25. Temaram

714 52 1
                                    

Trigger Warning

Mentioning of traumatic experience, M-preg, little bit NSFW, endless anxious from the characters, and mentioning of cheating.

You can skip it if feel uncomfortable. I already warn you.

.
.
.

Setiap yang jatuh memang menyakitkan, termasuk jatuh cinta.

Itu yang kira-kira dirasakan sesosok atma yang sekarang memandang sendu ke arah seorang pria yang tengah tertawa riang dengan seorang wanita berambut hitam yang menutupi sebagian punggung si empu. Benak serta hatinya kerap kali bertanya apakah pria jangkung yang kini tengah berbincang dengan si wanita itu benar-benar memiliki perasaan terhadap dirinya? Sekelebat pemikiran itu tidak hanya datang sekali atau dua kali. Keraguan itu sering kali duduk manis dalam pikirannya dan senantiasa menari-nari di sana, seolah mengejek serta berbahagia melihat ia diambang keraguan tanpa ujung.

Jihoon—si pria yang tengah dilanda kegundahan—itu selalu bertanya-tanya, adakah setitik perasaan cinta dalam hati sang kekasih? Sebab tampaknya pria itu terlihat tidak mencintainya. Singkat cerita, mulainya hubungan romansa ini karena Jihoon menyatakan perasaannya pada sosok yang telah menjadi dambaannya selama tiga tahun lamanya. Bermodal petuah dari Seungcheol dan Jeonghan—teman-temannya—Jihoon nekat untuk menyatakan perasaannya pada Soonyoung, si lelaki yang terkenal dengan peringainnya yang dingin.

Hari itu, ketika selesai pelepasan untuk mahasiswa tingkat akhir yang sudah lulus, Jihoon memberanikan diri untuk menjumpai Soonyoung yang sedang duduk sendirian di ujung ruangan penyelenggaraan pesta yang diadakan oleh mahasiswa angkatannya. Entah dapat nyali dari mana, Jihoon menyatakan perasaannya.

Ajaibnya, Jihoon diterima. Pasalnya, sudah banyak orang yang menyatakan perasaannya pada Soonyoung, tetapi mereka semua memiliki nasib yang sama, yaitu ditolak dengan tatapan amat dingin nan menusuk dari Soonyoung. Maka dari itu ketika Jihoon diterima, berita tersebut langsung menyebar luas ke seluruh penjuru kampus walaupun mereka telah lulus.

Si taruna muda bermarga Lee itu rasa-rasanya telah menjadi orang paling bahagia di dunia kala itu. Bahkan ia sempat berbisik sembari menitikkan air matanya pada rembulan yang telah menjawab seluruh penantiannya. “Terima kasih sudah menjadi pelipur laraku selama tiga tahun ke belakang. Sekarang cukup terima saja kabar bahagia dariku yang sudah memilikinya yang aku idam-idamkan, ya,” ucapnya malam itu pada langit yang bertaburkan bintang-bintang.

Rasanya ia menjadi manusia paling bahagia saat itu.

Iya, saat itu. Nyaris tiga tahun hubungan mereka berjalan, nyatanya tidak membuat sikap Soonyoung berubah padanya. Lelaki itu dingin, terlampau dingin untuknya. Bongkahan es dalam jiwa pria itu seolah tidak bisa dikikis sedikit pun. Soonyoung dingin, amat dingin. Hubungan mereka bukan seperti pasangan kekasih pada umumnya. Bahkan setelah tiga tahun lamanya mereka berhubungan, Soonyoung tidak pernah memberikannya sebatas setangkai bunga mawar putih kesukaannya atau memberikannya sebuah pelukan hangat pereda lelah yang sangat ia butuhkan selepas melalui penatnya hari.

Semua afeksi, semua manis yang tertuang dalam hubungannya selalu Jihoon yang memulai. Setahun pertama, Jihoon merasa optimis akan bisa meluluhkan dinginnya sang kekasih. Di tahun kedua pun masih begitu. Hingga Seungcheol dan Jeonghan mulai lelah dengan sikap Jihoon yang selalu melangkah dan memulainya seorang diri.

“Aku pikir dengan kau bersama dengannya, maka seluruh kebahagiaan akan kau dapatkan. Jihoon, maaf aku bicara seperti ini, tapi aku muak melihat kau yang berjalan seorang diri. Aku suka kau begitu tegar, tapi ini terlalu tegar. Hubungan itu jalannya berdua, bukan hanya satu orang saja.”

Jihoon ingat betul petuah yang diberikan Jeonghan pada malam itu. Ya, malam di mana ia menjumpai prianya memeluk bahagia wanita yang kini tengah berbicara dengannya di depan sana. Kalau tidak salah nama perempuan itu adalah Seyoung. Perempuan itu sempat menjadi pemilik hati sang kekasih untuk satu tahun lamanya. Kisah manis mereka bahkan menjalar luas ke seluruh penghujung kampus. Bahkan mereka pernah dinobatkan sebagai pasangan paling romantis. Banyak pasangan yang ingin menjadi seperti mereka. Jika berbicara soal patah hati, tentu saja Jihoon yang mendengar kabar burung tersebut dilanda patah hati melihat sang pujaan hati begitu mesra dengan kekasihnya.

