.."Mau selesai jam berapa nih, enaknya?"
Juna melihat jam di pergelangan tangannya, jarumnya masih menunjuk ke arah jam 12 kurang seperempat. "Jam satu mungkin, gue juga mau pulang," putus lelaki itu kemudian.
"Gue juga. Udah pegel semua nih badan," sahut Sean seraya meminum soda kaleng yang tersisa sedikit itu.
Lelaki itu baru saja menyadari ada yang aneh dari Juna. Sean lantas bertanya, "lo gak ikut minum?"
"Minum soda kaya minum beer aja. Gak dulu, mau hidup sehat." Juna menjawabnya dengan tertawa kecil. Lagi pun, lelaki itu hanya ingin memantau akhir acara ini. Sebab semua adalah tanggung jawab atas persetujuannya sendiri.
Sean mendelik, "ini juga gak akan bikin mabuk kali, Jun. Tapi ya udah sih, kalo mau ambil aja di sana tuh, masih ada sepack." Sean menunjuk ujung ruangan dekat pintu, di sana ada satu karton soda kaleng. Mungkin ada juga beberapa orang yang tidak ingin minum soda malam ini, termasuk Juna.
"Bima sama Theo dimana, ya? Kok gue gak lihat mereka dari tadi?" tanya Sean, barang kali Juna melihat kedua orang itu.
"Ngapain nyari mereka?"
"Asal lo tau, Jun, hp gue ada di tasnya Theo dan kunci motor gue dibawa sama Bima," jawab Sean setengah mendengus. Kemudian ia menambahkan, "ini kalo Luna telepon tapi gak gue angkat bisa berabe nanti."
Juna tertawa cukup keras, "ya udah sih, tunggu aja ntar juga mereka muncul. Atau gak lo cari ke depan sana, siapa tau mereka sama anak soundcheck."
"Ngeselin emang. Ngilang juga barengan amat." Sean menggerutu tak jelas karena itu. Lagipula ini juga salahnya, kenapa harus menitipkan barang penting kepada orang sibuk. Mungkin Juna benar, ia harus mencari Bima dan Theo di deretan depan.
"Udah ah, gue mau ke depan aja. Bisa-bisa mereka pulang duluan makin repot gue ntar," pamit Sean sebelum meninggalkan Juna unuk berjalan ke deretan depan.
Sedangkan Juna sendiri masih duduk di dekat pintu keluar. Ada beberapa orang juga di sana, termasuk, Faga dan Naufal– teman sekelasnya. Namun, tak lama kemudian, Juna pergi ke toilet. Tentu sebelum itu ia berbicara telebih dulu pada Faga dan Naufal agar tetap berjaga di sana.
"Bentar, ya. Sekalian mau telepon nyokap," ujar Juna dan setelahnya ia keluar dari hall.
"Siap, Jun. Santai aja sama kita."
Hanya sesaat, setelah dari toilet pun Juna juga bergegas menelepon Sang bunda. Berjaga kala-kala ia memutuskan untuk tidak pulang.
"Halo, bun."
"Halo, nak. Kenapa kok telepon jam segini? Udah selesai emangnya?"
"Belum, sih. Aku mau ngasih tau, kalo ntar kemaleman, mau nginep di kostnya Rangga. Bunda tidur aja, ini udah malem banget soalnya."
"Iya-iya. Bunda juga udah hapal kalo itu. Semuanya lancar, kan?"
"Syukur, bun, lancar. Udah bunda matiin aja, tidur."
"Ish, iyaa."
Tut—
Juna jadi merasa aneh, sebenarnya ia tidak perlu sampai telepon karena pernah beberapa kali menginap di rumah temannya karena terlalu malam. Tapi kali ini, Juna ingin menelepon bundanya. Entahlah, memastikan sesuatu, mungkin?
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...