Soonyoung, cowok yang terkenal karena kepiawaiannya dibidang taekwondo itu lagak-lagaknya sedang pusing mikirin kehidupannya.
Biasanya cowok itu periang banget, mendadak beberapa hari ini dia murung banget sekaligus aneh. Kantung matanya mulai menghitam, lemes, tiap latihan nggak fokus terus. Jihoon sampe aneh sama dia.
“Soonyoung, kamu kenapa? Sakit?”
Mereka sekarang lagi GOR. Omongan Soonyoung yang bilang acara ngedate mereka bakal lebih sering di GOR itu bener kejadian. Ya, walaupun habis itu Jihoon pasti dibawa seenggaknya keliling-keliling bentar.
Hari ini jadwal latihan Soonyoung, tapi latihan udah selesai dari setengah jam yang lalu. Anak-anak unit udah sebagian pada pulang, sebagian lagi masih ada yang sibuk nendang-nendang pake target.
Reaksi Soonyoung waktu Jihoon nanya kaya begitu cuma menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Tapi, habis itu Soonyoung meluk kaki dia terus nyembunyiin muka dia di lipatan tangannya.
Jihoon yang liat cuma bisa ngelusin kepala pacarnya aja. Habisnya mau ngasih kata-kata penyemangat juga bingung nggak tau masalahnya apa.
“Kamu boleh sedih, boleh nangis, tapi jangan berlebihan, ya.” Jihoon cuma bilang kaya gitu sama Soonyoung dan cowoknya cuma ngangguk doang.
Nggak lama dari itu anak-anak unit dia pada pamitan sama Jihoon dan pulang semua. Di GOR udah bener-bener sepi banget, tinggal mereka aja. Sudah gitu mereka duduknya mojok di paling atas tribun.
“Soonyoung, coba liat aku dulu, deh.” Jihoon ngomong sambil ngelus tengkuk pacaranya lembut banget sampe Soonyoung yang dielus ngantuk.
“Kenapa, Ji?”
“Kamu yang kenapa, Soonyoung.” Jihoon menghela napasnya sambil ngeraih tangan Soonyoung buat dia genggam. “Kamu mau cerita sama aku?”
Alhasil roboh tuh pertahanan Soonyoung. Sepinter-pinternya dia bohongin pacarnya, ya, nanti pasti ketauan juga 'kan; pikir dia tuh. Jadi, sekalian aka ceritain walaupun dia tau Jihoon pasti marah.
“Aku pusing, Ji.” Soonyoung ngomongnya pelan banget dan dari nadanya tersirat perasaan yang bener-bener capek banget dia ngadapinnya.
Kok Jihoon tau? Feeling aja, sih, kalau kata Jihoon.
“Pusing kenapa?”
“Pusing sama kehidupan aku. Aku bingung hidup aku mau dibawa ke mana. Muak aja sama orang-orang di sekitarku yang nuntut ini itu.”
“Muak sama aku juga, dong?”
“Ya enggaklah!” Suara Soonyoung di sini agak meninggi karena nggak setuju banget sama apa yang Jihoon bilang. “Mana bisa aku muak sama kamu yang gemesin,” sambung dia.
Jihoon cuma bisa merotasikan bola matanya aja alias capek denger Soonyoung godain dia mulu, kebal lama-lama.
“Aku tuh capek sekaligus bingung. Kenapa aku kaya gini? Kenapa aku nggak kaya orang lain? Kenapa aku nggak bisa gini? Kenapa aku nggak bisa gitu? Terlalu banyak pertanyaan sampe buat aku pusing sendiri,” keluh Soonyoung.
“Soonyoung, kenapa kamu harus jadi orang lain? Kamu itu kamu. Kalau kamu orang lain, aku nggak bakalan suka. Kamu punya kepribadian yang beda sama orang lain. Tiap manusia itu unik, termasuk kamu juga. Jangan jadiin seluruh pemikiran orang terhadap kamu sebagai tumpuan hidup kamu atau ara hidup kamu. Hidup kamu, ya, kamu yang nentuin. Kenapa harus ngikutin kata orang lain? Kenapa harus hidup sesuai sama yang mereka mau? 'Kan kamu yang hidupnya, Soon, bukan mereka.”
Soonyoung yang denger itu mendadak kaya muter otak 'iya juga, ya' yang dibilang pacaranya itu.
“Hidup aja sesuai sama yang kamu mau. Kalau orang nggak satu selera, satu pendapat, satu minat, ya udah nggak apa-apa. Kita nggak bisa ngontrol pikiran mereka buat sama kaya kita. Persepsi orang beda-beda,” tambah Jihoon.
“Aku nggak nyangka aja ternyata perasaan kaya gini bisa ngubah pola hidup aku,” cetus Soonyoung.
“Hah? Gimana-gimana?”
Soonyoung menghela napasnya. “Aku ngerokok.”
“Sejak kapan?” Jujur, di sini Jihoon kaget, tapi dia nggak mau keliatan kaget banget karena kondisi pacarnya juga lagi pusing. Kalau Jihoon marah-marah yang ada nanti emosi Soonyoung bisa meledak.
“Aku waktu itu lagi bener-bener stres banget. Aku inget waktu temenku bilang ngerokok bisa ngilangin stres dan dari situ aku nyoba.”
“Udah berapa lama?”
“Ada kali satu atau dua bulan.”
Jihoon menghela napasnya. “Jangan ngerokok. Selain aku nggak suka, ke kamunya juga nggak baik. Kamu itu atlet, loh.”
“Makanya, bantuin aku berhenti ngerokok.”
“Pasti aku bantuin, Soonyoung.”
“Harus ada pengganti rokoknya.” Soonyoung ngarahin pandangannya ke arah bibir Jihoon dan waktu Jihoon sadar pandangan Soonyoung ke mana, dia gelagapan, gugup sendiri.
Terus Soonyoung ngalihin pandangannya ke manik Jihoon. “Boleh?”
Jihoon kaya nggak sadar ngangguk gitu aja dan sekarang bibir mereka udah nempel.
Nggak tau, Jihoon nggak bisa mikir lagi saking gugupnya. Dia cuma bisa diem sambil ngeremat kaos Soonyoung waktu pacarnya udah mulai gerakin bibirnya. Pokoknya sekarang mereka udah saling nempel aja keningnya. Deru napas Soonyoung juga bener-bener kerasa di kulit wajah Jihoon.
“Boleh inikan sebagai gantinya?”
Jihoon yang ditatap salah tingkah dan dia ngejawab sambil terbata-bata. “I–iya,” jawabnya dia.
Soonyoung yang liat Jihoonya itu udah malu dan merah kaya kepiting rebus cuma bisa senyum. Habis itu dia bawa Jihoon ke pelukannya. Dia peluk erat banget, nggak mau lepas.
“Bantu aku, ya, Jihoon.”
catetan: cerita ini juga aku post di twitter, yaaJangan lupa tinggalkan jejak
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY SHORT CAKE | SoonHoon
FanfictionEdisi duet maut dan lainnya Disclaimer: Seluruh Karakter milik Tuhan YME, pribadi dan Pledis Entertainment selaku agensi. Semua isi dari fiksi ini adalah hasil dari tulisan penulis. Adapun jika ada kesamaan nama, tempat atau alur cerita, itu adalah...