|Sembilan Belas|

50 14 0
                                    

Malam sudah menyapa tapi seragam sekolah Kaluna masih melekat di tubuhnya. Ia belum pulang, ia sedari pulang sekolah hanya membiarkan kakinya berjalan tak tentu arah sembari memikirkan apa yang dikatakan Jakti di ruang seni, juga memikirkan nasib hubungannya dengan Jakti.

Mungkin awalnya untuk menganggap Jakti sebagai seorang teman itu sangat memberatkan bagi Kaluna.

Tapi juga tahu kalau Jakti turut andil dalam cerita ini.

Dan ia juga menyadari selama ini ia terlalu memikirkan dirinya sendiri.

Ia selalu memikirkan rasa sakitnya sendiri, juga bagaimana caranya agar Nigra tak terluka karenanya. Namun, di samping itu ia malah mengabaikan perasaan Jakti dan menuduh-nuduh cowok itu dengan seenaknya.

Pedahal selama ini Jakti selalu memberinya petunjuk meski hanya setengah-setengah. Cowok itu misterius.

Setelah apa yang ia lakukan hari ini ia menjadi yakin bahwa memang benar ia tokoh antagonis di dalam cerita Krisan.

Menjadi tokoh antagonis memang menjadi impian Kaluna tapi sekarang ia lebih ingin terus terjaga agar tidak lagi memimpikan menjadi seorang yang jahat. Yang tega membalas cinta tulus dengan luka penuh duka.

Langkah kaki Kaluna berhenti ketika ia melihat Nigra yang berdiri di depan pagar rumahnya. Nigra membalas tatapan Kaluna setelah menyadari keberadaan gadis itu.

Kedua susut bibir Nigra tertarik ke atas menampilkan senyum yang sangat manis. Jangan lupakan tahi lalat milik Nigra yang ada di bawah sudut bibir kanannya itu membuat kadar manis Nigra menjadi bertambah.

Tiba-tiba perasaan Kaluna dihinggapi rasa sesak. Ia sangat merindukan Nigra dan kini cowok itu ada di hadapannya. Perasaan rindu itu masih kental terasa sekalipun ia sudah bertatap muka dengan Nigra. Sebab seminggu penuh ia pun selalu melihat wajah Nigra hanya saja ada jarak yang terbentang di antara mereka, jarak yang ia buat sendiri.

Nigra membentangkan kedua tangannya seolah-olah mengundang Kaluna untuk menghambur ke dalam pelukannya. Kaluna tidak ingin menahan dirinya lagi, ia tidak ingin lebih sakit lagi, akhirnya ia menghampiri Nigra lalu memeluk Nigra seerat yang ia bisa.

Kaluna tidak ingin kehilangan Nigra.

Dalam pelukan Nigra air mata Kaluna membasahi kemeja yang di pakai Nigra. Kaluna ingin menumpahkan semuanya. Rasa rindunya, cintanya yang begitu besar juga rasa sayangnya, kebingungannya, dan semua keresahan dalam dirinya.

Nigra bagai obat dalam keruwetan hidup yang ia dera.

"Sudah satu minggu lalu apa kamu merindukanku?" tanya Nigra.

"La-lalu hiks apa kamu hiks merindukanku?" Kaluna berbalik bertanya meskipun ia tersengal karena Isak tangisnya yang tidak bisa ia tahan.

"Sangat. Bahkan berkali-kali aku ingin sekali menarikmu dan membawamu kepelukanku lalu aku tidak ingin melepaskanmu lagi. Namun, aku harus menghargai waktu yang kamu minta. Aku berpikir waktu yang kamu butuhkan untuk sendiri hanya satu Minggu tapi waktu kamu untuk bersama-sama denganku akan berjalan selamanya. Jadi setelah ini aku tidak akan melepaskanmu walau sejenak."

"Jika rindu apa kamu tidak tersiksa karena rasa rindu itu sendiri? Aku sangat tersiksa, Nig!"

Nigra mengusap lembut surai hitam milik Kaluna. "Rasa rindu memang sesakit itu maka dari itu aku berharap kita akan sama-sama selamanya agar kita tidak tersiksa lagi. Sekarang aku akan memutuskan menghabiskan malam bersamamu!"

"Ayah tidak akan membiarkanmu!"

Nigra terkekeh. "Aku akan izin lagi pula aku tidak akan macam-macam. Laki-laki yang mencintai gadisnya tidak akan merusaknya. Bahkan laki-laki yang mencintai gadisnya tidak akan sedikitpun berpikir akan merusak gadisnya. Mereka akan menjaga dan melindungi gadisnya."

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang