|Dua Puluh Dua|

58 12 0
                                    

"Kamu udah ditungguin. Aku pulang, ya," pamit Jakti setelah melihat Nigra yang ada di depan rumah Sajana. Ia baru saja mengantar Sajana pulang usai ia dan Sajana puas mencoret-coret warna pada kanvas.

Kaluna mendengus. Ia berbalik saat Jakti akan meninggalkannya, dengan cepat Kaluna mencengkal tangan Jakti. "Aku ikut," pintanya. Sungguh hatinya masih perih mengingat kejadian tadi siang, berhadapan dengan Nigra hanya akan membuatnya menjadi terus menerus kejadian menyakitkan itu.

Jakti memegang bahu Sajana sembari menatap Sajana dengan serius. "Kamu tidak ingin menemuinya?"

Anggukan kepala Sajana menjadi jawaban atas pertanyaan Jakti.

"Kalau begitu temui dia-"

"Kan-"

"Temui dia dan bilang kamu tidak ingin menemui dia saat ini."

Kaluna menghela napasnya.

"Apa pun masalah diantara kalian aku harap kalian bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin dan tidak membuat keputusan yang salah. Jangan sampai ada penyesalan." Jakti mengusap lembut kepala Kaluna. Ia tersenyum lalu memutar tubuh Kaluna untuk menghadap Nigra yang sedang mengawasi mereka. "Temui dia!"

Jakti pergi tapi kaki Kaluna tidak beranjak sedikit pun dari tempatnya. Kaluna memejamkan matanya sembari menghirup napas dalam-dalam.

Baru beberapa langkah mata Kaluna sudah berkaca-kaca. Nyatanya ia tidak sekuat itu untuk menemui Nigra.

Kali ini ia tidak ingin mendengarkan Jakti, ia tidak akan menemui Nigra. Buru-buru Kaluna berlari memasuki rumahnya ia tidak menoleh walaupun Nigra memangil-manggil namanya.

Kaki Kaluna berhenti melangkah saat Ayah menghadangnya. "Kamu kenapa, Jana?"

Ayah memegang pipi Kaluna yang basah lalu menghapus jejak-jejak air mata yang ada di wajah anaknya.

Kaluna menggeleng. "Jana, ke kamar dulu, Yah." Kaluna melepaskan tangan Ayah yang masih ada di pipinya kemudian berlari ke kamarnya.

Sesampainya di kamar Kaluna mengunci pintu kamarnya. Badan Kaluna luruh ke lantai bersama Air matanya yang semakin deras bahkan Isak tangisnya tidak bisa ia tahan lagi.

Entah kenapa ia bisa merasakan sesakit ini waktu melihat Nigra bersama gadis lain? Apa karena ia memerankan Sajana atau perasaan yang ia rasakan ini murni karena dirinya sendiri? Namun, apa mungkin Sajana akan melakukan ini jika melihat Nigra bersama yang lain?

Dan inikah yang dituliskan penulis?

"Jana, buka pintunya! Kamu kenapa menghindar dari aku?" Suara Nigra terdengar dari pintu dibarengi dengan beberapa ketukan.

Kaluna tersenyum getir. Nigra tidak tahu alasannya menghindar! Sungguh miris!

"Kalau aku ada salah ayo kita obrolin bareng-bareng."

Nigra benar-benar tidak mengetahui! Kaluna menepuk-nepuk dadanya yang semakin sesak. Keberadaan Nigra di sini hanya akan membuat rasa sakitnya menjadi-jadi.

"Sajana, tolong bukain pintunya!"

"Sajana! Aku tidak akan tahu kesalahan yang aku buat hingga membuatmu seperti ini jika kamu tidak bicara. Lebih baik kita obrolin sama-sama, ya."

"Pergi!" suruh Kaluna lirih.

"Sajana!"

"Pergi!" Kaluna menaikkan suaranya. Bahkan ia tidak peduli seandainya Ayah mengetahui pertengkarannya dengan Nigra.

🌼🌼🌼

Tidak mendapati Nigra di kelasnya sewaktu ia datang membuat Kaluna bernapas lega. Di pojok kelas ada Jakti yang sedang menyembunyikan wajahnya dilipatan tangannya yang berada di atas meja. Pasti dia sedang tidur.

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang