Chapter 11

41.4K 1.7K 30
                                    

Justin merasa tidak enak. Dia mondar mandir kamar kumuh itu menunggu kehadiran Ryan. Sudah jam 9 malam dan Ryan belum pulang. Dia tidak tau harus berbicara kepada siapa karena tidak ada yang bisa berbicara bahasa inggris dengan fasih disini sedangkan dia sama sekali buta terhadap bahasa Indonesia. Akhirnya dia memutuskan untuk mencari Ryan sendirian. Dia menaruh telepon genggam nya di saku belakang celana jins nya.

Dia keluar tanpa pamit dan mencari Ryan habis habisan namun Ryan tidak bisa ditemukan.

Setelah 45 menit dia mencari Ryan dia akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pulang. Saat dia berjalan, Dia tersandung sesuatu. Sepatu. Di amati nya sepatu itu dan dia menyadari bahwa itu pasti sepatu Ryan. Karena tidak mungkin di desa ini ada yang memiliki sepatu Nike yang dirancang khusus dan lambang nya dilapisi oleh emas. Dia menatapnya dengan bingung. Dia melihat sekelilingnya mencari apa sebenarnya maksud sepatu itu.

Lalu dia melihat kaki di yang tertimbun di semak semak. Dia mengeluarkan iPhone nya dan menyalakan senter yang tersedia di handphone nya itu, dan dia menemukan Ryan berbaring di semak semak dengan muka penuh darah.Diapun langsung menelepon ayah Ryan.

Terimakasih banyak, Akbar.

Aku menunggu Ryan di depan jendela kamarku. Sekarang sudah jam 10 malam dan dia belum juga datang. Tak tahu mengapa tapi aku mulai merasa khawatir karena ia tidak muncul muncul.

"Karin, buka pintunya." ibuku mengejutkan ku dengan suaranya yang setengah teriak dan ketukan nya yang sangat kencang.

"Tunggu, mbu." Aku membuka pintu dan melihat ibuku yang sedang panik. "Ada apa mbu?" Ia terdiam.

"Ryan sekarat." Jawab ayahku. Dan aku pun terdiam.

"Bawa aku padanya sekarang, yah." Ujarku tegas.

"Ayo kita pergi menggunakan mobil kepala desa." Ucap ayahku.

Selama perjalanan menuju rumah sakit. Aku memandang keluar jendela dengan jantung yang berdetak tidak beraturan. Aku takut. Aku tidak mau kehilangan Ryan untuk kedua kalinya, Dan yang lebih buruk mungkin ini akan selamanya.

40 menit kemudian aku sampai di rumah sakit. Aku, ayah dan mbu Lari ke ruangan ICU. Aku sudah sangat lemas, air mataku pun tidak keluar. Namun aku merasa urat dileherku mengencang.

Lalu aku bertemu dengan teman Ryan yang tadi bersama nya sedang duduk menunduk dan tangan nya menimpa lehernya. Aku menyentuhnya dan dia menoleh kepadaku. Dia menatapku sejenak dengan mata penuh beban dan menunjuk ke jendela di ujung ruangan ini. Aku menuju jendela itu.

Aku melihat Ryan yang berbaring di kasur. Pengukur detak jantung nya berbunyi. Bisa dilihat keadaan nya sedang sangat lemah. Aku menangis sambil menyandarkan keningku ke jendela dan memandang ke Ryan.

Apa yang sebenarnya telah terjadi Ya Allah. Ucapku dalam hati. Aku memandang Ryan yang sedang mempertaruhkan jiwanya. Aku masih bisa merasakan sentuhan-sentuhan nya yang lembut itu. Kecupan bibirnya yang melayang layang di pikiranku.

"Sayang ada apa?" Akbar tiba tiba muncul. Dan memelukku. Teman Ryan memandang akbar dengan tatapan jijik dan tertawa sinis.

"Ryan masuk rumah sakit." Jawabku. Dia terlihat terkejut. "Astaga, apa yang terjadi?"

Aku terdiam. "Dia sekarat." Aku memandang matanya yang tidak memancarkan sedih sedikit pun.

"Where's my son?" Ucap seorang elaki tua bule yang tiba tiba datang dan mengejutkan kita semua. Lelaki teman Ryan tadi langsung berdiri menyambut lelaki tua itu.

"He's right in that room, Fred." Ucapnya.

Lelaki itu menatap Akbar dan tersenyum sinis. Akbar pun menatap nya dengan tatapan menantang. Lelaki itu menghampiriku.

"Kamu pasti pacar Ryan. Saya Frederick, Ayah Ryan." Ucapnya sambil menjabat tanganku. Akbar terlihat tidak menyetujui hal itu.Saat dia hendak merangkul pundak ku, Ayah Ryan merangkul ku lebih dulu. "Ayo kita masuk karena diluar sini ternyata cukup panas." Ucapnya sambil memandang Akbar dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Aku memasuki ruangan ICU Ryan. Dia terlihat kaku. Aku langsung menuju Ryan dan mencium seluruh wajah Ryan. Dan doktor masuk dan berbicara kepada ayah Ryan yang berdiri tepat disampingku.

"Apa yang terjadi kepada anak ku?" tanya Ayah Ryan.

"Dia mengalami gegar otak yang mengakibatkan Amnesia. Salah satu tulang rusuk nya retak. Tapi kita telah menangani nya." Jelas dokter. Aku menangis tersedak sedak mendengarnya. "Sepertinya ada sesuatu yang menghantam nya dengan keras karena terlihat kulit dibagian bagian yang bermasalah memar. Kemungkinan dia berkelahi." Ayah Ryan langsung menatap keluar jendela. " Akan mengambil waktu yang cukup kama untuk dia siuman." Lalu dokter itu keluar dari ruangan.

Ayah Ryan mondar mandir sambil menyanyikan lagu seakan akan dia sama sekali tidak khawatir dengan keadaan Ryan.

Dia menghampiriku yang duduk di samping kasur Ryan. "Aku dengar, Orang yang sedang koma bisa mendengar sekelilingnya. Coba lah ucapkan kata kata yang mungkin bisa membuatnya bangun."

"Kamu terlihat tidak khawatir sama sekali dengan Ryan." Ucapku.

Dia menatapku dan tertawa kecil. "Aku tahu anak ku. Dia orang yang pendendam. Dia tidak akan pergi begitu saja sebelum dendam nya terbalaskan. Sekarang aku ada urusan dengan seseorang yang tak tau diri." Ucapnya dan menghilang ke luar pintu.

Aku menangis menatap Ryan yang masih tertidur didepanku. Aku melantunkan ayat ayat alquran berharap dia akan bangun. Tapi hasilnya nihil. Aku mencium bibirnya dengan paksa. Aku memasukkan lidahku kedalam mulutnya tapi tidak ada reaksi sama sekali.

"Pulang yuk, rin." Ucap ibuku yang tiba tiba muncul. Aku pun terdiam dan menggelengkan kepala. "Dokter bilang jam jenguk sudah selesai. Akibat nya akan fatal jika dia tidak istirahat sepenuhnya."

Aku terdiam. "Beri Karin waktu sebentar, mbu." dan dia meninggalkan ku sendiri. Aku berdiri dan menyentuh rambut Ryan. "Aku akan kembali besok sayangku." Ucapku sambil mencium kening nya. Lalu aku meninggalkan nya istirahat.

------

Frederick menarik kerah baju Akbar keluar rumah sakit.

"Dasar anak pemerkosa bajingan. Apa yang kamu lakukan disini?" Emosi frederik membara.

"Aku akan melakukan apapun demi orang yang aku cinta."

Frederick tertawa sinis. "Kamu mencintai Karin? Atau hanya ingin membalas dendam ayahmu yang telah memerkosa istriku dulu?"

"Dia tidak memerkosanya. Ibuku mencintai ayahku, dan dia yang bersedia bersetubuh dengan ayahku." Jelas Akbar.

"Ayah mu berbohong, Akbar. Dia memerkosa istriku 7 bulan sebelum pernikahan kita. dan akhirnya kita mengundur pernikahan itu sampai dirimu lahir. Aku memaksa Ayu untuk membuangmu tapi akhirnya aku sendiri yang membuangmu kepada ayahmu yang ternyata sudah memiliki istri. Karena hati Ayu yang patah aku segera menikahinya dan membawanya ke New York untuk menjalani hidup yang sehat. Dan lahir lah anak ku yang tampan dan gagah, Ryan. Tidak sepertimu anak kecil jorok yang bau dan jelek. Salahkan ayahmu. Kelahiraan mu itu haram."

"Terserah apa katamu. Aku tau kamu lah yang merebut ibuku dari ayahku dasar lelaki bajingan." Ujar Akbar.

Frederick menghampiri Akbar sampai hanya 3 cm antara mereka. "Listen , here, kiddo, Apapun sudut pandangmu. Ryan akan membalasmu. Camkan itu." Frederick meludah di depan Akbar dan meninggalkan nya. "Aku harus kembali ke Amerika untuk mengurusi perusahaanku yang hasil perharinya lebih tinggi dari harga dirimu." Frederickmenghilang dengan mobil mewahnya. Dan Akbar pun tersenyum jahat.

*****

VOTEEEEEEE AJAAA DULUUUU :* wkwk love uu

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang