Kesalahan 18

1.6K 94 42
                                    

      
Halo gaes, apa kabar?

Masih ada yang nunggu cerita ini enggak?
Jangan lupa follow ig @/ny.lestari

Karena disitu aku bakal post seputar cerita yang aku tulis salah satunya ini

Happy reading

.

.

.

Suara hiruk pikuk kini mulai menyambar telinga, mataku menyorot setiap tempat yang dahulu hampir saja tidak akan pernah lagi aku jajah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara hiruk pikuk kini mulai menyambar telinga, mataku menyorot setiap tempat yang dahulu hampir saja tidak akan pernah lagi aku jajah.

  Sambil menikmati semilir angin di bawah pohon mangga ini, bibirku tersenyum karena tidak menyangka bisa kembali sekolah lagi. Aku bersyukur berarti Allah masih mempercayaiku untuk mengemban tanggung jawab menuntut ilmu tersebut dengan mempermudah jalanku untuk sekolah.

  "Stella! Ya Allah, gua kangen banget tau enggak sama lo?"

  Tubuhku tersentak ketika mendapatkan dekapan secara tiba-tiba, jika aku tidak bisa menyeimbangi tubuh sudah ku pastikan akan kejengkang saat itu juga.

  "Jangan kumat deh, Shiv," omelku kemudian gadis itu melepas pelukannya dan memanyunkan bibir.

  "Gua kemarin mau main ke rumah lo tapi gua lupa alamatnya lagipula ini lagi sibuk-sibuknya olimpiade gua," kaduh Shiva kemudian mendudukan tubuhnya di depanku sambil menyeruput pop ice rasa taro.

  "Kamu ikut olimpiade?"

  Bukan aku tak mempercayainya dia akan bisa, aku paham otak Shiva sebenarnya tidak perlu diragukam lagi tetapi aku juga paham ia makhluk yang tidak mau terikat dalam sesuatu. Ia tidak mau proses belajarnya diatur yang ia mau belajar sendiri tanpa ada paksaan atau tuntutan apapun.

  Dia mengangguk kemudian mengulum bibirnya.

  "Gabut gua enggak ada lo, jadi kemarin gua nyodorkan diri eh pas tes keterima."

  "Alhamdulillah."

  Aku turut senang jika Shiva senang apalagi ia berani melawan arus seperti ini, ini adalah langkah pertama menuju kemajuan baginya dan aku harap itu berlangsung lama.

  "Kamu ikut olimpiade apa?" tanyaku kemudian membuka kaitan ransel berwarna maroon ini dan meletakannya di sebelahku.

  "Mtk."

  Spontan aku menoleh kearahnya sangking terkejut. Bagaimana bisa ia mengikuti olimpiade tersebut padahal setiap mata pelajaran ia selalu mengeluh ubun-ubunnya sakit kepadaku? Kalau yang satu ini aku benar-benar takjup dan tak menyangka ia bisa lolos olimpiade matematika.

Kesalahan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang