28. Di Ujung Tanduk

54 9 4
                                    

..

Pertemuan mereka yang seharusnya ada di rumah Ridaffa, kini tertunda. Sean seketika memutar haluan dan meminta Hardin dan Theo untuk kembali ke apartemen saja. Bima juga setuju sebab sebentar lagi pasti sudah terbit fajar. Ia hanya merasa mereka memerlukan istirahat sebentar. Lagipula, bukti yang mereka dapat cukup banyak.

Untuk Hana, Daffa dan Dea– entahlah, mungkin langsung melapor ke pihak kampus sudah sangat berdampak besar.

"Kenapa gak sekalian aja, sih? Tanggung banget harus balik dulu."

Sean menghela napasnya pelan, ia menatap Theo kemudian. "Mau gue seret ke kampus langsung besok pagi buta," jawab Sean seakan tak sabar menunggu matahari hadir.

"Udah, sekarang kita merem dulu sebentar. Nanti kita ke kampus barengan sama ini orang, Hardin jangan lupa chat Daffa buat dateng pagi juga besok." Bima ikut serta menambahkan.

Hardin hanya memberi sign 'oke' dengan jempolnya sebelum mengirim pesan pada Daffa– Ridaffa khususnya.

"Lo pada duluan aja, gue masih belum ngantuk."

Semua menoleh pada Sean. Gila saja lelaki itu, apa tidak merasa lelah sama sekali? Padahal sedari pagi mereka punya banyak kegiatan di kampus, belum malam ini yang cukup menguras banyak tenaga dan emosi.

"Heh, dasar orang gila. Biasanya ngebo nomer satu, liat tuh, si Fahri, udah mirip sama lo waktu tidur." Bima sedikit tak setuju dengan Sean, apa-apaan dia main gak tidur dikata vampir apa?

Sean hanya mencebikkan bibirnya dan menyuruh Hardin, Theo, dan Bima untuk beristirahat sebentar selagi ia akan berjaga sedikit lebih lama. "Udah sana, dua jam cukup, kan? Kita berangkat pagi soalnya," tutur lelaki itu seraya duduk di sofa seberang Juna.

Ia juga hanya melirik sekilas ke arah Rangga yang masih terdiam dengan tangan dan kaki diikat di dekat dapur. "Lo juga! Tidur aja kalo mau, tapi besok harus siap kalo gue seret pagi-pagi," lontar Sean dengan santai.

"Kak, lo gakpapa kita merem sebentar? Mendingan kita semua gak tidur deh."

"Halah gue mah tahan gak tidur dua hari, Yo. Bim! Din! Istirahat gih."

Bima, Hardin, dan Theo pun saling tatap sebelum berjalan ke ruang tangah. Mereka menggelar satu karpet tebal dan tidur seadanya. Walau hanya dua jam untuk mencapai pagi hari, itu sangat cukup. Bahkan jika menyuruh mereka untuk tetap terjaga pun akan mereka lakukan. Dan ruang tengah itu pun kini menjadi tenang. Begitu juga dengan sisi dapur dimana Rangga tidur dengan posisi duduk di sana.

Semuanya memejamkan mata, kecuali Sean. Lelaki itu masih terjaga seraya mengirim banyak pesan kepada kekasihnya untuk rencana besok.

Tapi baru lepas satu jam Sean mengirim pesan itu, matanya sungguh memberat. Rasa kantuk mulai menyerangnya secara terang-terangan saat ini, hei bukankah tadi Sean berkata bahwa ia bisa tidak tidur bahkan dalam waktu dua hari? Lalu kenapa saat matanya memberat lelaki itu justru terlena?

Sialan, ngantuk banget!

Sean bersedekap di depan dada, menggelengkan kepalanya beberapa kali dan membenarkan posisi duduknya beberapa kali. Tapi sekali lagi, rasa kantuk ini menerjangnya terus-menerus hingga pada akhirnya Sean ikut terpejam juga bersama dengan yang lain.

[A]. STEREO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang