Chapter 26

32.5K 1.2K 3
                                    

Aku membuka mataku dan merasakan sesuatu yang mengganjal di tanganku. Sebuah infus. Aku melihat sekeliling ku dan aku sadar bahwa aku sedang berada di rumah sakit. Aku melihat Ryan yang sedang berteriak teriak di luar ruangan.

"Tidak. Tidak mungkin." teriaknya kepada dokter.

Aku mengamatinya. setelah beberapa saat, ia pun sadar bahwa aku sedang mengamatinya. Ia meninggalkan dokter itu tanpa kata kata dan langsung masuk ke ruangan ku.

"Honey." ucapnya sambil menghampiriku lalu mencium keningku, ia mengambil kursi dan duduk di samping kasurku.

"Hai." ucapku. "Ada apa diluar sana?" tanyaku. Ia tidak menjawab dan langsung mencium tanganku dan menggenggam nya dengan erat. Ia menaruh kepalanya di atas tanganku sehingga aku tidak bisa melihat muka nya. Dia bergemetar, aku pun mengelus rambutnya.

Ia menoleh kepadaku. "Aku mencintaimu, Karin." matanya sangatlah merah seakan akan ia ingin menangis.

"Aku juga mencintaimu." Ucapnya.

Ia menciumi lenganku lalu bangun dan mencium bibirku. "Aku mencintaimu lebih dari apapun, sayang."

Aku tersenyum. "Aku tahu. Ada apa sebenarnya?"

Dia tersenyum padaku. "Tidak ada apa apa." Ia mengelus pipiku dan mencubitnya dengan lembut. "Kamu adalah permata hidupku, Karin. Kau segalanya bagiku."

Aku tidak bisa berkata kata namun aku menciumi tangan nya. "Aku sakit ya?"

Ia mengalihkan pandangan dan beranjak dari kasur. Ia keluar dari ruangan dan menemui dokter tadi. Suara nya samar samar sehingga itu membuatku sulit untuk mendengarnya. Jujur, aku takut. Aku takut ada sesuatu yang terjadi padaku. Namun, selama Ryan akan menemaniku. Aku tidak akan berhenti berjuang, karena aku tahu ia membutuhkanku.

—-

Aku membuka mata mendengar alunan al quran yang sangat indah di telingaku. Aku menoleh kesampingku dan melihat Ryan sedang mengaji di atas sajadah. sepertinya ia habis melaksanakan shalat. Aku mengamatinya dengan seksama sehingga ia menoleh padaku. Namun aku buru buru menutup mataku agar dia tidak mengetahui bahwa aku sudah bangun.

Aku mendengar langkah kaki Ryan yang mendekat padaku. Dan benar, ia menggenggam tanganku.

"Ya Allah, She is so beautiful. I can't let her go, even if I can, I wouldn't want to." Ucapnya sambil menciumi tanganku. "Aku mencintaimu, Karin. tolong jangan tinggalkan aku." ucapnya.

Aku mendengarnya terisak isak an air pun mengalir di tanganku. "Tidakkah kamu mengerti bahwa aku membutuhkanmu? Tidak bisakah kamu melihat bahwa jantung ku berdetak sia sia jika tidak ada kamu? Untuk apa aku hidup jika kamu tidak ada di sampingku? Mengapa kita di persatukan jika akhirnya kita akan berpisah, sayang? Aku membutuhkanmu. Jangan tinggalkan aku. Sentuh kulitku, aku pastikan ia akan pucat jika kamu tidak menyentuhnya. Kulitku akan dingin jika kulitmu tidak menghangatkan nya."

Aku tidak tahan menahan air mata yang sedari tadi memaksa keluar mendengar kata kata nya. "Memang apa yang salah denganku, Ryan?"

Ryan terkejut dan langsung mencium keningku. Ia meneteskan seribu air mata sambil menekankan bibirnya ke keningku. "Tidak apa apa sayang."

Aku mendorongnya. "Bilang atau aku tidak akan berusaha untuk hidup." bentakku.

Ryan menatapku dengan mata penuh amarah. "Apa maksudmu? Kamu ingin meninggalkan aku setelah kamu membaut ku jatuh dan terlena kepadamu?"

"Jika memang itu jalan nya, mau di apakan lagi, Ryan?" tanyaku teriak.

Ryan meninju dinding di samping kasurku sampai dinding itu retak. "AKU MENCINTAIMU. DENGAR? AKU CINTA KAMU! I LOVE YOU WITH ALL MY HEART. BUT I AM NOT READY TO FUCKING LOSE YOU. SO PLEASE STAY WITH ME." teriaknya.

Aku pun terdiam tersentak. Aku melihat tatapan matanya yang menunjukkan bahwa dia hancur. Aku meneteskan air mata. "Aku tidak akan meninggalkan mu, Ryan. Aku juga mencintaimu."

Ryan menghela nafas dan duduk di pinggir kasurku. "Hanya kamu, Karin."

Aku bingung dengan ucapan nya. "Apa maksudmu?"

"Hanya kamu satu satu nya orang di dunia ini yang bisa membuatku bahagia. Bukan ayahku, sam or skate, mereka membuatku senang. Namun mereka tidak pernah membuatku sebahagia ini. Saat aku bersamamu, dunia ini seakan akan mati dan hanya ada aku dan kamu. Hanya suara kita yang aku dengar. Aku tidak bisa mendengar suara lain atau melihat yang lain. Diriku hanya tertuju padamu. Pada kita." ucapnya sambil menunduk.

"Ryan, aku.."

"Tolong jangan tinggalkan aku disaat aku membutuhkan mu." ucapnya.

Aku menatap punggungnya yang membelakangi ku. Ia pun pergi keluar kamar. Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Tapi aku sangat penasaran dan sepertinya aku pun harus tahu. Tiba-tiba suar pintu terbuka.

Sam membawa bucket bunga mawar. "Hello, babe. How you doing?"

Aku tersenyum melihat sam. "Hai, good. you?"

Ia mencium pipiku. "Good. Dimana Ryan?" tanyanya. Aku menunduk dan tersenyum pedih. "Everything's okay?"

aku terdiam sejenak. "Ia terlihat sangat takut kehilanganku. Tidak ku sangka ia mencintaiku sebesar itu."

Sam tertawa kecil dan menggenggam tanganku. "Karin, Let me tell you something." ucapnya sambil menatap ku lekat lekat. "Ryan.. dulu tidak seperti ini. Semenjak ia meninggalkan kuliah, Hidupnya tidak ada artinya lagi. Ia terkadang tidak mengetahui apa yang harus dia lakukan keesokan hari, dan pasti berujung mabuk mabukan." ucapnya, ia terdiam sejenak dan tertawa kecil. "Karin, setiap malam aku meneleponnya untuk membicarakan tentang tubuh wanita. Namun malam itu, setelah aku mengetahui bahwa dia dihukum ayahnya untuk pergi ke Bandung, Aku meneleponnya. Dan kamu tahu apa yang dia katakan?" Aku menggelengkan kepala. "Dia bilang dia jatuh cinta."

"Astaga." ucapku tersenyum.

"Aku tidak percaya, namun dia berani bersumpah bahwa dia jatuh cinta. Aku pun tertawa saat mendengarnya. Namun ia bilang bahwa mungkin aku tidak mengerti itu karena aku sendiri tidak percaya cinta." ucapnya sambil tersenyum. "Ryan.. Cinta baginya sudah hilang, pergi, hancur. Namun, kamu mengubah nya dengan sangat mudah. Jadi itu pantas jika ia sekarang sangat takut kehilangan kamu."

Aku meneteskan air mata. "Apa penyakitku, Sam?" tanyaku.

Ia menunduk. "Kamu yakin kamu ingin tahu?" Aku mengangguk. "Leukemia."

Aku terkejut mendengarnya dan menangis. "Kemungkinan besar aku akan meninggal."

"Jangan." ucap Ryan tiba tiba. Sam menoleh padanya dan bangun untuk membiarkan Ryan duduk di samping kasurku. Ryan menatapku lalu tersenyum. "Aku akan selalu berada disini untuk mendukungmu. Kita akan lewati ini bersama."

Aku tersenyum dan mencium bibirnya dengan sangat bergairah. Ia mulai bernapas lebih berat. Aku menyentuh perut kencang nya itu.

"Jangan intim disini, carilah kamar yang tidak tembus pandang." ucap seseorang tiba tiba.

Kita berhenti berciuman dan melihat Skate datang sambil membawa boneka teddy bear yang sangat besar.

Aku memandangnya. "Kamu datang."

"Tentu saja. Kamu adalah my king's queen." ucapnya sambil mencium pipiku dan memberikan bonekanya.

"Please stop kissing my wife." ucap Ryan. Aku pun tertawa mendengarnya.

"She is not your wife yet, we have a right to kiss her anyway." ucap Skate. Ryan pun memberikan pandangan seram kepada mereka. Dan mereka pun tertawa.

** v

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang