Epilog

57K 1.8K 118
                                    

Seorang lelaki tua sedang berjalan di kota New York sendirian dengan bunga mawar di tangannya. Walaupun sudah lanjut usia, postur tubuhnya bisa menunjukkan bahwa dia adalah lelaki yang tangguh.

Dia berjalan menuju ke suatu tempat yang jarang dikunjungi manusia. Entah karena mereka tidak sanggup, atau memang mereka tidak ingin mengulang masa lalu.

Lelaki tua itu terus berjalan terbata bata menuju tanah bertuliskan nama seseorang itu. "Karin Blake."

Dia berhenti setelah ia melihat nama itu tertera di atas batu nisan yang sudah tua itu. Lalu ia duduk tepat di sampingnya. Dia membuka topi di kepalanya.

"Sayang, ini bunga untukmu." Ucapnya sambil menaruh bunga mawar di atas batu nisan. "Selamat ulang tahun, istriku." Ucapnya. "Aku sangat merindukanmu. Hari hari tanpamu sungguh membosankan." Ucapnya. Ia mengusap air mata yang jatuh di pipinya. "Kamu ingat tidak saat kita pertama bertemu? Sungguh tidak disangka hanya karena aku bertabrakan denganmu akan membuat kita cinta sejati."

Dia berdiri dari makam itu dan mengecup batu nisan nya. "Selamat tidur, sayang." Ucapnya.

Lalu ia beranjak pergi dari pemakaman. Air mata berjatuhan di pipinya namun dia tersenyum. Dia pun berjalan menjauhi makam itu.

Ia berjalan menelusuri beribu ribu orang di New York. Dengan tubuhnya yang tua dia masih kuat berjalan. Dia tersenyum melihati pasangan pasangan muda yang sedang bermesraan. Bayangan istrinya selalu muncul di benaknya saat ia melihat pasangan pasangan bahagia di jalan.

Setibanya di rumahnya, ia membuka pintu dan melepaskan jaket dan topinya dan dia menggantungnya.

"Cameron? Denisa?" Teriaknya.

"Yes, dad?" Jawab seorang lelaki tampan berambut coklat dan bermata hitam itu.

"Kalian sudah makan?" Tanyanya.

"Sudah, dad." Jawab seorang wanita berambut hitam dan bermata coklat itu.

"Baiklah." Ucapnya.

Dia tersenyum lalu menuju ke kamarnya. Kamar itu. Tak pernah ia renovasi. Tidak sesekalipun dia memindahkan barang barang. Ia berjalan memasuki ruangan nya dan tiba tiba ia terjatuh.

"Dad? Are you okay?" Tanya wanita itu.

Dia hanya tersenyum lalu bangkit kembali. "You guys come here sit down beside me. Aku ingin bicara." Ucapnya.

Dia berjalan menuju kasurnya dan langsung berbaring di atas kasur dan langsung menyelimuti dirinya sendiri.

"Grandpa?" Panggil seorang anak kecil wanita berambut pirang itu.

"Karin." Ucapnya. "Cucukku."

"Jangan loncat loncat di kasur, grandpa sedang sakit." Ucap lelaki tampan itu.

"Tidak apa apa." Ucap nya.

Istri dan anak anak Cameron, suami dan anak anak Denisa pun masuk ke kamar nya. Dia pun berbaring dengan santai.

"Aku ingin memberi tahu kalian sesuatu tentang cinta." Ucapnya kepada keturunan keturunan nya itu.

"Okay." Jawab mereka serentak.

"Cinta. Kamu tidak akan tahu dari siapa dan bagaimana cinta datang. Itu hanya terjadi begitu saja. Kamu tidak akan bisa menghindarinya." Ucapnya. Lalu ia melihat foto Istrinya yang bergantung di salah satu dinding kamarnya. "Tapi berjanjilah padaku, saat kamu telah yakin kamu mencintai seseorang. Jangan lah sekali kali kalian ingin melepaskannya. Janganlah sekali kali kalian meninggalkan nya demi sesuatu yang tak lebih penting darinya. Karena kamu tidak akan tahu kapan dia akan pergi." Ucapnya. "Jangan sampai penyesalan menghantui mu sampai ajal menanti."

Anak anak nya mendengarkan dengan simak.

Dan pada hari itu, detik itu, tepat pada tanggal ulang tahun istrinya itu. Ryan Blake, menghembuskan napas terakhirnya.

"Aku mencintaimu, Karin." Ucapnya.

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang