|Dua Puluh Tujuh|

70 14 4
                                    

Suara isakan yang memilukan juga air mata yang terus mengalir tidak bisa terhapuskan dengan satu usapan dan kata penenang, suasana itulah yang ada di sekitar Kaluna sekarang.

Di pemakaman Nigra.

Kaluna tidak pernah menduga Nigra harus merengut nyawa saat ingin menemuinya dan mengembalikan hubungan mereka yang sudah ia hancurkan.

Setelah mendengar kabar Nigra kecelakaan dari Ayah Kaluna segera bergegas ke rumah sakit di mana Nigra ditangani. Sayangnya, usaha dokter tidak membuahkan hasil karena Nigra tidak bisa diselamatkan.

Bahkan alat-alat medis yang menempel di tubuh Nigra tidak membantu sama sekali.

Nigra terluka sangat parah cowok itu menabrak truk yang melintas di pertigaan di tambah Nigra tidak memakai helm dan mengendari motor dengan kebut-kebutan.

Sekarang apa yang Kaluna rasakan?

Mati rasa.

Penyesalan sudah menumbuk dalam benaknya hingga membuatnya mati rasa.

Yang ia inginkan memang mengakhiri hubungannya dengan Nigra tapi tidak seperti ini.

Ia hanya ingin mengakhiri hubungannya dengan Nigra bukan untuk melihat Nigra untuk terakhir kalinya.

Ia hanya ingin mengakhiri hubungannya dengan Nigra bukan berpisah dengan Nigra untuk selama-lamanya.

Sekarang cintanya dan sang pemberi cinta sudah lenyap.

Mata Kaluna yang sudah sembab tidak ada henti-hentinya mengeluarkan air mata. Tubuhnya lemas sewaktu melihat jasad Nigra yang dikebumikan. Tangisnya semakin pecah tidak tertahankan.

Rasanya Kaluna masih ingin merenguh tubuh Nigra dan menyalurkan kehangatannya pada tubuh Nigra yang mendingin.

Rasanya Kaluna masih ingin merasakan tangan Nigra yang mengusap puncak kepalanya dengan lembut. Ia juga ingin merasakan tangan Nigra menghapus air matanya.

Tapi semuanya itu mustahil.

Semuanya benar-benar berakhir.

Tidak ada hanya Kaluna yang kehilangan tapi ada Mama dan Papa Nigra yang turut kehilangan putra satu-satunya mereka. Dan itu karena dirinya.

Ada juga Vanie. Vanie tidak menangis saat ini mungkin air mata Vanie sudah mengering karena selama di rumah sakit dia terus-menerus menangis.

Selama proses mengebumikan Nigra tatapan Vanie kosong. Seolah-olah jiwanya juga turut terengut. Apalagi kondisi Vanie belum sepenuhnya baik-baik saja kini malah dia harus kehilangan sahabat yang selalu ada untuknya.

Semuanya karena dirinya. Kaluna tidak henti-hentinya menyalahkan dirinya.

Kaluna meremas dadanya berusaha meredam sesak yang mencekiknya. Tangan Kaluna bergetar tak kala mengambil kelopak-kelopak bunga yang akan ditaburkan di atas makam Nigra.

Dengan pelan Kaluna menaburkan kelopak bunga itu di atas makam Nigra bersama Mama Nigra. Waktu matanya menatap nisan Nigra air matanya semakin menggenang.

Tubuh Kaluna terduduk lalu mengusap nisan Nigra.

"Aku mencintai kamu, Nig, sangat. Tapi sudah terlambat untuk mengatakannya dan aku menyesalinya untuk selamanya," batin Kaluna.

"Maaf aku tidak menepati janjiku. Maaf, Nig, Maaf sudah mengecewakanmu dan membuatmu sedih."

Elusan di bahunya menyadarkan Kaluna. Ia menoleh dan mendapati Mama Nigra yang menatapnya sendu.

"Kita pulang, ya," ajaknya.

Kaluna menggeleng. "Jana, masih mau di sini, Tante."

Mama Nigra mengangguk mengerti lalu mengusap rambut Kaluna dengan lembut. "Maafin Nigra, ya, kalau ada salah sama kamu, Jana."

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang