"Ada apa?" tanya Seokmin yang melihat Jihoon tengah duduk memeluk lutut di balkon apartemennya.
Jihoon tersenyum padanya. Senyuman getir yang terpatri di wajah sang kakak itu membuat adik laki-lakinya menghela napasnya. "Selalu begitu," gumam Seokmin, "Kau selalu saja tersenyum walaupun kau terluka," sambungnya.
Kembali lelaki itu menghela napasnya.
Lee Seokmin—adik Jihoon—mendapat kabar dari si bungsu—Lee Chan—yang saat itu masih ada di apartemen mereka karena kelasnya hanya ada siang hari saja. Kedatangan Jihoon pagi itu membuat kening si bungsu mengerut. Namun, kebingungannya terjawab sudah ketika melihat raut wajah Jihoon yang begitu mengkhawatirkan dan juga matanya yang sedikit membengkak.
Takut salah bicara, Chan lebih memilih untuk membiarkan kakak tertuanya itu memasuki kamar tamu sambil membawa Jiyoung bersamanya. Dirasa sudah aman, barulah Chan memberitahu Lee Seokmin selaku kakak keduanya. Sementara Seokmin yang saat itu sedang bekerja pun tidak fokus. Dia berfirasat bahwa ada sesuatu yang terjadi pada kakaknya itu ketika mendengar cerita dari sang adik.
Firasatnya benar. Seperti apa yang dia lihat sekarang, Jihoon tengah duduk dengan raut wajah yang sarat akan kesenduan dan kesedihan. Walaupun kakaknya itu belum bercerita apa pun, tetapi ia yakin bahwa ada sesuatu yang rumit menimpa kakak kesayangannya itu.
"Kau tidak akan sampai kemari dan menginap kalau masalah itu tidak besar." Seokmin mendudukkan dirinya tepat di samping Jihoon yang sedang menatap lurus ke arah bangunan-bangunan yang menampakkan keindahan dari atas sana. Sinar dari lampu-lampu pijar itu begitu cantik.
"Ada apa—"
"Soonyoung," selanya. Belum sempat ia melanjutkan perkataannya, napasnya tercekat. Air mata pun mulai menggenang di pelupuk matanya. Mencegah agar tak jatuh, lelaki itu mendongak dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kau tahu, kau tidak perlu harus selalu terlihat kuat. Tidak apa untuk tidak kuat setiap saat, kau juga manusia, Hyung."
Perkataan itu sukses membuat Jihoon membenamkan wajahnya di sela-sela tangannya. Isak tangis itu terdengar samar di pendengaran Seokmin. Sosok mungil yang kini sudah bersuami itu terlihat begitu rapuh. Seokmin bahkan tanpa sampai hati untuk sekadar melihat kakaknya ini menangis, apalagi membuat dia menangis seperti ini. Dia bahkan pernah hampir memukul orang yang membuat kakak tersayangnya ini menangis waktu dahulu.
Lelaki bertubuh tegap itu hanya bisa kembali menghela napasnya dan memeluk sang kakak yang kini membenamkan wajahnya di ceruk lehernya. Mendengar tangisan pilu keluar dari mulut Jihoon membuat Seokmin pun tak kuasa untuk menahan air matanya. Bahkan Chan saja yang sedang mengintip di balik pintu sudah menitikan air matanya. Saking tidak teganya, si bungsu yang di kampusnya terkenal dingin itu berlari menuju kedua kakaknya yang tengah berpelukan itu untuk kemudian memeluk Jihoon dari belakang.
Alhasil mereka bertiga saling berpelukan dan berbagi kesedihan bersama di tengah dinginnya malam.
Bermenit-menit mereka terisak bersama sampai Jihoon berinisiatif untuk melepaskan pelukannya dari Seokmin dan diikuti dengan Chan yang melepaskan pelukannya pada punggung Jihoon. Melihat kedua adiknya yang kini sama banjir air mata membuat Jihoon terkekeh dan mendorong wajah mereka berdua sambil tertawa.
"Kenapa kalian ikut menangis juga?" tanyanya sambil menghapus air matanya.
"Habisnya aku tidak tega jika melihat hyung menangis," jawab Seokmin yang disetujui oleh Chan yang juga saat ini tengah menghapus air matanya.
"Kita jarang sekali melihat hyung menangis dan sekalinya melihat kadang aku juga suka ikut menangis," ujar Chan polos yang membuat Jihoon tersenyum ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY SHORT CAKE | SoonHoon
FanfictionEdisi duet maut dan lainnya Disclaimer: Seluruh Karakter milik Tuhan YME, pribadi dan Pledis Entertainment selaku agensi. Semua isi dari fiksi ini adalah hasil dari tulisan penulis. Adapun jika ada kesamaan nama, tempat atau alur cerita, itu adalah...