09. Hari Patah Hati

105 27 4
                                    


..

"Males banget, kan? mana gue ada kelas sore, uh!"

"Sabar Yun, lagian gakpapa kalo lo dateng telat. Kita juga nyantai, kok."

"Iya, Yun. Mana Rasya juga harus nunggu Bima selesai latihan band dulu baru dia otw rumah Luna."

"Iya, deh, tapi dateng telat beneran gakpapa?"

"Iya Yuna..., santai ih."

Yuna, gadis itu hanya tersenyum lebar ketika teman-temannya memberinya waktu lebih untuk sedikit terlambat besok lusa. Mereka berencana ingin membuat kue bersama dan mengobrol santai sampai malam. Hitung-hitung untuk melepas stres, melihat Mika dan Luna sudah selesai dengan tes bulanan mereka.

"Makasih, guys. Jadi lega kalo begini, gue tuh dari kecil jarang dateng telat, karena takut kalo dimarahin dan kebawa sampai sekarang deh, hehe."

Cantika menggelengkan kepala melihat Yuna, ia pikir dirinya juga seperti Yuna waktu duduk di bangku sekolah. Syukurnya sekarang ia bisa menyesuaikan diri dan mengubah rasa takut itu. "Kamu tertib banget, Yun. Udah mirip kaya tentara aja."

"Yuna sama kaya lo, Can. Cuma ya, dia masih gitu hahaha...," sahut Rasya dengan tertawa kecil.

"Gue malah parah, telat mulu kalo hari senin. Eh, tapi bukan telat yang harus dihukum gitu. Gue telat yang sampai hampir upacara mulai, guenya baru sampai gerbang." Bahkan Luna juga ikut tertawa ringan karena hal itu. Tentu ia membuat Yuna, Rasya, dan Cantika ikut tertawa karenanya.

Ternyata tertib akan tepat waktu begitu berpengaruh untuk masa depan. Lagi pun, sekarang sudah berbeda, mereka sudah menjadi mahasiswa yang punya sedikit waktu untuk menikmati tidur nyenyak setelah seharian banyak beraktivitas di kampus.

"Serius lo emang parah banget, kak. Tapi gue salut lo gak pernah dihukum."

"Siapa dulu, Luna gitu," tutur Luna sembari mengibaskan rambut panjangnya dengan penuh gaya.

Tapi dibalik tawa mereka yang renyah itu, baru tersadari bahwa di antara mereka ada satu suara yang akhirnya sunyi. Tak lagi tertawa seperti beberapa jam di awal tadi. Dan ya, mereka tahu jika gadis Hanggini itu tengah terdiam menatap keripik kentang dalam toples panjang yang digenggamnya. Benar, Mika hanya melamunkan satu hal besar, juga ia ingat bahwa makanan yang ia bawa itu adalah favorit Juna. Kak Lian lagi apa, ya? kira-kira dia udah ngemil keripik ini belum, ya?

"Kak Luna, kak Mika kenapa?" tanya Cantika kepada Luna dengan berbisik. Namun, Luna menggeleng tanda tidak tahu apa-apa. Ia bergantian menatap Yuna, Cantika, dan Rasya seakan bertanya juga. Sama saja, ketiga gadis itu mengendikkan bahu bersamaan.

Tanya gih. Begitu yang dikatakan Rasya lewat gestur tubuh dan berbicara tanpa suara. Sedangkan Mika yang masih asyik diam melamun, kini tersentak kaget karena Luna akhirnya menepuk pundanya pelan.

"Astaga! eh, Luna. Kenapa?"

Luna menghela napas, begitu juga dengan yang lain. Ia menatap mata Mika dalam, seperti meminta kejelasan kenapa gadis itu hanya diam melamun saat mereka tertawa tadi. "Lo yang kenapa. Mik, kita temenan udah lama, loh. Lo gak mau cerita sesuatu ke kita?"

Mika menunduk, entah kenapa dia jadi lemah sekali hanya karena memikirkan Juna yang padahal lelaki itu belum tentu memikirkan perasaannya juga. Ia meremat kuat toples keripik kentang itu guna menahan sesak. Kenapa semakin diingat, semakin sakit pula dadanya?

[A]. STEREO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang