..
"Udah puas belum liatinnya? Betah amat deh, lo."
Mika hanya menjawab dengan anggukan dan senyum lebarnya. Masih sangat jelas di depan sana ada sosok Julian Narendra yang sudah pasti membuatnya enggan kembali dengan segera ke kelas. Apalagi jika Juna sedang berpanas-panas memberi arahan untuk beberapa event minggu depan, itu sangatlah menarik perhatian Mika untuk melihat lebih lama.
"Gue mau balik ah, bisa jadi batu gue nungguin lo ngebucin."
Tapi baru saja Luna– teman sekelasnya, ingin beranjak dari area kantin, Mika mencekal tangannya dan menahan Luna agar gadis itu menemaninya sedikit lebih lama. "Tunggu, ih. Itu kan bentar lagi udah selesai."
Luna memutar bola matanya sedikit jengah, ia juga menghela napas sabar kemudian. "Lo ngerasa gak, sih, kalo gue kesel sama lo. Greget tau Mik, liat lo cuma diem-diem aja gini. Gak ada usaha gitu."
Hanya dengan hitungan detik saja, wajah Mika yang mulanya senang karena melihat Juna itu berganti menjadi masam. Gadis itu tertawa hambar dan tersenyum kecut, gue ini siapa, sih, beraniin diri ngaku suka ke kak Lian. Haha.
"Lun, lo tau sendiri gue itu cuma bisa mengagumi dalam diam, suka dalam diam, cinta dalam diam. Serba diam pokoknya."
"Gue gak seberani itu buat confess ke kak Lian. Banyak yang lebih dari gue buat deketin dia, gue... gak PD aja gitu."
Bagus, sekarang Luna tahu akar masalahnya. Mika yang hampir satu tahun ini menyimpan rasa sendirian dan tidak bisa mengungkapkan adalah bentuk keputusan paling baik karena kurang percaya pada potensi dirinya sendiri.
"Lo cantik, lo bisa gambar, lo bisa cari uang sendiri, lo mandiri, dan masih banyak lagi. Kenapa lo gak PD, sih, Mika?"
Mika mendesah lelah, tangannya bersedekap di atas meja dan kemudian mengubur wajahnya di sana. Seperti tak punya banyak harapan seperti yang Luna bayangkan atas dirinya dan Juna. Jelas, Juna itu idaman para gadis, pintar, dan juga ramah pada siapapun.
Jika dibandingakan dengan Mika, oh sudah pasti gadis itu akan mendapat banyak kritik dan komentar tidak enak jika ia menjalin hubungan dengan ketua BEM di Cyber Universe. Lagi pun, apa Juna mau dengan gadis seperti Mika, yang menghabiskan waktunya hanya untuk membuat gambar dari kliennya?
"Gue gak tau lagi mau gimana selain diam-diam suka kaya begini, Lun."
Luna jadi makin yakin jika ia harus melakukan sesuatu untuk Mika agar temannya itu sedikit punya getaran di hatinya untuk melangkah maju mendekati Juna.
"Mik, gue kepikiran satu ide nih."
Mika mendongak saat itu juga, agaknya ia tertarik dengan ini. Mungkin. "Apa tuh?"
"Gini-gini. Kemarin Sean cerita kalo Room31 open member buat tahun 2-3 gitu. Nah, gimana kalo lo ikut seleksinya aja." Luna antusias menceritakannya, ia bahkan berusaha mengingat dengan baik apa yang pacarnya ceritakan tempo lalu.
Tapi Mika langsung menolaknya dengan telak, "Lun... lo bahkan tau kalo gue itu gak bisa nyanyi, dance, atau main alat musik. Lawak lo, gak ah!"
Luna mencebikkan bibirnya, ia masih memutar otaknya. Pasti masih ada jalan lain, kan?
"Ah! Atau gak yang ini deh. Emm, lo kenal sama Bima, kan?" Dan Mika mengangguk. Bima adalah teman SMP nya dulu, mana mungkin Mika tidak mengenalnya.
"Asik, lo pasti kenal dong sama pacarnya."
"Iya, anak Maze Studio kan?" Luna semakin yakin dengan cara yang satu ini. Ia rasa ini adalah jalan terbaiknya.
"Rasya namanya, dia itu mau ikut daftar jadi member Room31. Bayangan gue tuh, lo bisa minta bantuan ke dia buat lebih deket sama kak Juna. Terus nanti kan kalian sering ketemu tuh, kalian bisa jalan bareng, terus lanjut jadian deh. Dah kan–"
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...