..
"Kembaliannya, kak. Terima kasih."
Mika hanya membalasnya dengan senyuman saja, sedangkan Juna sudah membawa dua kantung plastik berisi makanan di tangannya. Mereka berjalan ke luar supermarket kemudian, "Mika laper gak?" tanya Juna.
Mika menoleh seraya mengambil alih kedua kantung plastik itu dari Juna, "kak Lian laper? mau makan siang sekalian?" Juna mengangguk sebagai jawaban. Lalu Mika kembali berucap, "ya udah gue juga, deh."
"Lo tunggu sini aja, ya. Gue ambil mobil dulu," Mika mengangguk. Gadis itu menunggu Juna di lobi supermarket. Juna sudah berlalu dari sana menuju mobilnya, dan sekarang Mika hanya memeriksa ponselnya yang barang kali ada pesan masuk.
Namun, saat sedang fokusnya Mika membaca pesan dari Sang kakak yang baru saja masuk, ia dikejutkan dengan tepukan di pundaknya. Lantas Mika menoleh ke belakang dengan raut penasaran. Saat itu juga wajah Mika berubah, ia terus terang mengerutkan dahi dan menukikkan kedua alisnya tanda bertanya. "Siapa, ya?"
Lelaki itu tertawa kecil, membuat Mika makin bertanya-tanya siapa lelaki yang menepuk pundaknya baru saja. Pun ada sedikit rasa takut, kala-kala lelaki ini ingin berbuat jahat padanya. Jangan-jangan mau culik gue, nih.
"Lo lupa sama gue?" tanya lelaki itu dengan percaya diri.
Mika tetap menggeleng tanda tidak tahu, tidak ingat, dan tidak kenal. Mika juga merasa tidak pernah melihat wajah lelaki ini di kampus atau sewaktu sekolah dulu.
"Gue Daffa. Lo pernah nabrak gue waktu itu, udah inget?"
Mika mencoba menggali ingatan itu. Namun, perlahan ia mengingatnya walau tak yakin. Untuk perihal menabrak laki-laki, Mika pernah melakukannya tanpa sengaja. Apakah Daffa orang itu? "Bentar, lo Daffa anak hukum bukan?"
Lelaki itu mengangguk. Mika kembali bertanya, "tingkat tiga?" dan Daffa lagi-lagi mengangguk. Ya, Daffa lah yang menemukan Mika sedang ada di lobi supermarket hari ini. Daffa yang sudah hapal seperti apa Mika, lantas memberanikan diri untuk menyapa Mika.
"Maaf-maaf, gue agak lupa."
"Gakpapa, mungkin karena kita jarang ketemu. By the way, lo sendiri?"
"Oh, enggak, kok. Kak Daffa sendiri?" Daffa mengangguk, tapi dilihat-lihat, Daffa tidak membawa apa-apa di tangannya. Mungkin Daffa baru ingin belanja dan kemudian bertemu Mika. Entahlah, lelaki itu tak mengatakan apa-apa tentang dirinya.
Mika lihat, dari jarak beberapa meter, mobil yang dibawa Lian datang ke arahnya. Lantas Mika mengucapkan pamit dengan cepat. "Kak, gue duluan. Bye." Hanya itu, sebelum Mika membuka pintu belakang dan memasukkan belanjaannya, kemudian ia beralih ke sisi kemudi. Tak ada kata apapun setelahnya. Sama seperti waktu itu, Mika pergi dengan kata-kata singkatnya. Pertemuan singkat dan juga percakapan yang singkat. Yang nyatanya mampu membuat Daffa menyunggingkan senyum, walau mobil yang membawa Mika sudah berjalan menjauh.
"Bahkan gue belum bales, Mik."
..
20.50
Kediaman NarendraSemuanya tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing. Setelah semuanya datang beberapa saat lalu, tugas mulai terbagi. Ada yang tengah menyiapkan bumbu, ada yang membuat minuman, serta menyiapkan tempat untuk mereka makan nanti. Tak ada bantuan dari orang tua Juna malam ini, bahkan sejak muda-mudi itu datang, Renata sudah bergegas masuk ke dalam kamarnya. Mungkin tidak ingin mengganggu pesta anak muda.
"Tante sama om gak ikutan, Jun?" tanya Sean sembari membalik daging dalam panggangan tanpa menoleh pada Juna. Sedangkan Juna juga sama seperti Sean, ia tak menoleh saat menjawabnya. "Enggak, bunda mau istirahat. Kalo ayah ya jangan tanya, dia kan dinas."
KAMU SEDANG MEMBACA
[A]. STEREO [✔]
Teen FictionApa yang bisa Mika harapkan dari laki-laki super tidak peka itu? Hampir 2 tahun, Mikaila Hanggini hanya bisa mengagumi sosok Julian Narendra dari jauh. Merindukannya dalam diam, dan selalu memeluk remuknya hati. Apakah bisa, Mika bersanding dengan l...