|Dua|

334 50 3
                                    

Pagi Kaluna akan selalu dimulai dengan hal-hal yang sama, seperti menemukan Mama yang masih tidur di sofa dengan masih memakai high heelsnya. Kaluna menghela napas kemudian melepas high heels Mama kemudian pergi mengambil selimut untuk Mama.

Setelah itu barulah dia pergi ke sekolah. Udara pagi sangatlah menyegarkan untuknya. Dia harus pergi ke sekolah sebelum banyak murid-murid yang datang. Dia akan menghindari murid-murid di sekolah, lagi pula tidak ada yang menerimanya.

Di sekolah dia sudah di labeli sebagai anak pelakor. Rasanya menyiksa memang. Tapi dia juga tidak bisa menampiknya karena itu adalah sebuah fakta.

Kesehariannya selain sekolah dan bekerja adalah dilabrak orang-orang yang telah Mama lukai. Dia seolah-olah menjadi samsak orang-orang itu untuk menyalurkan rasa sakitnya yang sudah Mama buat. Dia merasa sudah di hukum tanpa membuat kesalahan. Orang-orang berpikir lahir dari rahim Mama adalah kesalahan, kesalahannya. Padahal kita tidak bisa memilih di keluarga atau wanita mana kita di lahirkan.

Lalu dia juga dilabeli sebagai anak haram.

Menurutnya tidak ada yang namanya anak haram yang ada adalah hubungan orang tua anak itu yang salah. Namun, tetap saja dia tidak akan bisa mengubah sudut pandang orang-orang padanya.

"Kamu anaknya Soraya, ya?" Kaluna menatap seorang wanita yang bertanya padanya.

Bisa saja Kaluna tidak mengakui bahwa nama Mama adalah Soraya. Tapi dia merasa bersalah jika melakukan itu.

"Iya, Bu. Kenapa ya?"

Plak

Wajah Kaluna tertoleh ke kanan karena tamparan dari wanita yang tidak dikenalnya itu. Pipinya rasanya panas.

"Bilangin sama ibu kamu itu buat tobat, jangan terus-terusan jadi pelacur! Bisa-bisanya dia goda suami saya!"

"Bu saya-"

"Kalau ibu kamu masih goda-goda suami saya! Kamu tunggu saja pembalasan dari saya. Saya bisa saja membunuh kamu dan ibu kamu itu!"

"Bunuh saja saya, Bu."

"Setidaknya saya tidak perlu mengunakan cara saya sendiri untuk mati!"

Wanita meninggalkan Kaluna setelah puas membuat pipi Kaluna panas dan juga membuat matanya memanas. Tanpa di aba-aba air mata Kaluna jatuh. Ini tidak akan berakhir. Luka-lukanya yang belum kering setiap hari harus tergores luka baru lagi. Batinnya sudah sangat lelah.

🌼🌼🌼

Kedai kopi tempat di mana Kaluna bekerja sekarang sedang ramai-ramainya. Dia harus mengerahkan banyak tenaga untuk melayani pelanggan-pelangganya.

Tidak ada banyak pegawai membuat Kaluna harus bekerja ekstra. Biasanya dia akan pulang larut. Di tempat kerjanya pun dia tidak memiliki teman kadang dia malah sengaja dicurangi.

Dia tidak tahu mengapa di mana pun dia berada pasti ada saja yang tidak suka padanya. Seburuk itukah dia?

"Kalu, kamu antar pesanan ini di meja nomor enam!"

"Iya, Kak." Kaluna mengantarkan secangkir kopi pada meja nomor 6. Di sana ada seorang wanita berambut sebahu yang sedang memainkan ponselnya.

"Ini Bu, pesanannya." Kaluna meletakkan cangkir kopi di atas meja.

Waktu dia akan pergi sebuah tangan mencengkalnya. Dia berbalik menghadap wanita tadi yang kini menatapnya tajam.

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang