Chapter 29

32.9K 1.2K 14
                                    

Cinta itu tidak disangka sangka. Tak peduli siapa pun itu, atau bagaimana itu terjadi. Cinta datang tiba tiba, tanpa izin. Saat cinta datang, janganlah kau lepaskan. Karena di luar sana banyak insang yang siap untuk menjaganya.

Aku membuka mataku perlahan lahan. Aku melihat ke sampingku dan Nengsih sudah tidak ada. Dan sepertinya memang sudah siang. Aku duduk di pinggir kasurku sambil mengedip ngedipkan mata mengatur cahaya. Aku menoleh ke jam dindingku dan ternyata sudah bukan siang lagi. Melainkan sore. Tepat jam 4 sore. Mungkin tadi malam aku terlalu lelah.

Aku bangun dan langsung menuju ke kamar mandi. Tak tahu kenapa tapi hari ini tubuhku terasa sangat lelah. Aku menyalakan air kamar mandi dan langsung mengguyur badanku.

Setelah aku mandi aku langsung memakai baju dan menuju ke ruang tamu. "Mbu? Ayah?" Teriakku memanggil. Namun tidak ada jawaban. Lalu aku menemukan secarik kertas di meja ruang tamu.

"Keluargamu bersama kami. Ada kalimat terakhir? Karena selanjutnya kamu." Itu tertulis di kertas tersebut. Aku pun terkejut dan langsung menjatuhkan kertas itu.

Jantungku berdetak dua kali lipat lebih kencang. Aku melihat ke seluruh ruangan namun tidak ada seorang pun. Aku bernapas lebih berat dan keringat berjatuhan dari keningku.

Aku berjalan ke kamar ibuku. Aku membuka pintu nya dan tidak ada orang sama sekali. Aku menghela napas. Tiba tiba ada seorang mendekap ku, ia membungkus kepalaku dengan kain hitam. Hidungku di dekap oleh kain sehingga sulit untuk ku bernapas.

Aku mencoba menggeretak namun tubuhnya terlalu besar untuk ku lawan. Dia mengiringku ke luar rumah. Dia menggendongku dan aku bisa merasakan bahwa ia memasukkan ku ke dalam mobil. Mulutku tidak bisa terbuka karena ia menyekap ku dengan kain. Tangan ku di borgol ke belakang.

Mesin mobil terdengar menyala dan tak lama kemudian aku merasakan mobil ini bergerak. Sepertinya mobil ini mobil besar. Sekarang aku duduk di apit oleh dua orang bertubuh besar.

"Siapa kalian?" Teriakku.

Mereka tertawa. Lalu mereka mengikat mataku dengan kain yang lebih erat. Lalu mereka memasangkan sesuatu di kepalaku dan menutupi kupingku. Dan lagu bervolume besar terdengar. Aku sekarang sudah tuli juga, aku tidak bisa mendengar suara mereka dan melihat.

Beberapa saat kemudian, mereka bergerak dan menarik tubuh kecilku. Lalu seseorang menggendongku. Aku teriak sejadijadi nya namun ya, sepertinya tidak ada yang mendengar. Mereka menggendongku dengan paksa. Tubuh mungilku tidak dapat memberontak.

Mereka menaruh ku di sebuah kursi empuk. Aku masih tidak bisa mendengar atau pun melihat apapun. Aku meneteskan air mata. Sungguh menakutkan. Aku tak tahu sebentar lagi aku akan di apakan. Aku tetap berdoa kepada Allah untuk di lindungi.

Aku meneteskan ribuan air mata dan tak lama kemudian semua nya tenggelam. Aku tertidur.

Aku membuka mataku dan masih gelap. Aku merasa badanku di angkat lagi. Aku sudah tidak memiliki kekuatan untuk memberontak jadi aku hanya diam. Aku tidak mendengar apapun karena telingaku masih tertutup.

Tak lama kemudian Aku di turunkan dan mereka mendorong badanku agar duduk. Aku bisa merasakan kursi yang empuk. Mereka melepas penutup di telingaku itu dan pergi tak tau kemana. Telinga ku terasa tuli.

Aku bisa merasakan angin yang sejuk menerpa kulitku. Aku terdiam menunggu apa yang akan terjadi. Aku merasa sangat ketakutan.

Tiba tiba ada tangan yang menyentuh bagian dalam pahaku. Ia mengelus nya dengan lembut. Jantungku berdetak lebih kencang. Dia memijat mijat pahaku. Dia menciumi leherku dan menjilatinya. Tunggu, ini sangat familiar. Bahkan aku sampai menikmatinya. Aku mendesah kenikmatan.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang