07. Hanya Angan

88 22 2
                                    

..

"Malika menang, tau. Padahal jaraknya sama Jean udah mepet banget. Keren, sih, kata gue."

"Emangnya semalem yang ikut final siapa aja?"

"Malika, Jean, Zidan, sama kak Gio."

"Ohh gitu, pulang jam berapa lo pada?"

"Sekitar jam 12 kayanya."

"Kalo lo jam berapa, Bim?"

"Gue gak lihat jam, jam berapa Jun?" Bima menunggu jawaban dari Juna yang masih belum mengatakan apa-apa. Karena kemarin malam mereka datang ke sirkuit untuk melihat balap motor seperti biasa.

Namun, melihat Juna yang hanya diam sembari menyesap Americano dengan pandangan kosong, Bima menepuk keras pundak ketua Cyber itu hingga membuatnya tersentak kaget.

Lantas, Juna mengerjap pelan. "Ha, apa? kenapa, sih?" tanyanya.

Bima menatap Sean kemudian. Sedangkan Theo dan Hardin hanya mengendikkan bahu tanda tidak tahu. Seperti, gue gak tahu kenapa dia begitu. Tanya aja gih.

"Bengong mulu diajak ngomong. Gue tanya loh, Jun."

Juna mengangguk pelan, "sorry, lo tanya apa tadi?"

"Semalem kita balik jam berapa?"

"Gak tahu, jam satu, mungkin." Juna menjawabnya dengan setengah datar. Ia kembali menyesap kopi super pahit itu dengan wajah yang biasa saja. Tetapi tanpa ia sadari teman-temannya memandangnya dengan penuh tanya dan curiga. Mereka berpikir, apa yang terjadi pada Juna hingga lelaki itu terdiam bak hilang arah.

"Jun, lo ada masalah apa sebenernya?"

Pertanyaan dari Sean itu sukses membuat Juna menoleh sepenuhnya ke arah lelaki berlesung pipit itu. Menatapnya heran dengan kening berkerut, mengapa Sean tiba-tiba bertanya seperti itu padanya.

"Kenapa lo tanya kaya gitu?"

Sean menghela napas, begitu juga dengan Bima yang kemudian menyahutinya. "Lo dari tadi bengong terus. Ditanyain juga jawabannya gak kaya biasanya. Lo ada masalah? lo bisa cerita sama kita."

Juna terdiam beberapa saat, lagi. Ia membuang pandangan. Ia tidak mungkin menceritakan hal ini secara terang-terangan kepada teman-temannya. Terlebih, ia tahu betul Bima adalah orang yang dekat dengan apa yang ingin ia ceritakan ini. Ia rasa ini tidak perlu dibahas lebih lanjut.

"Gue gakpapa, kok. Lagi capek aja," dusta Juna pada akhirnya. Ia tidak bisa membahas hal tentang Mika dihadapan banyak orang, karena pasti mereka akan mengira yang tidak-tidak tentang Mika dan dirinya. Ya, seseorang yang sedang mengganggu Juna adalah Mikaila. Gadis yang beberapa hari lalu membuatnya terdiam seribu bahasa.

Gadis yang memberinya bendera merah dengan alasan yang Juna sendiri tidak tahu pasti. Juna seperti orang bodoh saja tiap kali mengingat apa yang Mika katakan padanya.

tapi gue bukan siapa-siapanya kak Lian....

bukan siapa-siapanya kak Lian....

bukan siapa-siapa....

Benar, kalimat singkat namun penuh dengan kejutan rasa sakit yang entah sejak kapan tertoreh. Rasanya seperti- argh, Juna bahkan memikirkan seperti apa dirinya di mata Mika. Bagaimana dirinya menurut Mika. Dan juga apa maksud perkataan Mika yang sebenarnya, karena gadis itu berbicara seakan bermakna ganda. Juna ingin tahu semua itu, Juna tidak ingin tertinggal apapun tentang Mika.

Apa gue berbuat salah sama dia?

"Capek? baru kali ini gue denger lo ngeluh, kak. Tapi ya, emang kalo jadi anggota BEM gini bikin capek banget." Theo menimpali Juna kemudian.

[A]. STEREO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang