..
"Oke rapat hari ini udah cukup. Dea bakal share ulang hasil keputusan rapat ini. Oh iya, karena ini acara internal, gue harap bisa rapih kaya biasanya."
"Makasih, kalian bisa balik."
Juna merapikan buku catatan salinannya. Begitu juga dengan anggota yang lain. Beberapa dari mereka langsung keluar, sementara yang sudah selesai dengan kelasnya hanya tinggal di sana. Ya, untuk sedikit bersantai. "De, lo handle dulu laporan hari ini, gak usah nunggu punya Hana," tutur Juna sebelum Dea benar-benar keluar dari ruang BEM.
"Oke, kak. Gue duluan." Begitu yang Dea katakan dan kemudian pergi.
Di sana hanya Juna, Bima, Leo, dan Juga Kaila yang tersisa. Selain karena mereka tidak punya kelas lagi, mereka juga mengerjakan tugas masing-masing. Bima yang duduk di dekat meja Juna pun bertanya, "Jun, emangnya Si 'itu' belum masuk juga?"
Juna mengerutkan alisnya tanda tidak paham, "siapa?" Sedangkan Bima hanya merotasikan bola matanya malas. Males banget kalo Juna lemot gini, batinnya.
"Hana." Mendengarnya, Juna hanya mengangguk kecil. Ia sebenarnya malas membahas hal ini, tapi terpaksa karena mungkin Bima ingin bertanya mengenai Dea yang tiba-tiba menggantikan semua tugas Hana.
"Belum. Jujur gue gak begitu peduli, tapi Bim, ini masalah kinerja dia di BEM. Gue gak tahu lagi harus gimana selain serahin semuanya ke Dea. Lagian, masih ada sekretaris bidang, jadi mereka bisa bantu Dea," jelas Juna dengan nada kesal dan bercampur malas.
Bima mengangguk, ternyata memang ada korelasi antara kejadian di kantin dengan Hana. Bima tidak habis pikir, jika Hana memang melakukannya untuk membuat Juna terpojok. "Emm, Jun," panggil Bima.
"Apa?"
Tapi kalo gue bicarain sekarang kayanya gak pas deh waktunya, mana muka dia keliatan amburadul gitu. Bima hanya membatin, ia sedikit kasihan dengan Juna, pasti pikirannya bercabang kemana-mana sekarang. Tidak-tidak, Bima tidak akan membicarakannya sekarang.
"Enggak, hehe. Gue juga ikut pulang, ya. Kalo tugas gue ntar dikerjain bareng sama Rasya deh. Kelar besok." Bima hanya tersenyum lebar saat mengatakannya, alih-alih membuat Juna tidak curiga atau bertanya macam-macam.
"Ohh, ya udah pulang aja sana. Ngapain juga izin gue."
"Ya, barang kali lo nyuruh gue ngelembur tugas gue."
Juna tertawa, "sejak kapan gue nyuruh anggota gue lembur kalo gak kepepet? Sekarang kita masih punya waktu sebulan dan itu udah cukup buat persiapan."
Bima pun hanya mengangguk kecil. Syukur jika Juna sudah punya banyak rencana untuk mereka di waktu yang singkat ini. Benar-benar tidak bisa diremehkan lelaki itu, sebab hanya terlihat lemah di hadapan ibunya dan Mika. Tipe idaman sekali, bukan?
"Kaya gitu mau lepas lencana lo dari BEM? kayanya anak-anak gak bakal rela kalo lo pensiun," ujar Bima dengan senyum kecil. Anak-anak yang ia maksud adalah anggota BEM yang juga dua tahun ini ada di BEM bersama Juna. Bukan pertanyaan lagi jika reputasi kampus jadi naik karena kinerja mereka.
Sembari berjalan keluar ruangan, mereka berbincang kecil. Seperti saat ini."Udah kaya sesepuh aja gue. Lihat tuh, kak Jordan, sekarang aja masih pusing ngurusin skripsi. Padahal dulu dia maniak banget sama kerja dan belajar."
"Terus apa hubungannya?" tanya Bima tidak mengerti.
"Justru itu yang gue takutin. Gue ngejar skripsi dari jauh hari bahkan bulan, taunya waktu sidang gak lancar." Juna sampai menggelengkan kepala karena tidak mau membayangkannya.
"Gak ah, lo pesimis banget. Denger ya, semua bidang yang ada di BEM, lo yang pegang kendali. BEM fakultas juga semuanya ke lo. Selama dua tahun ini gue lihat, lo lancar-lancar aja handle semua itu. Kontrol waktu lo bagus, manajemen diri juga oke. Bisa lah tiga setengah tahun buat lo wisuda."
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...