|Sembilan|

90 17 4
                                    

Meskipun matahari bersinar cerah dan kicau burung terdengar meriah namun Percayalah hari ini begitu dingin untuk Kaluna. Tidak ada pagi dengan sambutan kecupan di dahinya dari Nigra, tidak ada gengaman tangan yang saling bertautan, atau sekedar untaian kata manis dari Nigra.

Hari ini keberadaan cowok itu seolah-olah lenyap. Dia tidak menemukan di mana keberadaan Nigra waktu di sekolah bahkan tidak ada satupun kabar dari Nigra. Hingga jam sekolah telah usai Kaluna terus sendirian dikelilingi oleh karakter-karakter buatan manusia yang tidak ia kenal. Meskipun sekarang dia juga karakter buatan manusia bukanlah di sini ia menjadi tokoh utama?

Namun, menurutnya tidak penting menjadi tokoh utama. Sebab, sekalipun dia tidak menjadi tokoh utama asal Nigra bersamanya itu sudah lebih dari cukup.

Yang ia butuhkan adalah sebuah cinta, dan dari Nigra ia mendapatkannya.

Dalam lorong kelasnya yang masih ramai Kaluna berjalan menuju taman sekolah. Dia masih ingat tentang pertemuannya dengan Jakti di taman sekolah. Hari ini semua pertanyaan akan terjawab.

Ngomong-ngomong Jakti hari ini juga tidak kelihatan batang hidungnya. Entahlah, hari ini semua tokoh yang berkaitan dengannya tiba-tiba lenyap. Lalu kenapa ia tidak lenyap juga hari ini?

Kaluna menggaruk pipinya sembari berpikir seandainya dia lenyap dari novel berjudul Krisan ini apakah dia benar-benar akan lenyap? Maksudnya di dunia nyata pun ia sudah memilih pergi. Dan setelah ia lenyap dari novel yang ia perankan bukankah ia akan benar-benar lenyap?

Sampai di taman sekolah Kaluna duduk di kursi yang berada di bawah pohon Krisan yang sangat besar dan rimbun. Matanya berkeliling mencari keberadaan Jakti. Semoga saja cowok bermata tajam itu menepati ucapannya.

"Bukankah kamu datang terlalu cepat?" Kaluna beranjak untuk menemui asal suara yang ia yakini ada di balik pohon Krisan. Dan benar saja di sana ada Jakti yang sedang bersedekap sambil memandang lurus ke depan.

"Karena aku butuh jawabnya segera maka aku datang lebih cepat," jawab Kaluna.

Jakti menoleh lalu bertanya, "Apa kamu benar-benar sudah siap?"

Kaluna terkekeh. "Apa sesuatu yang akan aku hadapi nanti adalah sesuatu yang mengejutkan hingga membuat jiwaku tergoncang?" tanyanya.

Jakti menggidikkan bahunya. "Yang penting aku sudah memperingatkan kamu, Sajana."

"Baiklah, sekarang cepat beritahu aku semuanya yang kamu tahu tentang cerita yang sedang kita mainkan sekarang," todong Sajana.

"Tidak di sini. Ikuti aku!" Jakti berdiri lalu berjalan mendahului Kaluna.

Kaluna berlari kecil untuk mensejajarkan langkah kakinya dengan langkah kaki Jakti yang lebar. "Ngomong-ngomong kenapa kamu tidak pergi ke kelas? Padahal kamu pakai seragam sekarang."

"Bagian dari cerita," jawab Jakti.

Kaluna mengangguk mengerti. "Nigra tidak datang ke sekolah pun adalah bagian dari cerita?"

"Iya."

"Lalu aku akan mengetahui-"

"Tutup mulutmu! Kepalaku sakit mendengar ocehanmu yang tidak bisa berhenti itu!"

Kaluna berdecak sebal lalu menendang kaki Jakti dan membuat Jakti menatapnya dengan tatapan tajam yang terlibat mengerikan.

"Matanya kayak silet euy, tajem bener!"

🌼🌼🌼

Kaluna memandang ke sekelilingnya sewaktu sampai di tempat yang dimaksudkan Jakti. Tempat itu ada di belakang sekolah dan terlihat mengerikan sebab tidak terawat. Banyak tumbuhan merambat yang menempel pada jendela tempat itu bahkan debu di lantai tempat itu sangat tebal.

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang