|Tiga Puluh|

65 13 0
                                    

Kaluna mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan Bundanya Karsha. Ruangan itu cukup luas dan banyak sekali rak-rak buku di sana. Buku-buku di sana juga banyak dan tertata rapi. Tapi ia akui tempat itu sedikit kotor, banyak sekali debu yang lumayan tebal di lantai. Buku-buku di sana juga sudah bau apek. Rasanya ruangan itu tidak memiliki tanda-tanda kehidupan sama sekali.

"Maaf kalau ruangannya kotor. Terakhir dibersihkan sewaktu setelah Bunda bunuh diri. Kamu nggak alergi debu kan?" Karsha menepuk-nepuk sofa, berusaha membersihkan debu yang menempel pada sofa. "Sini duduk!"

Kaluna menurut dia duduk di sofa yang sudah dibersihkan Karsha. "Bunda kamu bunuh diri?"

"Iya. Dua tahun yang lalu." Karsha berjalan ke salah satu rak buku, lalu mengambil novel Chemistry yang di simpannya di sana. "Dan setahuku buku ini, buku yang ditulis Bunda sebelum pergi. Makanya aku bingung waktu kamu bilang kalau cerita Chemistry ada sequelnya."

"Kenapa bunuh diri?"

Karsha duduk di samping Kaluna sambil memangku novel Chemistry. Pandangannya menerawang ke depan. "Dua kali Bunda melakukan percobaan bunuh diri tapi yang pertama kali gagal. Bunda tidak pernah mau untuk di ajak ke psikiater, dan selalu mengurung di ruangan ini. Bunda masih tidak bisa menerima kalau Adik aku udah nggak ada. Rasa kehilangan Bunda itu sangat dalam, Kalu. Dan itulah yang menyebabkan Bunda melakukan bunuh diri."

Tangan Kaluna mengelus pundak Karsha. Untuk menceritakan itu semuanya ia yakin Karsha harus membuka luka-luka di masa lalunya, dan itu pasti membuatnya kembali bersedih. "Kamu jangan berusaha mengakhiri hidup dengan cara kamu sendiri, Kalu. Jangan seperti Bunda."

Kaluna meneguk salivanya. Ia melihat bekas goresan di tangan kanannya. "Tetaplah hidup walaupun hidupmu berat." Tepukan di kepala Kaluna menyadarkan Kaluna.

Kaluna mengangguk seraya menunjukkan senyumnya. "Ngomong-ngomong bagaimana adik kamu meninggal? Lalu mengapa Bunda kamu sengat terpukul atas kepergian adik kamu? Padahal di lain sisi masih ada kamu yang juga anaknya. Kamu boleh tidak menjawab pertanyaanku ini jika kamu tidak ingin, Sha."

"Kecelakaan. Empat tahun yang lalu aku ajak adik aku yang masih SMP jalan-jalan dengan mobil. Aku yang menyetir, padahal aku baru saja bisa mengendari mobil tapi gegayaan ngajak adik aku main. Akhirnya aku tabrakan dengan truk karena mau menyalip tapi aku tidak tahu di depan ada truk yang mau lewat. Adik aku meninggal di tempat sedang aku koma kurang lebih dua bulanan. Bunda sangat marah dan terpukul saat itu. Aku pun waktu itu juga marah dan kecewa sama diri aku sendiri. Setelah kejadian itu Bunda tidak bisa memaafkan aku. Kehilangan seorang anak itu tidak mudah buat seorang ibu, Kalu. Sekalipun aku ada, tetap saja itu tidak membuat aku bisa menutupi ketidakhadiran adik aku yang sudah tiada."

"Kamu tahu apa yang dilakukan Bunda ketika beliau ingin melampiaskan amarahnya padaku?" Usapan lembut diberikan Karsha pada sampul novel Chemistry.

Gelengan kepala dari Kaluna memberikan jawaban atas pertanyaan Karsha.

"Menulis cerita, di mana aku di jadikan salah satu tokohnya dan berakhir menjadi tokoh yang menyedihkan atau mungkin meninggal."

Apa yang dikatakan Karsha mengingatkan Kaluna pada tokoh Pangeran Cleon dan Nigra. Ciri-ciri mereka sangat mirip dengan Karsha dan akhir cerita mereka selalu tragis.

"Kamu menerima itu? Lalu sekarang kamu tidak lagi menyalahkan diri kamu sendiri atas kepergian adik kamu, kan?"

"Aku selalu menerima apapun yang dilakukan Bunda selagi itu tidak menyakiti Bunda. Ya, meskipun akhirnya Bunda menyakiti dirinya sendiri dan bunuh diri." Karsha menghela napas. "Aku sudah berdamai dengan semuanya, Kalu. Menyalahkan diriku terus menerus juga tidak akan membuat Adikku dan Bunda kembali kan? Yang bisa aku lakukan sekarang hanya menjalani kehidupanku sebaik yang aku bisa dan berusaha menjadi manusia yang lebih berguna."

Sequel (Selesai) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang