|Enam|

151 22 3
                                    

Terik matahari begitu menyengat hingga angin yang berhembus tidak memberikan efek sejuk sama sekali. Bulir-bulir keringat sudah menetes di dahi Kaluna meski begitu dia tidak beranjak dari pinggir lapangan untuk berteduh, dia tetap bertahan di sana hanya untuk melihat Nigra bermain bola bersama anak-anak kelas.

Jakti juga ikut bermain bola tapi wajah cowok itu tidak bisa bohong, dia terlihat ogah-ogahan hanya saja dia tidak bisa menolak perintah anak-anak kelas yang memaksanya untuk bermain.

Kaluna menopang dagunya dan matanya terus mengikuti pergerakan Nigra yang ke sana kemari mengejar bola. Rambut Nigra sudah acak-acakan diterbangkan oleh angin tapi itu malah menambah kadar ketampanan cowok itu.

Di tempatnya sekarang Kaluna merasakan terlalu indah. Meski dia sekarang hanya tokoh yang berasal karangan tangan manusia. Di sini dia bisa mendapatkan cinta tanpa meminta, mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya, dan tidak ada lagi luka yang menderanya.

Namun, Setelah cerita ini tamat apa yang akan terjadi padanya? Apakah dia akan menjadi kekal dalam cerita Krisan sekalipun ceritanya sudah menemukan endingnya?

Di kehidupan nyatanya mungkin sekarang sudah lenyap sebab nadinya sudah berhasil ia gores, bahkan ia masih bisa merasakan sisa-sisa perih di pergelangan tangannya malam itu.

Tapi apakah dia benar-benar lenyap di dunia nyatanya? Lalu bagaimana dengan Mama? Apakah Mama senang sebab tidak ada lagi dirinya yang menjadi beban untuk Mama? Atau Mama sedih sebab kehilangannya?

Kaluna mengerutkan dahi sewaktu ada seorang cewek yang menghampiri Nigra yang sudah selesai bermain sembari membawa handuk dan satu botol air mineral. Cewek itu memberikan handuk dan botol air mineral yang dibawanya pada Nigra dan ternyata Nigra menolaknya.

Kaluna tidak mengerti akan perasaannya sendiri karena sewaktu Nigra menolak pemberian cewek itu ia merasakan senang pada hatinya.

"Aku tidak membawa air minum dan handuk untuk kamu," ucap Kaluna saat Nigra menghampirinya.

Nigra menelengkan kepalanya dan membuatnya terlihat menggemaskan di mata Kaluna. "Aku tidak meminta itu," jawabnya.

Kaluna memutar bola matanya. "Ya, benar kamu tidak memintanya tapi seharusnya aku menyediakan handuk dan air minum untuk kamu karena aku ini pacar kamu! Tapi aku malas beranjak dari sini untuk sekedar beli minum atau mengambil handuk dari loker."

"Aku tidak suka pemikiran kamu itu. Kamu itu pacar aku bukan babu aku. Lagian aku bisa beli minum sendiri."

"Kenapa kamu tidak menerima air minum dan handuk dari cewek tadi?"

"Aku nggak mau buat kamu cemburu."

Dengan begitu saja debar jantung Kaluna bertambah kecepatannya dan pipinya juga merona. Sungguh, dari pada malu Kaluna malah lebih menyukai sensasi seperti ini.

Jika nanti cerita ini sudah menemukan endingnya dan dia akan lenyap dari cerita ini ia tidak akan mempermasalahkannya sebab kenangannya bersama Nigra sudah lebih dari cukup untuk membuatnya bahagia.

Walau begitu tetap saja ia tidak ingin berpisah dengan Nigra. Nigra sudah memberinya cinta.

"Kenapa begitu? Jika aku cemburu berarti aku benar-benar mencintai dan menyayangi kamu," balas Kaluna.

"Aku tidak ingin melihat kesungguhan cintamu padaku dengan membuatmu cemburu. Masih ada cara lain untuk bisa melihat dan merasakan kesungguhan cintamu padaku," tutur Nigra.

"Cara lain yang bagaimana?" tanya Kaluna.

"Dengan menciummu."

"Buset mulutnya," batin Kaluna.

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang