11. Ingin Pamit

101 23 0
                                    

..

"Kak Ikal cepetan ke sini, gue sharelock di chat."

"Iya dek, lo tenang dulu. Gue ke situ sama Sean."

"Ya udah cepetan."

pip.

Mika mematikan sambungan telepon itu kemudian, ia masih sangat cemas menunggu Juna yang belum sama sekali dibawa keluar dari ruang gawat darurat. Gadis itu bahkan mengusap air matanya berkali-kali saat menelepon Sang kakak.

Ia jadi dilema sekarang, kenapa Juna mengalami kecelakaan di saat ia akan melakukan penerbangan ke luar negeri? Apalagi dua hari yang akan datang ia harus sudah siap di bandara. Jika begini ia jadi tidak benar-benar siap jika harus meninggalakan lelaki itu walau hanya sebentar.

Kak Lian please bertahan, jangan kenapa-napa gue mohon....
Kalo gini caranya gue bakal berat hati banget buat pergi, lebih dari saat lo bilang kalo kak Hana itu pacar lo.
Please, kak Lian gak boleh kenapa-napa.

Ia menoleh ke arah pintu ruangan Juna dimana lelaki itu ditangani. Bisa ia lihat dari balik kaca pada pintu itu, para perawat masih membersihkan luka Juna. Mika masih takut jika mengingat bagaimana kepala Juna terdapat banyak darah. Mika berpikir tadi, apa mungkin wajah Juna terbentur oleh setir mobil atau bahkan yang lebih parah dari itu. Oh, Mika belum tahu pasti karena saat ia datang, Juna sedang dievakuasi dari dalam mobilnya.

Mika merasa ini adalah takdir yang memang dihadirkan untuknya. Ketika ia melihat adanya kerumunan orang, polisi, dan juga ambulans perasaannya sudah tidak enak. Dan benar saja, ketika Mika mendatangi kerumamunan itu selagi ojek yang ia tumpangi menunggunya– Juna lah yang ternyata jadi korban kecelakaan itu.

Hati Mika seketika meluruh, ia rasanya ingin pingsan saja karena sudah lemas. Tapi ia berusaha sampai di dekat ambulans, dan berakhir ia yang menemani perjalanan Juna menuju rumah sakit.

"Bunda Rena pasti khawatir dan sedih banget pas tahu kabar kak Lian." Mika terus berdoa saat itu juga. Ia tidak tahu lagi harus menghubungi siapa selain Haikal dan Renata.

"Ya Tuhan, semoga kak Lian baik-baik aja."

"Ah, ini kak Ikal kenapa lama ban–"

"MIKA, NAK!"

Mika menoleh saat namanya dipanggil. Lihat, Renata datang dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Wanita itu menghampiri Mika dengan berjalan cepat, kemudian memeluk Mika dengan erat. "Mika..., Julian kenapa? Julian kenapa Mika...."

Mika mengusap bahu Renata saat pelukan mereka terlepas, berharap Renata bisa lebih tenang. Walau sebenarnya Mika juga sama takut dan khawatirnya dengan Renata, tapi tetap saja– orang tua mana yang tidak khawatir jika mendapat kabar bahwa anak sematawayangnya mengalami kecelakaan.

"Bunda Rena tenang dulu, ya. Kak Lian pasti baik-baik aja, kok. Kak Lian itu kuat, dia bakal gakpapa."

Lagi dan lagi, Mika harus bersyukur karena ia melihat langsung saat Juna dievakuasi pasca kecelakaan. Bukannya mengambil kesempatan atau apa, Mika tahu betul bahwa Renata pasti sangat sedih melihat Juna yang masih belum sadarkan diri.

Dan tak lama setelah itu, Haikal datang bersama dengan Sean dengan napas yang sudah tak teratur. Ternyata mereka buru-buru sekali saat tahu hal ini dari Mika. Ingin meminta penjelasan pun agaknya kurang tepat, Haikal mengabaikan itu dulu pada akhirnya.

"Kak Ikal..., kak Lian–"

Haikal mendekap Mika saat itu juga, mengusap punggung adiknya yang suaranya sudah bergetar. "Iya, gue tahu. Juna pasti baik-baik aja, Mika. Lo jangan sedih gini dong, nanti tante Renata juga sedih kalo lo kaya gini."

[A]. STEREO [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang