Chapter 3

77.7K 2.8K 33
                                    

Aku bergegas kerumah, dengan perasaan senang namun berdosa. Ryan, kumohon berhenti menjerumuskan ku ke lumpur dosa, Karena tidak tahu kenapa aku tidak bisa menolaknya. Seakan akan tubuhku tidak lagi berada dibawah perintah ku. Seakan akan tubuhku mengalih kepadamu. Tapi benarkah dia hanya ingin seks dariku? Biasanya orang asing memang seperti itu kan? Tapi.. Mungkin juga dia berbeda dari yang lain. Ah.

Aku mengambil topi sawah ku yang tergantung di ujung kamar dan memakai nya. Aku harus cepat cepat ke sawah. Ujarku dalam hati karena sepertinya aku sudah terlambat untuk menanam padi.

Aku setengah berlari menuju ke sawah. Sesampai nya disawah, nafas ku tidak beraturan. Aku berdiri menyandarkan badan di balai pinggir sawah, tempat untuk beristirahat para petani. Dan tiba tiba seseorang menepuk pundak ku.

"Kamu baik baik saja kan?" Ucap suara lelaki familiar. Aku menoleh dan melihat teman lama ku, Akbar.

"Akbar! Kamu kesini? Kapan datang?"

"Baru saja. Aku mencarimu. Aku kangen kamu, Karin." Ujarnya. Dan dia memeluk ku. Aku membalas pelukan nya. "Kamu tambah cantik. Pipi mu merona." Ucapnya.

Aku menunduk dan terdiam. "Bisa saja kamu." Jawabku.

"Ayo kita tanam padi nya bareng bareng." Ujarnya. Dan kita menanam padi bersama sama. Dia terus menatap ku dengan tatapan intim yang sama seperti Ryan. Tapi sayangnya, tatapan nya tidak cukup tajam untuk menembus jiwa ku.

"Kamu cantik kalau sedang bertani." Katanya. Aku hanya tersenyum malu. "Sudah dapat calon?"

"Maksudnya?" Tanyaku bingung.

"Calon suami lah, karin." Jawab nya. Aku menggelengkan kepala. "Ya kalau begitu berarti aku bisa.."

"Karin!" Panggil seorang lelaki yang memutuskan kalimat Akbar yang belum selesai. Aku menoleh dan melihat Ryan berdiri di jalan setapak di pinggir sawah. "Come here!" Lanjutnya. Aku menoleh ke Akbar yang kebingungan. Aku tidak menghiraukan nya dan langsung menghampiri Ryan.

"Ada apa, Ryan?" tanyaku.

"Sini kamu." Dia menarik lenganku dengan kasar. Kita menuju kebun di dekat sawah. Dia berjalan sangat cepat, susah untuk ku untuk bisa menyamai langkah nya yang besar. Sesekali aku sedikit kepeleset. Lalu kita sampai di pohon mangga yang sama seperti tadi pagi.

Dia menyenderkan badan ku ke batang pohon. Tangan nya di letakkan di samping bahu ku dan itu membuat ku tidak bisa memandang apapun selain dirinya. "Siapa laki laki itu?" Tanya nya, marah.

"Teman ku." Jawab ku ketus.

"Kenapa kamu peluk peluk dia?"

"Dia temanku. Dan itu hak ku. Kamu kenapa marah?" Tanyaku ketus.

Dia menunduk terdiam. Dan mata nya memandang ku dengan tatapan hancur. Dan dia memalsukan senyuman. "Jadi laki laki penghisap penis itu bisa seenaknya memeluk kamu tanpa kamu lawan?" Tanya nya dengan suara lembut.

"Jaga mulutmu, Ryan. Dia teman baik ku." Jawab ku. Dia menatap ku tajam dan dalam. Lalu meninggalkan aku di pohon itu sendirian. Aku bisa melihat punggung nya yang bagus mulai menghilang entah kemana. Dia meninggalkan ku. Aku bergegas menuju ke Akbar.

"Maaf, bar. Aku harus pergi. Nanti kita ngobrol lagi." Ujarku, kepada Akbar. Ia tersenyum bingung dan menganggukkan kepala. Aku pergi bersama seribu perasaan dan pikiran yang menyerangku.

Aku berjalan menuju rumah. Sesampainya dirumah aku langsung menuju ke kamarku dan mengunci pintunya. Aku menyandarkan badan ku ke pintu kamarku. "Apa yang salah dengan ku." Tanya ku kepada diri sendiri. Aneh. Aku menatap ke kaca. "Ryan, jangan bilang kamu merasa sesuatu di hatimu." Aku berbicara sendiri. Aku menatap refleksi mataku lekat lekat di cermin dan tidak disangka aku menyadari tatapan mataku. Yaitu tatapan mata seseorang yang jatuh cinta. Aku menampar pipi ku sendiri.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang