|Lima|

217 33 7
                                        

Biru langit perlahan bercampur oleh semburat jingga. Gerombolan awan putih tak luput dari warna Jingga yang kian ketara. Sebentar lagi matahari akan tenggelam dan menyisakan sedikit demi sedikit warnanya sebelum akhirnya gelap mendominasinya.

Di bawah langit yang menjingga itu ada dua anak manusia yang duduk di kursi taman sembari saling menautkan kedua tangannya dan menikmati kehangatan yang melingkupi mereka. Mereka sama-sama mendongak menyaksikan sisa-sisa warna matahari yang sangat indah dipandang.

"Aku akan membiarkannya seperti ini terus," ujar Nigra.

"Kamu tidak bisa menahan senja lebih lama, Nig," balas Kaluna.

"Bukan senja tapi kamu, Jana. Aku akan membiarkan kita seperti ini terus. Aku tidak ingin melepasmu, aku selalu siap menahan kamu kapanpun itu." Nigra menoleh menatap gurat-gurat wajah Kaluna yang begitu cantik di matanya.

"Tapi setiap manusia pasti akan berubah, begitupun denganku." Entah mengapa waktu mengatakan itu hati Kaluna merasakan perih.

"Biarpun kamu berubah aku akan melihat kamu dengan cara yang sama seperti sekarang." Kaluna menoleh lalu mendapati betapa tulus Nigra memandangnya.

"Dari awal hubungan kita terjalin atas keterpaksaan, aku yang memaksamu untuk menjadi milikku. Tapi aku tidak menyangka kamu setulus ini denganku." Senyum terukir di bibir Kaluna. Usapan di punggung tangannya membuat hatinya yang semula merasa perih kini perlahan menghangat.

"Bagaimana Sajana bisa memaksa Nigra untuk bersamanya?" tanya Kaluna dalam hati.

"Aku tidak pernah merasa terpaksa ataupun keberatan, Jana. Aku bersedia mencintai kamu sebisaku. Perjodohan antara kamu dan aku bukan hanya kemauan kamu, kini juga sudah menjadi kemauanku."

"Mereka dijodohkan!" Kaluna sangat tidak menyangka bahwa Sajana dan Nigra dijodohkan. Melihat seberapa tulusnya Nigra menerima Sajana sama sekali tidak terlihat bahwa ikatan mereka di mulai dari sebuah perjodohan.

"Nig, hati kamu terbuat dari apa?"

Nigra terkekeh mendengar pertanyaan Kaluna. "Kenapa tanya begitu? Kenapa nggak tanya hati aku diciptakan untuk siapa?"

Kaluna menelengkan kepala. "Memangnya hati kamu diciptakan untuk siapa?"

Nigra tersenyum. "Untuk kamu, untuk mencintai kamu."

Pipi Kaluna terasa memanas. Debar jantungnya juga bertambah cepat. Walau begitu Kaluna menyukai sensasi seperti ini, di mana dia bisa merasakan cinta dan ketulusan seorang Nigra untuk Sajana.

Meski di sini dia bukan benar-benar Sajana, dan dia hanya memerankan Sajana tapi dia sangat bersyukur. Merasakan ketulusan seseorang adalah salah satu impiannya selama ini dan dia bisa mendapatkannya dari memerankan seorang Sajana.

Semburat jingga sudah menghilang di gantikan oleh kehitaman pekat di langit. Lampu-lampu di sekitar taman mulai dinyalakan. Kelap-kelip lampu lalu lintas juga tak luput dari taman yang berada di tengah kota itu. Suasana itu sangat mendukung untuk Nigra dan Kaluna meresapi rasa di antara mereka.

"Akan aku pastikan kamu selalu di sisiku, Jana."

Kaluna mengangguk. "Sekarang dengar aku," pintanya.

"Aku akan mendengarmu, selalu," balas Nigra.

Kaluna mendekatkan dirinya pada Nigra lalu berbisik tepat di samping telinga Nigra. "Nigra, saranghaeyo."

"Apa artinya itu?" tanya Nigra tidak mengerti.

"Aku cinta kamu."

"Lalu aku menjawabnya apa?"

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang