..
"Mikaila Hanggini?"
"Benar, Pak."
Dosen lintas jurusan itu memperhatikan berkas lampiran dan gadis itu secara bergantian, agaknya meneliti apakah benar jika gadis itu memang punya minat dan bakat. Namun dari rautnya saja sudah terlihat bagaimana Si Dosen cukup tertarik dengan prestasi Mika- mahasiswa yang mengotot ingin ikuti scholarship di luar negeri.
"Oke, kamu bisa ikut bimbingan hari ini. Habis ini kamu ke ruang Dewan, buat bimbingan sama Mr. Arya."
Mika terkejut bukan main, bahkan ia sampai menutup mulut dan mata setengah terbelalak. Hari ini juga ia bisa mengikuti test yang sudah ia planningkan dari lama. "Eh, serius, Pak? Saya bisa bimbingan hari ini?"
"Iya Mikaila, masa saya bohong. Emangnya mau saya batalin?" Sahut Dosen bernama asli Wijaya itu sembari menghela napas sabar.
Mika tertawa kikuk, "maaf Pak, jangan dibatalkan. Ini, kan, mimpi saya dari lama, Pak... hehe."
Dosen itu menggeleng pelan, "dasar. Ya sudah sekarang kamu ke sana. Semoga kamu lolos dan bisa mewujudkan apa yang kamu inginkan."
Lihat, semenjengkelkan apapun Mika, sudah pasti Wijaya tetap mendukung mahasiswa kampus dimana ia bekerja sampai sekarang. Lagipula, Mika cukup trampil dan tekun untuk bisa mengikuti ajang pertukaran mahasiswa itu.
Mika juga tersenyum lebar sebelum berpamitan, "iya Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih sama Bapak, atas semua bimbingnnya selama ini dan semoga mimpi saya tercapai."
"Saya pamit dulu, permisi, Pak."
Setelah mendapat anggukan, Mika keluar dari ruangan itu dengan wajah bahagianya. Rupanya ia sudah memulai satu langkah lebih maju hari ini, mungkin.
Harus pamer ke kakak, nih.
"Eh, tapi, kan dia nggak ada kelas hari ini. Yah, gagal pamer." Tiba-tiba wajah Mika lesu, ia lupa jika Sang kakak sedang ada di rumah. Mungkin ia harus pulang segera untuk menunjukkan kabar baik pada kakaknya itu setelah mendapat bimbingan dari Mr. Arya.
Tapi Mika tetaplah Mika, ia kembali menaikkan moodnya dan menemui Mr. Arya di ruangannya. Tak ada halangan, dalam sesi bimbingan pertama Mika, telah selesai dengan lancar. Bahkan Mika mendapat banyak relasi dari Mr. Arya. Mika harap di sesi bimbingan selanjutnya ia bisa paham sepenuhnya untuk persiapannya tahun depan.
"Mr. Arya baik banget, kenapa nggak dia aja gitu yang jadi dosen pembimbing kelas, biar skripsi juga lancar."
"Pulang ah..."
Mika bermonolog saat berjalan menuju gerbang belakang. Tak begitu banyak orang, hanya ada beberapa anak teater yang sedang membereskan beberapa properti mereka untuk di letakkan di gedung teater. Bahkan Mika sempat menyapa beberapa teman yang ia kenal saat Makrab waktu lalu.
Hingga Mika tiba pada jajaran ruang broadcasting, ruang meeting, dan beberapa ruang tunggu. Gadis itu tak melihat siapapun ada di sana, sebenarnya ia biasa dengan itu, tapi hari ini ia merasa aneh.
Tapi Mika mencoba tidak peduli, ia hanya berjalan santai sembari sesekali mengecek ponselnya, barangkali ojek online pesanannya sudah menunggu di tempat yang ia arahkan. Namun sial menimpa Mika sore itu, aneh yang ia rasakan kini menjadi nyata. Dengan tiba-tiba ia diseret menuju salah satu ruangan yang ia lewati tadi dengan paksa. Ponselnya terjatuh begitu saja ke lantai.
Tapi Mika bukan mempedulikan itu, Mika hanya memberontak sesaat sebelum ia di dorong ke arah meja, yang membuatnya mengaduh sakit sebab kepalanya terbentur salah satu sisinya hingga mengeluarkan darah lewat gorean pada pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...