang VIP dilantai tiga rumah sakit Neo. Dia membuka pintu ruangan yang langsung disambut sang ibu dengan senyuman.
"Sini, Mama aja. Kamu istirahat sana. Dari semalem nggak tidur, mata pandanya kelihatan tuh."
Ibu Rona mengambil sekantung kresek berisi sup dan bubur, lalu sibuk dengan olahannya itu. "Nak, kamu nggak hubungi keluarga dia?"
Karina menghela napas begitu duduk pada sofa. Kedua tangannya bersedekap dengan mata terpejam. "Aku nggak tau, Ma. Tapi aku udah berusaha telepon teman kosnya, meski pada nggak aktif semua."
Sang ibu tersenyum. "Ya udah, nggak papa. Biar kita aja yang rawat. Dia baik banget udah nolongin putri Mama. Beruntung loh ada dia."
"Iya, Ma. Aku juga nggak tau kenapa kebetulan banget ada kak Mark. Dia emang baik," ucap Karina tulus, sembari kedua matanya membuka dan menatap ranjang Mark.
Luka-luka Mark sudah diobati, dan masih tidak sadar diri karena memang lukanya agak dalam. Bersyukurnya luka itu tidak menyebabkan hal parah lainnya, dan hanya perlu banyak istirahat untuk sembuh. Karina berjalan mendekat, duduk pada kursi yang ada, lalu menggenggam tangan kiri Mark.
"Maafin gue, Kak! Maafin!" lirih Karina sembari mengelus jemari-jemari dingin tersebut. Dia menatap wajah Mark yang begitu tenang. Rahang tegasnya terlihat memar. Lagi-lagi Karina merasa bersalah.
"Ma," panggil Karina. Ibu Rona mendeham.
"Aku seharusnya kemarin nggak pergi. Aku seharusnya kemarin dengerin omongan Mama. Aku salah, Ma. Aku terlalu egois pergi sendiri begitu saja, dan berakhir melibatkan kak Mark."
Ibu Rona berjalan mendekat setelah menaruh semangkuk supnya. Dia merangkul bahu Karina serta membelai surai panjang miliknya.
"Nak, tidak ada yang tau hal seperti ini akan datang atau tidak. Mama akui, kamu memang salah karena ngambek dan pergi dari Mama begitu saja. Tapi jangan nyalahin diri sendiri karena kak Mark-mu ikut dalam kesalahanmu. Dia mungkin nggak ingin begini juga, tapi karena dia orang baik, dia mau nolongin kamu. Lebih baik dari pada kamu nyalahin diri sendiri, kamu berdoa agar kak Mark-mu segera sembuh. Itu lebih baik, Nak."
Nasihat ibunya dicerna baik-baik oleh Karina. Gadis itu tidak mau terjadi sesuatu lagi pada Mark, dan cukup hal ini saja. Karina mengangkat tangan itu lalu dikecupnya singkat. Dia berjalan pada sang ibu dan memeluknya erat.
"Makasih, Ma. Maafin Karina semalam udah bentak Mama."
.....
Yeri baru saja selesai kelas dengan wajah yang lesu. Dia menurunkan kedua bahu dengan pandangan menatap bawah. Dia, sedang tidak semangat. Setelah semalam diabaikan oleh Mark, pagi tadi pun dia tidak bertemu lelaki itu. Malahan, permasalahannya dengan Jun kembali mencuat dalam benaknya.
Flasback on.
"Yer, gue tau gue brengsek, tapi, bisa nggak kita kembali deket? Gue siap kok, kalau lo kejar gue lagi."
"Kak!" Yeri berucap dengan nada tegasnya. Serta merta menatap tajam Jun. "Lo nggak bisa ngehargai perasaan gue. Terus setelah lo ungkap hal menyakitkan waktu itu, lo mau gue kejar lo lagi? Meski gue masih berharap, tapi bukan gini caranya. Lo emang brengsek, Kak!"
"Yer, Yer." Jun mencoba menggenggam tangan Yeri. Dirasa Yeri tak menolak, Jun mengelus pelan jemari lentik itu. "Yeri, gue tau. Maafin gue sekali lagi. Maafin waktu itu yang minta lo menjauh dari gue. Tapi kali ini gue tulus, Yer, gue mau kita kayak dulu lagi. Dan gue juga janji, nggak bakal dekat lagi sama Rose."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale Of Us
Fanfiction[novel] [end] ✔✔✔ Hanya dari kesalahan nomor saja membuat pemuda bernama Mark Leonardo Affandi, dekat dengan perempuan bernama Yeri Bullan Navia. Kedetakan mereka bukan sekadar manis-manis saja. Bahkan Mark rela merasakan sesak kala topik kehidup...