|Dua Puluh Lima|

49 12 1
                                    

"Ayah," panggil Kaluna sembari duduk di samping Ayahnya yang sedang asik dengan koran yang tadi pagi belum sempat ia baca.

Ayah meletakkan korannya dan mengalihkan perhatiannya pada anak satu-satunya itu. "Kenapa, hm?"

Kaluna memperhatikan gurat-gurat wajah Ayah yang sudah menua bahkan rambut Ayah sudah memutih. Rasanya Kaluna belum siap untuk berpisah dengan Ayah. Jika cerita Krisan berakhir, yang kata Jakti sebentar lagi, maka siap tidak siap ia akan berpisah dengan Ayah.

Di dalam cerita Krisan ini Kaluna mendapatkan kasih sayang yang belum pernah ia rasakan dari seorang Ayah. Jangankan kasih sayang ia tahu Ayahnya saja tidak.

Kaluna mengelus pipi Ayah dan berusaha merekam wajah Ayah untuk ia simpan dalam ingatannya. Ia tersenyum tapi matanya sudah berkaca-kaca. Dan beberapa detik kemudian air matanya mulai jatuh tidak lagi bisa ia bendung.

"Kamu kenapa? Apa ada yang melukaimu, Sajana?"

"Andai Ayah memanggilku Kaluna bukan Sajana," batin Kaluna.

Kaluna menggeleng sambil mengusap air matanya yang tidak bisa berhenti mengalir.

Ayah merenguh tubuh Kaluna sembari memberikan kecupan di kepala Kaluna. Rasanya Kaluna ingin ada di momen ini untuk selamanya.

Hangatnya pelukan Ayah sangat nyaman. Kaluna merasa dilindungi.

Setelah lumayan tenang Kaluna menguraikannya pelukan Ayah. Ia meraih tangan Ayah lalu mengengamnya. Kaluna tersenyum supaya bisa meyakinkan Ayah kalau ia baik-baik saja bahkan setelah ia mengutarakan semuanya.

"Ayah, Sajana menginginkan sesuatu tapi Ayah jangan marah."

"Sebutkan keinginan kamu, Sajana. Ayah tidak akan marah."

"Sudahi perjodohan Sajana dan Nigra."

"Tapi kenapa, Nak? Apa ada masalah di antara kalian? Atau apa Nigra menyakitimu?"

Kaluna menghela napas. "Kami masih sama-sama muda, Yah, masa depan kami juga masih panjang. Dan perasaan kami seiring waktu pasti akan berubah. Dengan mengikat Nigra dengan Sajana rasanya kurang tepat. Sajana akui keputusan Sajana waktu itu, ketika meminta Ayah agar menjodohkan Nigra dengan Sajana, adalah kesalahan. Sajana terlalu memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan perasaan Nigra."

Sekali pun Nigra sudah mengatakan dia tidak keberatan akan perjodohan ini tetap saja Kaluna merasa melepaskan Nigra adalah keputusan yang tepat.

Sekali pun Nigra membalas perasaannya tapi kini yang ia rasakan hanya sebuah keraguan atas perasaan Nigra untuknya.

Rasanya semuanya tidak lagi sama.

Bukan karena Vanie.

Tapi karena diri Kaluna sendiri.

Atau penulis sudah menemukan akhir cerita dan sebuah pembalasan yang tepat.

"Setelah melepas Nigra apa kamu akan baik-baik saja, Sajana? Kamu masih mencintainya kan?"

"Mungkin Sajana akan merasa lebih baik jika tidak lagi mengikat Nigra. Jujur Sajana masih mencintai Nigra, Yah, tapi mencintai bukan berarti harus mengikat dan mengungkung Nigra dan melupakan kebebasan yang Nigra miliki. Nigra dan Sajana masih punya banyak waktu untuk menentukan seseorang yang tepat untuk dijadikan tempat pemberhentian dan sebuah tempat pulang. Dan rasanya terlalu dini bila Nigra Sajana jadikan tempat pemberhentian juga tempat pulang Sajana."

"Baiklah kalau itu keputusan kamu. Apa yang kamu bilang tadi itu benar dan Ayah harap kamu tidak menyesali keputusan kamu ini." Ayah mengelus puncak kepala Kaluna dan kembali mendaratkan kecupan di puncak kepala Kaluna.

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang