20. Ternyata Salah

54 15 0
                                    

..

Cklek.

"Gimana, Jun?"

"Aman," jawab Juna sembari memberikan tanda 'oke' pada Sean, Hardin, dan Theo. Juna menghela napasnya lega, karena setelah berjam-jam meluruskan masalah yang terjadi padanya tadi pagi, rasanya puas.

Sean turut menghela napas lega, "syukur deh," ucapnya sembari mengusap dada.

Bagaimana tidak, Juna dituduh melakukan hal tak senonoh pada salah satu mahasiswi dengan alasan tak berdasar. Lagi pun, semuanya sudah beres karena Bima, Rasya, dan Cantika langsung mendatangi staf kampus. Mereka meminta rekaman cctv pada hari itu di kantin, dan ya, akhirnya nama Juna bersih sekarang.

Mengingat bagaimana panasnya ruang dekan tadi, membuat Juna cukup lama menahan kesal dan marahnya yang bukan main.

"Gak bisa dong, Bu. Ketua Cyber modelan dia bikin kampus kita jelek."

"Eh lo jangan kompor dong kalo gak tahu yang sebenernya. Lo jangan asal fitnah gue," Juna terus-menerus membela dirinya dengan sangat sabar. Walau jauh di dalam dirinya ada emosi yang sudah sampai di ubun-ubun, Juna harus mengendalikannya saat ini. Terkhusus dengan lelaki bernama Reno ini, yang tiba-tiba muncul dan memfitnahnya.

"Bu, gak ada namanya maling yang mau ngaku. Udah, cabut kemahasiswaan aja langsung. Saya takutnya bukan cuma Nesa yang jadi korban, tapi perempuan lain di kampus kita juga."

"Kalo bicara yang bener aja! gue gak pernah lakuin hal bejad kaya gitu apalagi sama dia!" Bahkan Juna menunjuk tepat pada wajah Nesa. Gadis yang juga ikut menuduhnya melakukan pelecehan.

Sungguh, Juna hanya berpikir satu hal. Apa yang sebenarnya kampus ini harapkan dari orang-orang semacam Nesa dan Reno? Apa yang mereka inginkan sehingga membuat Juna seolah-olah adalah pelaku? Mungkinkah itu jabatan? jika benar, perbuatan mereka ini sangat kotor.

"Bohong, Bu! Dia lecehin saya tadi di kantin. Ngaku!"

Benar-benar drama, Nesa menangis takut di hadapan Martha- dekan Cyber. Tangis itu memang palsu, namun, tetap membuat Martha terjerat hanya karena Nesa berwajah memelas dan seorang perempuan yang memang kerap menjadi korban. Memang tidak disangka, seorang dekan yang berpendidikan tinggi mampu terbodohi oleh hal-hal seperti ini. Juna tidak habis pikir.

"Sudah, Nesa. Saya sudah membuat keputusan atas masalah ini," ketiga orang itu menanti apa yang akan dikatakan Martha selanjutnya. Dengan perasaan campur aduk, apalagi Juna, menaruh harapan bahwa kampus yang cukup berkelas ini tidak menjadi tempat rongsokan dalam sesaat.
Juna manatap Martha dengan lamat, begitu juga dengan Reno dan Nesa yang menatap Juna dengan lirikan matanya.

"Nesa adalah korban, Reno adalah saksi, dan Juna adalah tersangka. Dan menurut undang-undang tentang sanksi akademik, maka...."

Saat itu juga sudut bibir Reno terangkat, menatap Juna dengan remeh seakan Juna adalah sampah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan Nesa tersenyum kecil, gadis itu masih bertahan dengan perannya. Oh, apakah ada orang lain yang menyadari bahwa gadis ini tidak bersungguh-sungguh dalam ucapannya. Gadis ini memojokkan Juna.

"Maaf, Julian. Kamu memang yang terbaik selama dua tahun ini, tapi kamu sudah mencemari nama kamu sendiri. Saya memberikan kamu scors selama satu semester dan jabatan kamu akan dicabut untuk sementara waktu."

Juna lantas berdiri, ia tidak terima keputusan tidak berlandaskan kenyataan itu. "Bu, saya keberatan! Di sini saya yang jadi korban, saya tidak bersalah, Bu. Saya bersumpah."

Martha menghela napas kemudian, "Julian, kalau kamu keberatan, kamu bisa mengajukan izin untuk tidak ikut kelas selamanya. Atau kamu memilih untuk kami cabut kemahasiswaannya."

[A]. STEREO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang