Chapter 14

33.7K 1.3K 30
                                    

Aku diam tak tahu harus berkata apa. Aku tidak pernah menyangka Akbar akan melamarku. Dia bagaikan saudara ku sendiri. Aku tidak pernah meminta ataupun ingin lebih darinya. Aku sungguh menyayanginya. Tapi hanya sebatas sayang Seorang Adik kepada kakaknya.

Kalian semua tahu bahwa jawabanku adalah tidak. Tapi aku tak mau menyakiti perasaan Akbar.

"Aku tidak tahu, Bar." Ucapku.

Dia berdiri dan memasukkan cincin itu ke jari manis ku. "Pikirkan dulu baik-baik. Pakai dulu cincin ini sampai kamu sudah tahu jawaban nya. Aku cinta kamu, Rin. Aku sangat berharap kamu menerimaku." Ucapnya sambil mencium keningku. Lalu dia pergi ke mobil dan menghilang.

Aku berlari masuk ke kamar dan mengunci pintu. Lalu aku langsung membanting badan ku ke kasur.

Kenapa bukan Ryan yang melamarku, Ya Allah. Kenapa harus Akbar. Teriakku dalam hati. Aku menangis sejadi jadinya. Aku merasa seakan akan jantungku dikuliti. Sangat sakit. Aku bahkan susah untuk bernafas. Aku menatapi sekeliling kamar mengingat kejadian dua bulan lalu. Dimana dia hampir mencumbu ku disini. Dan Dia memimpin ku shalat.

Aku menangis sambil memukul mukul dinding dengan keras. Tiba tiba jendela ku terbuka. Aku mencoba untuk menguncinya tapi kunci nya rusak seakan akan ada seseorang yang masuk dengan paksa ke kamar ku. Aku terdiam dan langsung mengganjal jendela ku dengan selembar kertas.

Aku merenung, mengingat ingat Ryan. Kecupan nya. Sentuhan nya. Apapun tentang nya. Dan aku tersenyum. Aku menatap langit langit, air mataku keluar bagaikan air terjun. Dan dalam beberapa saat semuanya menjadi gelap.

Setelah aku shalat shubuh aku langsung mandi. Aku bersiap siap untuk menjenguk Ryan, karena kemarin aku belum sempat menjenguknya. Aku memakai baju yang rapih. Dengan make up tipis. Aku menguncir kuda rambutku dengan sangat tinggi. Aku memandang cincin emas yang terikat indah di jari manisku.

Setelah beberapa menit aku meminta izin kepada orang tua ku untuk pergi. Dan saatku keluar rumah, Akbar telah menungguku.

Dia menghampiriku dan mencium keningku. "Ayo kita jenguk Ryan." Ucapnya.

Aku dituntun oleh Akbar kemobilnya. Aku bingung, biasanya dia tidak suka jika aku menjenguk Ryan. Tapi hari ini dia sangat bersemangat.

Selama perjalanan Akbar tidak henti hentinya mencium ku. ulai dari tangan, pipi dan kening. Tapi setiap dia ingin mencium bibirku, aku selalu menolehkan kepala ke samping.

Sesampainya di rumah sakit, Akbar menuntunku dengan buru buru ke kamar Ryan. Dia mungkin sudah menyukai Ryan sekarang.

Dia membukakan pintu ruang Ryan. Dan hatiku patah seketika.

Dia sedang berciuman di kasur bersama seorang wanita. Aku terdiam melihatnya.

"Ryan?" Panggilku. Dan dia menoleh memandangku.

"Hai akbar" Ucapnya. Dia berdiri dan berjabat tangan dengan akbar. "Kamu pasti calon istri, Akbar." Ucap Ryan kepadaku. Aku terdiam. "Perkenalkan ini tunangan ku, Alessandra. Sebentar lagi kita juga akan menikah." Ucapnya sambil mencium pipi Alessandra dan merangkulnya dengan mesra.

"Ryan, kamu tidak ingat apa-apa. Semua ini kesalahan." Ucapku. Dia menatapku dengan bingung.

"Aku ingat semuanya. Aku bisa ke rumah sakit ini karena ada kecelakaan kan? Aku sedang berlibur di rumah Aunty ku." Ucapnya.

"Jadi kamu sudah ingat semuanya?" Tanyaku. Dan dia mengangguk.

"Kamu ingat denganku?" Tanya Alessandra kepada Ryan.

Ryan menghadap Alessandra dan menggenggam kedua tangan Alessandra lalu mencium keningnya. "Kamu lah hal pertama yang aku ingat, Cantik." Ucapnya.

Dia memanggil wanita itu dengan nama panggilan yang biasa dia gunakan padaku. Ternyata bukan hanya aku yang dia panggil dengan panggilan itu.

"Bagaimana pernikahan kalian?" Tanya Ryan kepada aku dan Akbar.

Akbar mencolekku. "Akankah kita menikah, sayang?"

Aku menghela nafas dan menoleh kepada Akbar. "Tentu saja." Jawabku.

Ryan, inikah akhir kisah cinta kita? Betapa tega nya kamu meninggalkan ku tanpa alasan. Apakah semua ini bagian dari permainanmu? Datang dan pergi berkali kali sampai kamu puas? Meninggalkan jejakmu disekujur badan ku dan pergi menghilang begitu saja? Itu kah yang kamu mau Ryan? Aku tahu aku hanyalah gadis jelek dibandingkan gadismu itu. Tapi aku juga memiliki hati yang tak kalah halusnya dengan hati gadismu. Aku mencintaimu, Ryan. Kamu juga sama mencintaiku. Tapi bedanya aku bersungguh-sungguh. Dan kamu hanya berpura-pura.

Hatiku hancur.

Semua nya terjadi sangat singkat namun pasti.

*** WEEKKKKK VOTE AJA DULU KALI KELES (?)

A pray of DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang