Chapter 28

29.6K 1.1K 3
                                    

Aku terkejut. Mbu dan ayah berdiri di depanku. Mereka menatapku dengan air mata berlinang.

"Ya Allah." Ucapku dan langsung memeluk Ryan.

Jujur aku sangat merindukan orang tua ku setelah tidak bertemu dengan mereka selama berbulan bulan.

Aku melepaskan pelukan ku, dan berlari ke orang tua ku. Mereka langsung memelukku dengan erat.

"Kamu teh pergi gak bilang bilang." Ucapmbu.

Aku memeluknya. "Iya maaf, mbu."

"Ayo masuk, sudah jam 1 malam." ucap mbu.

Aku menoleh kepada Ryan yang tersenyum memandangi ku. "bagaimana dengan Ryan?"

"Ya, dia teh harus pulang." Jawab ayahku. "Tapi sebelum itu ayah ingin berbicara serius dulu dengan Ryan."

Aku pun terdiam mendengar pernyataan ayah yang tiba tiba itu. Aku menoleh pada mbu dan mbu menganggukkan kepala seakan akan memberi tahu bahwa ini tidak apa apa.

"Kita ke kamar kamu nyak, rin? biar ayah sama Ryan bicara di ruang tamu." ucap mbu.

Aku menoleh kepada Ryan yang tersenyum memandangku. "Iya mbu."

Mbu menuntun ku berjalan ke dalam rumah. Ayah dan Ryan pun mengikuti di belakang, Lalu aku melihat Ryan dan ayah duduk bersebrangan. Tak tau mengapa jantungku berdebar. Mbu menggenggam tanganku.

"Apa maumu?" aku mendengar ayah mengucapkan itu kepada Ryan. Dan seketika aku pun khawatir.

Aku dan mbu masuk ke dalam kamar dan Nengsih pun sudah ada di dalamnya. "Nengsih?" panggilku.

Nengsih menoleh dan langsung loncat dari kasur dan lari memelukku. "Karin! Aku teh kangen sama kamu." ucapnya. Lalu ia melepaskan pelukannya dan melihat sekujur badanku. "Aih, kamu teh udah cantik nyak sekarang mah."

Aku menoleh ke pakaianku yang memang sangat bagus ini. Aku tersenyum. "Ah kamu teh bisa saja." ucapku.

"Mbu keluar masak nasi goreng dulu nyak? Kalian ngobrol ngobrol dulu." ucap mbu tiba tiba dan menghilang keluar kamar.

Aku menoleh ke Nengsih. "Nengsih, aku teh takut."

"Takut kenapa?" tanya Nengsih.

Aku menunduk. "Itu Ryan teh diajak ngobrol serius sama ayah."

Nengsih tertawa. "Biarin saja lah, paling di marahin ntu bule ngambil anak na tiba tiba." ucap Nengsih.

"Ih kamu teh nte bikin aku tenang, malah bikin aku makin khawatir." ucapku.

Nengsih tertawa. "Bagaimana kalau kita nguping?" tanya Nengsih.

Aku tersenyum. "Kamu memang sahabat terbaikku."


Kita berjalan mengendap keluar kamar dan bersembunyi di baliklemari penghalang ruang tamu. Aku bisa melihat Ryan yang duduk tegak di hadapan ayahku.

"Saya mencintainya, Mr. Mulyadi. Saya berani melakukan apapun untuk membuat nya bahagia. Mungkin susah untuk anda percaya, namun semua itu adalah kenyataan. Semenjak saya bertemu Karin, saya berubah menjadi laki laki sejati. Dan saya tidak akan menyianyiakan wanita yang telah menuntunku secara tidak sengaja ke jalan yang baik ini." Ucap Ryan.

Nengsih menoleh padaku dan mencubit ku, menggoda. Aku pun tersenyum malu.

"Karin?" tiba tiba ayahku memanggilku. sepertinya ia mengetahui bahwa aku dan Nengsih sedang mengintip.

"i..iya?"jawabku terbata bata.

"Masuk kamarmu. Ryan, Lebih baik kamu pulang." ucap ayah ku tegas.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang