Kaluna menatap kedatangan Jakti yang baru saja memasuki kelas padahal bel masuk sudah berbunyi sekitar tiga puluh menit yang lalu. Guru yang sedang mengajar langsung mengomel mengetahui Jakti terlambat, sedang cowok itu tidak membantah apapun yang guru itu katakan, dia hanya menunduk. Setelah guru itu berhenti mengomel dan menyuruh Jakti agar tidak terlambat lagi, Jakti dipersilahkan duduk di kursinya.
Mata Kaluna terus mengikuti Jakti hingga cowok itu duduk di kursinya. Jakti membalas tatapan Kaluna setelah menyadari kalau Kaluna terus menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikannya.
Kaluna menghela napas lalu kembali menghadap depan dan memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi. Tanpa Kaluna ketahui dari pojok kelas Jakti terus saja menatap punggung Kaluna.
Kaluna menyangga kepalanya dengan tangannya. Dia terus memperhatikan guru yang sedang mengoceh di depan tapi jujur saja ia tidak mengerti sama sekali. Akhirnya pikirannya malah melalang buana memikirkan hal lain, Jakti misalnya.
Sungguh sebenarnya ia masih merasa kesal pada Jakti. Cowok itu tidak menepati ucapannya dan hanya membuatnya penasaran saja. Dan yang paling menyebalkan adalah Jakti sering kali menghilang dan datang tiba-tiba.
Kaluna tahu kehadiran Jakti sudah ditentukan oleh sang penulis tapi menurutnya bukankah penulis cerita Krisan ini juga sama menyebalkannya? Bisa-bisanya penulis membuatnya atau Sajana lebih tepatnya menjadi bingung.
Masuk dalam novel Krisan dan memerankan tokoh Sajana memang menyenangkan tapi dilain sisi juga sangat menyebalkan. Entah, Kaluna harus bersyukur atau malah mengeluh.
Tuk
Kaluna terperanjat sewaktu sebuah pulpen mendarat pelan di dahinya. Dia mengerjap lalu menyadari bahwa di depannya ada Nigra yang memperhatikannya sembari mengernyit. "Ngelamunin apa, Na?" tanyanya.
"Enggak ada hehe." Kaluna menggeleng.
"Jangan ngelamun lagi perhatikan guru yang di depan, ya. Kalau kamu ngelamun lagi bisa di keluarkan dari kelas."
"Baiklah."
Nigra tersenyum lalu mengusap dahi Kaluna. "Maaf tadi aku pukul dahi kamu pakai pulpen."
"Nggak pa-pa," balas Kaluna.
Setelah Nigra kembali berbalik menghadap depan Kaluna menjulurkan tangannya ke kepala belakang Nigra lalu mengusapnya dengan cepat. "Terima kasih, Nig," ujarnya.
🌼🌼🌼
Kaluna merapikan alat tulisnya setelah guru mengakhiri pelajaran usai bel istirahat berbunyi. Waktu ia akan mengambil kontak pensilnya tangan kekar milik Nigra menahan tangannya lebih dulu. "Kenapa, Nig?" tanyanya.
"Kamu istirahat sendiri ya, nggak pa-pa kan?"
Kaluna terkekeh. "Nggak pa-pa. Lagian aku udah gede, dan nggak seharusnya kamu selalu di sisiku kan? Aku juga harus mandiri!"
"Di mataku dan mata Ayah kamu, kamu itu masih kecil, Na. Dan aku lebih suka kalau kamu terus di sampingku dan terus bergantung padaku. Sayangnya, aku harus ke kantor guru sekarang dan nggak bisa nemenin kamu istirahat." Nigra menghela napas panjang.
"Tapi aku mau belajar mandiri, Nig. Lagi pula kita itu tidak bisa terus menerus bergantung dengan orang lain sebab orang lain itu tidak akan pernah selalu ada di samping kita dan menemani kita. Yang paling benar itu kita bergantung sama diri kita sendiri. Karena dalam kondisi apapun yang selalu ada ya diri kita sendiri bukan orang lain."
"Aku suka dengan pemikiran kamu itu karena itu sebuah kebenaran." Nigra mengusap puncak kepala Kaluna. "Tapi aku janji akan selalu berada di samping kamu. Kamu bisa pegang janjiku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sequel (Selesai) ✓
Fantasy"Cintailah orang sewajarnya. Jangan sampai cinta mengendalikan diri kamu sepenuhnya. Kamu harus bisa memberikan ruang tersendiri antara perasaan dan logika ketika sedang jatuh cinta." Start: 16 Januari 2022 Finish: 09 Agustus 2022 *** Credit cover b...