Soonyoung yang sekarang sangatlah berbeda dengan yang dahulu. Di waktu lampau, lelaki itu masih sering menunjukkan afeksi-afeksinya pada sang kekasih di depan umum, masih bercanda riang di depan sahabat-sahabat Soonyoung sembari merangkul Seyoung, dan masih sering menggandeng jemari sang kekasih ke mana pun mereka pergi. Namun, semua itu berubah ketika berita putusnya Soonyoung dengan Seyoung menyebar. Entah apa yang membuat pasangan yang menjadi sorotan banyak orang itu kandas di tengah jalan. Sampai saat ini Soonyoung masih bungkam jika ditanya alasan putus dengan Seyoung.

Semenjak saat itu, perlahan-lahan Soonyoung menunjukkan ketidaktertarikannya untuk memiliki hubungan spesial. Senyum cerah dari si pria juga perlahan-lahan mulai meredup dan menjadikan pria itu sebagai sosok yang dingin seperti saat ini. Pernah Jihoon menyinggung sedikit soal Seyoung dan hasilnya adalah Soonyoung yang mendiaminya selama satu minggu.

Terlalu banyak pertanyaan yang ingin Jihoon tanyakan pada Soonyoung yang penuh dengan teka-teki. Pria itu terlalu misterius untuk sekali pun status berkata bahwa ia adalah kekasihnya. Jihoon kira dua tahun lebih akan menjadi waktu yang cukup guna memahami sikap Soonyoung, guna saling memahami dan terbuka satu sama lain. Namun nyatanya hubungan ini berjalan abu-abu dengan Jihoon yang mendominasi setiap kisah romansa mereka.

Lamunannya buyar ketika sepatuh hitam yang digunakan Soonyoung telah tampak di depan sepatu putih yang dipakai Jihoon pada hari itu. Dengan jarak sedekat ini Jihoon dapat mencium wangi maskulin yang kerap kali menjadi wangi paling ia nanti kedatangannya. Namun akhir-akhir ini meski mereka hanya dipisahkan jarak beberapa senti saja, Soonyoung seperti berada jauh di sana.

“Kau sudah selesai?” Dan pertanyaan itu hanya dibalas dengan anggukkan kecil dengan wajah datar si empu.

Bukankah ini terbalik?

Kalau Jihoon egois, rasanya ia ingin berteriak sekarang ke hadapan wajah dingin sang kekasih menuntun segala macam hal yang seharusnya ia dapatkan. Senyum indah yang tergurat di bibirnya beberapa waktu lalu begitu susah Jihoon dapatkan. Bahkan ia harus memutar otak hanya untuk melihat pria itu tersenyum. Sedangkan Seyoung dengan mudahnya membuat sang kekasih tersenyum.

Rasanya tidak adil, itulah kira-kira yang Jihoon rasakan saat ini. Jihoon tidak pernah menuntut banyak hal walaupun dia tidak mendapatkan apa yang dia harapkan dari Soonyoung. Kalau kata Jeonghan, dia hanya seperti memiliki sahabat pendengar baru, bukan kekasih. Keraguan itu menjadi benalu dalam dirinya.

Apa kata ‘selamanya’ akan ada dalam kisah mereka?

Sejenak ia menekan egonya—lagi. Membalas wajah datar si empu dengan sebuah senyuman indah yang sebisa mungkin ia tuaikan. “Pulang?”

Soonyoung kembali mengangguk. “Aku akan mengantarmu pulang.”

Selama perjalanan, Jihoon lebih memilih diam sembar melihat ke luar. Gedung-gedung pencakar langit yang berjejeran di sepanjang jalanan kota menjadi satu-satunya pemandangan yang menarik baginya. Matanya memang memandang ke luar, tetapi isi kepalanya berkelana bebas menyisiri satu per satu setiap kenangannya dengan sosok pemuda di balik kemudi.

Sudah lama sekali terakhir kali Soonyoung memeluknya terlebih dahulu, sudah lama sekali terakhir kali Soonyoung menggenggam tangannya lebih dahulu, dan sudah lama sekali Soonyoung mengatakan bahwa ia mencintainya terlebih dahulu. Melihat banyak pasangan di luar sana yang bergandengan ria sembari bercanda tawa menuai senyuman miris di bibirnya.

Hingga tidak terasa sudah sampai di depan rumah Jihoon. Buru-buru ia menarik napas panjang guna mendesak sedan yang sedari tadi ia tahan. “Mau mampir?”

“Aku pulang saja, sudah malam.”

Memang bodoh, walaupun Jihoon sudah tahu jawaban Soonyoung, tetapi nyatanya pertanyaan itu tetap keluar dari mulutnya—meski percuma. Seperti sebelum-sebelumnya, Jihoon memeluk lelakinya sebagai ucapan terima kasih dan selamat tinggal. Balasan Soonyoung malam itu membuat hatinya hancur berkeping-keping. Sesak dan tangis sudah tak mampu lagi tertahankan. Kristal bening yang enggan sekali Jihoon tunjukkan di depan Soonyoung itu mengalir deras pada malam itu. Bulan menjadi saksi bisu pilu yang dirasakannya.

Mulai malam itu, Soonyoung tidak lagi membalas pelukannya.

STRAWBERRY SHORT CAKE | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang