..
"Gimana, Mik? udah sampai mana persiapan lo?"
Mika sedikit berpikir, jika diingat, ia belum sama sekali melakukan persiapan untuk keberangkatannya itu. Ya, Mika terpilih untuk ikut dalam Program Cyber Art seperti Zea, walaupun mereka berbeda projek, tapi pihak kampus akan memberangkatkan mereka secara bersamaan dengan yang lain. Memang, penantian gadis itu sejak tahun pertama kini sudah membuahkan hasil sedikit demi sedikit."Emm, gue belum nyiapin apa-apa. Hehe...." jawabnya sembari tersenyum lebar.
Zea mendengus, "padahal berangkatnya dua hari lagi, loh, Mik. Tapi gak heran sih, lo kan udah pernah ke sana waktu kecil."
"Ya- udah lama banget kali, Ze. Gue juga udah lupa kaya apa di sana, tuh. Gue ke sana waktu masih SD asal lo tahu." Zea hanya mengangguk mengerti. Mungkin sama saja, Zea dan Mika punya perasaan gugup di hari-hari mereka akan melakukan keberangkatan.
Apalagi kurang dari dua hari mereka sudah terbang ke negara orang. Yang pertama kali mereka ikuti selama berkuliah di Cyber. Mika sendiri terkejut karena ia diberitahu oleh pembimbing program bahwa ia akan berangkat bersama dengan Zea dan yang lain– di saat setelah mendengar kabar kurang baik dari orang yang disukainya.
Apa boleh disebut obat jika Mika mendapatkannya sedikit saat luka di hatinya belum sembuh sama sekali? Mika akan berterimakasih kepada Mr. Arya jika begitu. Maka dengan itu ia tidak akan merasa khawatir karena ia punya alasan untuk pergi dari hadapan Juna dan Hana walau beberapa waktu.
"Kak Haikal pasti kesepian dong gak ada lo di rumah. Kak Juna juga, pasti dia gak ada temen buat ngobrolin banyak hal."
Mika menoleh seketika ke arah Zea, gadis itu mengeluarkan raut bertanya. "Kenapa liatin gur kaya gitu? bener, kan, nanti kak Juna juga gak ada temen buat ngobrol."
"Zeaaaaa..., lo lupa kalo dia udah punya pacar?"
Zea masih sama terkejutnya saat pertama kali tahu dua minggu lalu ketika Mika memberitahunya. Gadis itu seperti tidak pernah percaya apa yang Mika katakan. Lagi pula, menurutnya apa yang harus ia percaya dari hubungan itu? padahal tiap harinya saja Juna terlihat dekat dengan Mika dari pada pacarnya sendiri. Dan Mika masih menyangkal itu.
"Ya gimana dong, Mik. Orang kak Juna aja lebih deket sama lo dari pada kak Hana. Kayanya mereka gak beneran pacaran, deh."
"Ze, kak Lian begitu karena emang dia peduli sama gue, dia baik kok. Ya bisa aja dia gak deket sama kak Hana karena emang sama-sama sibuk, atau mereka lagi mulai pendekatan gitu."
Zea memutar bola matanya lelah. Berbicara pada Mika memang sedikit sulit karena Mika terus mengira bahwa Juna baik padanya atas dasar rasa peduli. Yang sebenarnya pun semua orang tahu bahwa mereka dekat karena satu frekuensi, yah– jika dilihat dengan detail. Apalagi ketua BEM itu memang terkenal dengan keramahannya, wajah jika menurut Zea hubungan antara Juna dan Hana adalah palsu. Atau jika boleh menyebut, Zea ingin mengklain bahwa Hana yang terbawa perasaan atas kebaikan Juna.
"Hahaha, lo kira mereka anak SMA apa pakai pendekatan segala. Mereka udah kerja di BEM bareng sejak kak Juna kepilih jadi ketua, gak mungkin lah kalo masih pendekatan."
Bisa Mika dengar tawa kecil dari Zea adalah yang paling mencurigakan. Ia menganggap bahwa itu adalah secuil tawa mengejek, entah padanya atau pada hubungan Juna dan Hana.
"Y-ya, gak tahu juga. Udah lah, gak usah bahas hubungan mereka," jawab Mika dengan cepat. Ia juga mengemasi barangnya, termasuk buku sketsa yang biasa ia bawa ke kampus. Membuat Zea bertanya pada gadis itu.
"Loh, mau kemana, lo?"
"Hehe, gue lupa ngasih tahu lo. Gue mau bake day."
"Sama siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...